Sunday 2 February 2014

Memory

Memory
Author            : JongYi Hope Angel
Title                : Memory
Genre             : Romance, sad, angst
Length            : Oneshoot
Rating            : M
Main Cast      :
*    Park Ah Rin aka Airin
*    Lim Jae Bum aka JB
Other Cast     :
*    Jung Hoseok aka Jhope
*    Wu Yi Fan aka Kris
*    Kim Jun Myeon aka Suho
*    Moon Jong Up aka Jongup
*    Yoon Seung Ho aka Seungho
Disclaimer      : This story naturally from my brain!:D Cast are Gods, but Jb, Jhope, Kris, Suho, Jongup, Seungho are mine! Happy reading^^
“ Aku kembali mengingat setiap menit memori yang tak mungkin terucap.” – Airin
Park Ah Rin POV
            “ Airin, saranghae~ Will you marry me?” Ucap namja di depanku dengan memberikan cincin 4 karat dengan butiran berlian di sekelilingnya.
            Entah kenapa aku tidak bisa mengatakan iya dalam sekali dengar. Otakku memerintahkanku untuk mengingat setiap detik yang dulu pernah aku lalui. Kelam, menyakitkan, banyak rasanya.
~~Flashback On~
            Aku meminum kopi di cafe kesukaanku di pinggir jalan. Biasanya seorang penyanyi cafe akan mengiringi suasana yang agak sendu ini dengan lagu ballad kesukaannya. Tapi dia belum datang, seperti biasa aku akan menunggunya sambil menatap keluar cafe. Kebetulan, aku selalu duduk di lantai atas karena penyanyi akan menyanyi di atas. Dari atas aku bisa menikmati pemandangan kota Seoul yang sangat sibuk dengan hiruk pikuk kota.
            “ Lagu kali ini berjudul Hello dari Lionel Richie. Semoga lagu ini bisa menemani malam anda yang dingin ini.” Ucap penyanyi itu mulai mengambil mic-nya.
            Aku menatapnya dari pojok cafe. Suaranya selalu bisa menggetarkan hatiku, senyumnya, tatapannya, semua yang dia punya bisa membuatku jatuh hati. Dia namja yang selama ini aku cinta, tapi entah bagaimana caranya agar dia tahu kalau aku menyukainya. Entah sampai kapan aku akan menunggunya menyatakan perasaannya lebih dulu. Entah apa yang membuatku begitu menyukainya. Lelaki itu susah ditebak.
            Dari mataku terlihat namja itu berjalan mendekatiku sambil membawa gitarnya. Tatapannya menjadi begitu menyejukan hati, senyumnya lebih lembut dari biasanya. Bagaimana bisa aku tertarik dengan namja ini? Aigoo.
            “ Airin-ahh, entah bagaimana aku bisa mengetahui kau menyukaiku juga. Tapi yang aku tahu, aku sangat tertarik denganmu. Kau yeoja pertama yang bisa membuat duniaku berputar 1800, saranghae.” Ucapnya lembut sambil memegang tanganku lembut.
            Aku mengeluarkan air mataku haru, tanpa menarik napas aku menganggukan kepalaku dan memberikan jawaban iya kepadanya. Rasa sayang yang tidak terbalas selama ini, akhirnya terbalas dengan begitu romantisnya. Kim Jun Myeon, akhirnya aku bisa mendapat balasan cintamu.
            Aku menyunggingkan senyumku membalas senyuman yang dari tadi ia sunggingkan. Wajahnya menunjukan wajah yang berperingai sangat baik dan ramah. Aku menyukai apapun yang dia lakukan.
            Tiga bulan aku berjalan dengannya, tiga bulan ini juga aku semakin dekat dengannya. Hari ini aku akan memperkenalkan sahabatku kepada Jun Myeon. Sesuai dengan janji yang kami utarakan ketika kami SMA dahulu, kami akan memperkenalkan kekasih kami.
            “ Oppa~ sudah menunggu lama?” Aku merangkul lembut tangan Jun Myeon yang tidak begitu besar tapi tidak juga terlalu kecil.
            “ Aniyo.” Dia menggelengkan kepalanya. “ Ketika kau katakan akan membawa sahabatmu, aku juga membawa sahabatku bersamaku. Gwaenchana?” Tatapan Jun Myeon terlihat seperti melirik yeoja yang berdiri di sampingku.
            Aku menyadari tatapannya yang sangat berbeda, tapi namja yang berdiri di belakang Jum Myeon juga menatapku intens. Hilangkan pikiran jelekmu itu Airin, mungkin ini hanya sekedar kebetulan belaka.
            “ Oppa, ini Hyo Sun.” Aku memperkenalkan sahabatku sejak kecil ini kepada Jun Myeon.
            “ Airin, ini Kris.” Jun Myeon juga memperkenalkan sahabatnya kepadaku.
            Kami saling bersalaman satu sama lainnya. Cukup lama Kris menggenggam tanganku, harus kuakui ini sangat menyeramkan. Kris masih terus menatapku, apa sesuatu yang aneh terjadi padaku?
            Akhirnya kami berjalan-jalan sebentar. Hari mulai malam, jadi aku dan Hyo Sun langsung berjalan pulang berdua. tapi aku merasa resah, rasanya aku seperti sedang diikuti oleh seseorang.
            “ Aku harus ke toko Eomma dulu, jadi hati-hati di jalan ya.” Hyo Sun berpamitan dan memasuki tokonya.
            Aku berjalan menuju rumah kecil yang aku beli memakai uangku sendiri. Meskipun pekerjaanku hanya mendapatkan sedikit uang, setidaknya aku ingin mandiri. Apapun yang terjadi hari ini, ini terlihat aneh.
            Seminggu berlalu, aku dan Jun Myeon tidak saling bertemu. Jun Myeon sedang sibuk dengan pekerjaannya. Setiap kali aku ingin mengajak Hyo Sun untuk jalan-jalan, dia menolak dengan alasan harus membantu Eommanya.
            Kecurigaanku semakin bertambah ketika aku mencari Hyo Sun di toko Eommanya. Berkali-kali juga Eomma Hyo Sun mengatakan Hyo Sun tidak ada di tokonya. Jawaban yang sama terjadi hari ini.
            “ Hyo Sun sedang pergi. Tadi seorang namja menjemputnya dengan mobil sedan putihnya.” Eomma Hyo Sun menjelaskan sambil asyik merapikan tokonya.
            Pesan singkat kudapatkan dari seseorang. Ah ternyata dia Kris, dia mengajakku untuk jalan-jalan. Hatiku sedang berkecamuk untuk marah, aku curiga jika Hyo Sun kencan buta dengan Jun Myeon. Mungkin dengan berjalan-jalan bersama Kris, itu akan menghilangkan rasa kesalku kepada kecurigaanku.
            Kris sudah menungguku di halte bus. Dia memang sangat suka berdandan karena dia seorang fashionista. Kali ini ia menggunakan celana jins pensil berwarna biru laut ditambah dengan kemeja putih yang lengannya dilipat sampai sikut. Di lehernya terpasang kalung salib. Sangat tampan.
            “ Ada apa dengan matamu? Menangis?” Kris menatap mataku yang sangat kecil. “ Matamu itu sipit, jika kau menangis matamu akan semakin sipit. Uljjimma, arra?” dia melanjutkan kata-katanya sambil menggenggam tanganku untuk menaiki bus.
            “ Kau ingin kemana?” Aku menatapnya bingung.
            Kris tidak mengeluarkan satu patah katapun. Dia tetap menatap keluar jendela. Kris memang orang yang sangat hemat dalam bicara. Dia menghentikan mobil di dekat cafe tempat aku suka menikmati kota Seoul setiap malam.
            Aku menangkap sosok Hyo Sun di meja nomor lima. Meja tempat biasa aku duduk. Kris mengajakku untuk duduk di bangku nomor tujuh yang tidak jauh dari tempat Hyo Sun duduk. Lirikanku terus melirik Hyo Sun. Meskipun badan Kris menghalangi pemandanganku, aku bisa menyadari kalau Jun Myeon adalah namja yang sedang bersama Hyo Sun.
            Sepertinya Kris menyadari tatapanku yang menjadi sedikit menyedihkan. Kris mengikuti arah mataku yang masih menatap mereka. Kris menggenggam tanganku dan berusaha menghalangi pandanganku. “ Airin-ahh, gwaenchana?” Kris masih menggenggam tanganku erat.
            Dari mataku terlihat mata Hyo Sun yang tertutup. Sedikit terlihat wajah Jun Myeon mendekatkan wajahnya kepada wajah Hyo Sun. Sebelum aku bisa melihat mereka saling berciuman, Kris memelukku. Mataku hanya bisa melihat dadanya yang bidang. Aku menangis di balik dadanya. Pemandangan yang begitu menyakitkan untukku.
            Kris melepas pelukannya, ia melangkah mendekati Jun Myeon. Tangannya dikepal sangat kencang. Tepat di pipi Jun Myeon, Kris melemparkan pukulannya sangat kencang. “ YA! Siapa yeoja ini? setahuku wajah Airin lebih cantik dari ini.” terdengar teriakan Kris yang memekakan setiap telinga yang mendengarnya.
            Aku melangkah mendekati Kris untuk menahan pukulannya lagi. Meskipun aku masih menangis, aku berusaha mengeluarkan kata-kata yang begitu menyakitkan untuk Jun Myeon dan untukku juga, “ Kita akhiri hubungan kita.” Aku menggenggam tangan Kris erat.
            Kris berusaha memukul Jun Myeon lagi tapi dia tertahan karena sirup yang berada di tangan Hyo Sun dilempar mengenai wajah dan kemeja Kris. Aku kesal, aku langsung menampar wajah Hyo Sun dan berlari keluar cafe.
            Kris mengikuti aku dari arah belakang. Kurasakan tangannya sudah menyentuh tanganku. Badanku dibalikkan menghadap wajahnya, Kris memelukku.
            “ Airin, lupakan itu.” Kris mempererat pelukannya.
            Aku memeluk Kris juga. Kris masih terus memelukku agar aku berhenti menangis. Tapi aku malah terus menangis di pelukannya.
            Satu bulan sudah aku tidak bersama Jun Myeon. Bahkan aku selalu menghidar dari seorang Hyo Sun yang notabanenya adalah sahabatku. Aku tidak peduli. Sebulan ini juga aku selalu bersama Kris. Kris yang selalu bersamaku.
            Kemarin waktu aku menangis karena Jun Myeon, dia langsung menghiburku. Kemarin ketika aku sangat kesal karena mengingat kejadian itu lagi, Kris langsung mengajakku jalan dan memberikan sedikit lawakan yang garing. Tapi aku sedikit terhibur olehnya. Bahkan sekarangpun, aku sedang duduk bersama Kris di cafe yang baru ia buka di kota Seoul.
            “ Kenapa kau selalu bersamaku? Apa kau tidak bosan mendengar dan melihatku menangis karena Jun Myeon?” Aku bertanya sambil meminum sirup berwarna biru dengan rasa sparkling.
            “ Justru karena kau sedang bersedih aku ingin selalu melindungimu. Ah, itu juga karena aku menyayangimu.” Kris menghentikan tangannya yang dari tadi memainkan ponselnya.
            “ Menyayangiku?” Aku menunjukan wajahku sendiri.
            “ Sangat menyayangimu. Maukah kau menjadi kekasihku?” aku tersedak dengan minumanku sendiri. Tapi Kris hanya memasang senyumnya.
            Aku memasang senyumku juga. Tapi aku belum bisa membalas pernyataannya sekarang. “ Tidak usah dibalas. Aku bisa menunggumu kok.” Kris seperti bisa menerka-nerka isi hatiku.
            Aku menatapnya dalam lalu menikmati pasta yang tadi aku pesan. Kris juga memakan sandwich yang dipesannya tadi. Kami mulai asyik dengan makanan kami masing-masing.
            Aku dengan Kris menjalani hubungan tanpa status. Tapi harus kuakui aku merasa nyaman bersama Kris. Kris selalu ada di saat aku butuh, bahkan di saat aku tidak membutuhkannyapun dia ada di sampingku. Aku menetapkan hatiku dan menguatkan hatiku untuk menerima Kris sebagai kekasihku.
            Kris yang dari tadi hanya duduk tanpa bicara sedikitpun, “ Kris, sepertinya aku bisa menerimamu sebagai kekasihku.” Aku menatapnya lebih dalam dari tempatku duduk ini.
            Kris langsung merangkulku. Karena badannya yang tinggi jadi sangat mudah baginya untuk merangkulku.
            Kris selalu bersamaku. Dia siap sedia di sampingku. Bahkan dia dengan senang hati menemaniku di rumah. Ia selalu membawa motornya, siapa tahu aku ingin berjalan-jalan keliling Seoul, begitu katanya.
            Hubungan kami berjalan mulus sampai hari jadi kami yang setahun. Tiba-tiba Kris terlihat begitu sedih, sepertinya ada sesuatu yang tidak bisa ia ceritakan kepadaku. Hari mulai malam, jadi dia bersiap untuk pulang dengan mengambil kunci motornya. “ Apa kau bisa hidup tanpaku?” Kris mengeluarkan kata-katanya setelah mengecup dahiku pelan.
            “ Apa yang kaukatakan itu? Aku terlalu menyayangimu untuk melepasmu.” Aku menggenggam tangan Kris.
            “ Kalau begitu, kau harus membenciku agar kau bisa melepasku.” Kris membelai rambutku halus.
            “ Aku tidak mau.” Aku semakin mempererat peganganku.
            “ Aku akan menjauhimu agar kau membenciku. Lalu kau bisa melepasku.” Kris tersenyum kecil.
            “ Aniyo.” Aku malah menangis mendengar ucapannya.
            “ Aku mohon~ Kau harus bisa hidup tanpaku. Arra?” Kris melepas peganganku lalu berlalu mengambil motornya. “ Jangan menungguku besok. Itu akan menyakitkan.” Firasatku semakin dibuat kacau olehnya.
            Malam ini terasa sangat berbeda, Kris hanya terus tersenyum kepadaku. Entah setan apa yang memasuki diri Kris sampai ia bisa meneteskan air matanya. Aku ikut menangis  melihat air matanya. Dengan menghapus segala firasat jelekku aku melepas Kris untuk pulang.
            Besoknya, aku terbangun karena ponselku yang terus berdering. “ Yoboseyo?” aku menutup mulutku rapat ketika mendengar berita di seberang sana. Air mataku mengalir deras mendengarnya. Kris? Apa dia benar-benar dengan kata-katanya agar aku tidak menunggunya hari  ini? dia pergi ke tempat yang lebih baik di atas sana. Aku masih menangis.
            Hari ini, ketika aku di pemakaman Kris aku hanya menangisi nisannya. Di bawah sana terbaring tubuh Kris yang dulu selalu ada kapanpun, dimanapun, apapun yang terjadi. Aku menangisi dirinya yang sudah selalu berusaha melindungiku. Tetapi kata-kata yang Kris katakan tadi malam terngiang begitu saja di telingaku. Dengan berat hati aku melepasnya. Jika aku ingat lagi, dia sudah mencintaiku seumur hidupnya, tidak seumur hidupku.
            Aku berjalan malas menuju rumahku. Besok aku harus bekerja dan aku dipidah devisikan oleh bosku. Devisiku sekarang terbilang baru jadi aku langsung ditarik menjadi pimpinannya. Kris, aku menyayangimu, terima kasih sudah selalu menolongku.
            Dengan mata yang masih sipit, aku mengendarai mobilku ke tempat kerjaku itu. kulajukan mobilku sangat kencang. Hari pertama menjadi pimpinan, aku tidak boleh mengecewakan anak buahku.
            Di kantor aku disambut baik dengan anak buahku. Wakil pimpinan di sini adalah seorang namja bertubuh tegap, mata sipit, dan berkulit putih. Dia orang yang sangat jarang berbicara kata beberapa anak buahku. Meskipun senyumnya terlihat dipaksakan, tapi dia cukup manis ketika tersenyum. Satu lagi, tatapannya sama seperti tatapan Kris yang tajam.
            Hari demi hari aku lalui menjadi seorang pimpinan yang dihormati banyak orang. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan. Wakil pimpinan yang sebenarnya memiliki nama asli Seungho ternyata orang yang tegas. Dia bisa menggantikanku dalam pekerjaanku.
            “ Sunbae, bisakah hari ini kita makan siang bersama?” Ucap Seungho sedikit terbata-bata.
            “ Asal kau ingin membayarku, aku ingin.” Aku sedikit menggoda Seungho.
            Seungho keluar dari ruanganku dengan senyum khasnya. Aku melanjutkan pekerjaanku. Makan siang aku menunggunya di kantin, meskipun pekerjaanku sangat banyak aku sangat menghargai permintaan Seungho untuk makan bersama. Lagipula aku harus memikirkan hal lain selain pekerjaanku.
            “ Sunbae, mian.” Seungho langsung duduk di depanku. “ Boleh aku langsung saja? Sunbae, aku menyukaimu.” Aku tersenyum saja mendengar ucapannya.
            Tidak ada yang spesial dalam pernyataannya. Tapi karena dia menyatakan perasaan dengan sangat jujur, aku tidak tega untuk menolaknya. Aku menerimanya, siapa tahu aku bisa menyayanginya di tengah hubungan kami.
            Tapi sayang, di tengah perjalanan hubungan kami, sosok lain memasuki ruang hidupku. Seungho selalu tidak bisa meluangkan waktunya untukku, terkadang dia lebih memilih pekerjaannya. Padahal selain pekerjaannya, setahuku dia seorang single parent dia bisa mengurus anaknya dibanding pekerjaannya.
            Dia sangat dingin, dia terlalu fokus dengan pekerjaannya. Aku, anaknya, teman-temannya sering kali tidak dipedulikannya. Itu yang membuatku merasa tidak diperhatikan.
            Di tempat lain ada seorang namja yang menarik perhatianku. Aku sering melihatnya di toko buku di dekat rumahku. Dia tidak tinggi, wajahnya tidak spesial, tapi senyumnya cukup mengalihkan duniaku. Setiap pagi dia selalu merapikan tokonya, setiap kali ada orang yang melewat di depannya dia selalu mengembangkan senyumnya. Bahkan anak kecil yang tidak mengerti apapun diajak bermain olehnya.
            Ketika waktuku luang, aku akan bermain ke tokonya. Sekedar melihat-lihat novel baru, atau mengobrol dengannya. Dia sangat ramah dan terbuka, atau karena ia sudah menganggapku sebagai sahabatnya? Entahlah. Tapi yang jelas, setiap kami mengobrol dia akan menceritakan setiap masalah yang sedang terjadi pada dirinya.
            Waktu itu dia pernah menceritakan yeojachingunya yang mengakhiri hubungan mereka karena lebih memilih teman dekatnya. Waktu itu juga dia bercerita kalau ada seorang temannya yang tertarik kepadaku. Bahkan aku mendapat bunga dari penggemar rahasiaku itu.
            “ Airin-ahh, ini dari temanku.” Dia menyerahkan bunga tulip kuning yang dari tadi ia simpan di meja.
            “ Hoseok-ahh, bisakau kau memberitahu nama temanmu itu?” Aku menerima bunganya sambil tersenyum.
            “ Dia tidak mau.” Balasnya memasang senyumnya juga. “ Kau tidak bekerja?” Dia bertanya sambil melihat jam tangan hitamnya.
            “ Aku libur.” Aku membalas singkat.
            “ Airin-ahh, itu temanku yang menyukaimu.”  Hoseok mendapati temannya memasuki toko sambil melambaikan tangannya.
            Dia tidak tinggi tidak juga manis. Aku tidak merasa tertarik padanya. Tapi bagaimana dia bisa mengenaliku, padahal bertemupun aku belum pernah. Aku hanya memasang senyumku agar dia tidak merasa tidak enak.
            “ Airin, ini Jongup. Silahkan kalian mengobrol dulu berdua.” Hoseok meninggalkan kami untuk mengobrol berdua.
            Jongup selalu mengelus tengkuknya. Setiap kali ia akan memulai pembicaraannya, bicaranyapun terbata-bata. Pada akhirnya aku yang memulai pembicaraan. Dari situlah dia bercerita bagaimana dia bisa mengenaliku.
            Ternyata Hoseok selalu menceritakan segalanya tentangku kepada Jongup, dari hal kecil sampai hal terbesar sekalipun. Bahkan Hoseok punya banyak fotoku, dan Jongup menaruh perasaan kepadaku walau dia hanya mendengar kepribadianku tanpa tahu aku sekalipun. Bunga tulip inipun ia berikan atas saran Hoseok. Hoseok sangat mengenaliku secara detail.
            Seminggu ini Jongup selalu mengantarku ke kantor. Diapun selalu melihat kedekatanku dengan Seungho. Ia juga melihat ketertarikanku kepada Hoseok, tapi dengan tenangnya dia tetap menyukaiku. Padahal aku tidak mempunyai ketertarikan kepadanya.
            Esoknya, aku diantar lagi oleh Jongup dengan motornya. Sepertinya Seungho sudah mulai tidak nyaman dengan kedeketanku dan Jongup. Seungho menarik tanganku agar aku mengikutinya. Dia terus melangkahkan kakinya menaiki anak tangga kantor yang sangat panjang, padahal kita bisa menaiki lift.
            “ Seungho-ya, wae?” Aku menghentikan langkahku agar dia juga berhenti.
            “ Mian, Airin.” Seungho menghentikan langkahnya lalu menghadap ke arahku. “ Airin-ahh,  sebenarnya aku tidak suka melihat kedekatanmu dengan anak muda itu.” Dia melanjutkan dengan tatapan yang tidak biasa.
            “ Kami hanya teman.” Aku memasang senyumku.
            “ Aku cemburu. Bisakah kalian tidak sedekat itu? apa kau lupa ada aku di sini? Apa kau tidak peduli kepadaku yang sangat menyayangimu? Ya!” Seungho sedikit membentakku.
            “ Seungho-ya, apakah selama ini kau memedulikan aku? Kau hanya peduli pada pekerjaanmu! Anakmu saja jarang kau perhatikan karena pekerjaanmu!” untuk pertama kalinya aku bisa membentak seorang namja yaitu kepada Seungho.
            Seungho menghela napasnya untuk meredam emosinya yang meledak. Tiba-tiba Seungho memelukku dengan erat. Ini juga kali pertama Seungho memelukku. Dikecupnya pelan puncak kepalaku, ini juga pertama kalinya. Tangan Seungho mencari sesuatu di saku jas hitamnya, lalu mengeluarkan kotak merah berbentuk hati dari dalam kantungnya. “ Aku giat bekerja agar gajiku cepat cair, itu perjanjianku dengan Tuan Lee. Aku ingin membelikanmu cincin ini.” Seungho membuka kotaknya sambil mengambil cincinnya.
            Aku tidak bisa memasang senyumku sama sekali, aku sudah terlanjur sakit hati. “ Will you marry me, Airin?” Ucap Seungho dengan tatapan yang semakin dalam.
            “ Aku, aku, aku tidak bisa~ Mian.” Aku langsung pergi meninggalkan Seungho.
            Seungho terdiam tidak mengejarku sama sekali. Aku terus berlari keluar kantor, aku menelepon Hoseok untuk menemuiku di toko bukunya. Hoseok dengan senang hati akan menungguku di tokonya.
            Aku menaiki taksi untuk mempercepat perjalanan menuju toko buku. Di toko buku, Hoseok sedang asyik mengobrol sambil bermain dengan Jongup. Entah kenapa air mataku malah mengalir ketika di toko buku. Jongup dan Hoseok menatapku aneh lalu langsung menghampiriku. Hoseok menyiapkan teh hijau untukku dan Jongup merangkulku kencang agar aku berhenti menangis.
            “ Berceritalah kepada kami~” Tawar Hoseok setelah menaruh cangkir berisi teh hijau.
            “ Seungho mengajakku menikah.” Aku mengeluarkan beberapa patah kata sekedarnya.
            Wajah Jongup dan Hoseok berubah. Yang tadinya menatapku dengan senyum mereka, kini mereka menatapku intens. Antara meminta kelanjutan cerita dan kekecewaan mereka bersatu di sini. “ Aku menolaknya.” Lanjutku singkat.
            “ Wae?” Tanya Jongup dan Hoseok bersamaan.
            “ Aku merasa kecewa.” Aku menangis lagi tapi masih tersenyum.
            Jongup mempererat rangkulannya. Terlihat mata Hoseok menatap Jongup agak kesal. Apa Hoseok juga menyukaiku? Buang pikiran itu Airin, nanti kau malah merasa sakit hati karena termakan oleh pikiranmu sendiri. “ Airin-ahh, ada aku yang selalu mencintaimu.” Ucap Jongup membelai rambutku pelan.
            Aku tidak menghiraukan ucapan Jongup. Aku terus menatap Hoseok yang juga menatapku. Matanya seolah-olah memberi harapan kepadaku.
            Dua minggu ini aku tidak bertemu lagi dengan Jongup. Jongup harus pergi ke Amerika untuk pekerjaannya. Meskipun umurnya muda, tapi karirnya sangat gemilang. Dalam dua minggu ini aku selalu mendapat kiriman tulip yang aku yakini dari seorang Jongup. Bisakah dia berhenti menyukaiku? Aku menjadi tidak tega dengannya karena tidak bisa membalas perasaannya.
            Hari ini Hoseok tidak seperti biasanya. Dia berdandan. Dia memakai kaus putih yang dibalut dengan kemeja kotak hitam yang sengaja tidak ia kancingkan. Rambutnya dibuat berponi samping, terkesan cuek tapi casual. Celana jeans biru tua juga menambah kesan jiwa muda yang melekat pada dirinya. “ Ada apa denganmu?” tanyaku bingung.
            Hoseok bangun dari duduknya di teras rumahku, tangannya membawa banyak bunga tulip kesukaanku. Senyumnya ia kembangkan lagi, tangannya menggenggam tanganku kencang. Dia mengajakku pergi ke taman tempat dulu Kris selalu mengajakku pergi.
            Hoseok berhenti ketika berada di depan danau yang sengaja dibuat untuk menambah kesan romantis di taman ini. Aku menatap satu per satu tempat aku dan Kris dulu duduk berdua. Hoseok hanya menatapku dari arah belakang. “ Airin-ahh, bisa aku berbicara denganmu?” Hoseok membuka pembicaraan.
            “ Siapa yang melarangmu untuk berbicara?” aku malah balik bertanya.
            “ Ah~ Airin, apa kau menerima banyak bunga tulip akhir-akhir ini?” Hoseok menggaruk tengkuknya.
            “ Sangat banyak. Itu dari Jongup, kan?” Aku menatap Hoseok yang duduk di kursi taman.
            “ Airin-ahh, sebenarnya bunga-bunga itu pemberianku. Bahkan waktu aku bercerita Jongup tertarik padamu, sebenarnya aku yang tertarik padamu. Aku hanya meminta tolong kepadanya untuk mewakili aku.” Jelas Hoseok.
            “ Lalu?” Aku bertanya singkat untuk menutupi kesalah tingkahanku yang senang mendengar pengakuannya. Itu pengakuan yang kukhayalkan setiap malam.
            “ Aku menyukaimu.” Hoseok memberikan bunga tulip yang sedari tadi ia pegang.
            Aku mengangguk lalu mengambil bunganya. Hoseok merangkulku untuk berjalan keliling taman. Tiba-tiba ada pesan masuk ke dalam ponselku. Ah dari Jongup, Ia akan pulang besok. Jadi dia memintaku untuk menemuinya di cafe dekat bandara. “ Bolehkah?” tanyaku kepada Hoseok. Hoseok menganggukan kepalanya mengizinkan.
            Besoknya aku pergi ke cafe dengan diantarkan oleh Hoseok menggunakan mobil hitam tahun 2003nya. Di cafe, Jongup sudah duduk manis sambil meminum caramel makiatonya. “ Sudah menunggu lama?” Tanyaku menyadarkan lamunan Jongup.
            “ Ani. Kau ingin pesan kopi?” Jongup tersenyum.
            “ Tidak. Apa ada masalah sampai kau mengajakku bertemu?” Aku langsung meminta penjelasan yang pasti darinya.
            “ Airin, selama ini aku menyukaimu.” Jelasnya sangat singkat.
            “ Apa ini masih bagian dari skenariomu dengan Hoseok?” Jongup menatapku lebih tajam ketika aku mengatakan itu. “ Aku sudah tahu kalau kau dan Hoseok menyusun rencana.” Aku memperjelas ucapanku.
            “ Airin-ahh, waktu itu memang bagian skenario kami. Tapi perasaanku bukan bagian dari skenario. Aku benar-benar menyukaimu.” Jongup menjelaskan.
            “ Mian. Aku tidak bisa.” Aku memasang senyumku. “ Di hatiku sudah terisi oleh yang lain.” Aku masih tersenyum.
            “ Nugu?” tanyanya. Aku tidak membalasnya, aku malah pergi keluar cafe. Tapi Jongup masih terus mengejarku, di luar Hoseok masih menungguku di dalam mobilnya. Tangan Jongup memegang tanganku dan masih menanyakan pertanyaan yang sama. Hoseok keluar dari mobil lalu memegang tanganku untuk melepas genggaman Jongup.
            “ Dia milikku sekarang. Kami pulang.” Hoseok membawaku pergi.
            “ YA! Aku tidak setuju dengan hubunganmu! Bukankah kau bilang tidak bisa melanjutkan hubunganmu dengan seorangpun jika orang-orang yang kau sayangi tidak menyetujuinya? Eoh?” Jongup berteriak dengan tangan dimasukan ke sakunya.
            “ Untuk kali ini aku tidak bisa.” Hoseok menarikku masuk ke dalam mobil.
            Di dalam mobil suasana menjadi hening. Hanya ada deru napas kami yang saling bersahutan. Tangannya masih terus menggenggam tanganku erat. “ Gwaenchana.” Aku menepuk tangannya kecil.
            Tiga hari ini aku dan Hoseok sangat dekat. Di kantor, Seungho sudah tidak pernah menyapaku lagi. Jongup jadi susah dihubungi. Ada apa dengan hidupku? Keterlaluan.
            Hoseok hari ini harus pergi ke kantor penerbit, dia sudah menyelesaikan novelnya yang berjudul ‘White Bird’. Setahuku Jongup bekerja di kantor itu, jadi setidaknya Hoseok akan memperbaiki hubungannya dengan Jongup lagi.
            Aku diajaknya pergi ke kantor penerbit karena setelahnya ia ingin mengajakku jalan-jalan. Sifat Hoseok tidak jauh berbeda dengan sifat Kris. Aku merasa nyaman selalu bersama Hoseok, tapi aku tidak ingin kehilangan dia seperti aku kehilangan Kris. Perasaanku benar-benar tidak karuan saat Hoseok melangkahkan kakinya ke dalam kantor. Entah apa yang terjadi, aku malah semakin memikirkannya.
            Tigapuluh menit aku menunggunya di dalam mobil. Tiba-tiba di luar ada  kegaduhan dari para karyawan kantor. Aku penasaran, aku keluar untuk melihat apa yang terjadi. ASTAGA. Itu Jongup, dan orang yang dipukulinya itu sampai ia akan terjatuh adalah Hoseok. Tidak. Aku tidak ingin kehilangan Hoseok.
            Aku berlari memasuki gedung. Dengan menaiki lift, aku sudah berada di atap gedung sekarang. Dari tatapanku terlihat jelas Hoseok akan terperosok jatuh. Omo.
            “ Jongup-ahh, lepaskan Hoseok!” aku berteriak namun tidak dihiraukan oleh Jongup.
            “ Ya~ bagaimana kalau kita mati bersama agar tidak ada diantara kita yang bisa memiliki Airin? Eotthae?” Jongup mengencangkan suaranya agar aku bisa mendengarnya.
            “ YA! Aniyo, andwaeyo, baboya!” Aku berteriak sambil berlari mendekati Jongup dan Hoseok.
            Aku terlambat. Jongup sudah mendorong Hoseok sampai Hoseok terjatuh. Lalu disusul oleh Jongup yang melompat dari atas gedung atas keinginan sendiri. Aku hanya bisa menatap mereka dari atas gedung dan aku tak sadarkan diri.
~~Flashback Off~
            “ Gwaenchanayo?” Namja di depanku ini menatapku bingung.
            Aku masih diam. Aku malah semakin mengingat semua masa laluku. “ Oppa, apa kau akan mencintaiku sepenuh hati dan tidak akan pernah meninggalkanku?” tanyaku dengan suara bergetar. Ingatanku tentang masa lalu itu begitu menyakitkan, memilukan hati, dan menggores hatiku sehingga sudah tidak berbentuk hati lagi.
            “ Aku berjanji.” Namja yang biasa aku panggil Jae Bum itu langsung memelukku erat.
            Jae Bum namja yang kutemui di Los Angeles. Bagaimana rasanya jika bertemu dengan seseorang yang sama kewarganegaraannya di negara asing? Itu akan sangat menyenangkan. Tiga bulan yang lalu aku mengenalnya, tiga bulan itu dia selalu melindungiku.
            Gaun putih dengan sedikit bunga tulip mengalungi leherku mempercantik diriku di altar sini. aku merasa menjadi wanita tercantik untuk hari ini. Jae Bum memakai tuxedo yang senada dengan warna gaunku. Semua orang takjub melihat pernikahan yang sengaja dibuat megah oleh Jae Bum. Jun Myeon dan Seungho juga datang sebagai tamu undangan. Mereka tersenyum kepadaku tanpa mengingat masalah yang dulu terjadi diantara kita.
            Jae Bum mengecup lembut bibirku sebagai tanda perasaannya kepadaku. Kami mengikat janji suci kita di dalam nama bernama pernikahan. Semoga kita abadi selamanya. Amiin.

FINISH

No comments:

Post a Comment