Memory
Author :
JongYi Hope Angel
Title :
Memory
Genre :
Romance, sad, angst
Length :
Oneshoot
Rating :
M
Main Cast :
Park Ah Rin aka Airin
Lim Jae Bum aka JB
Other
Cast :
Jung Hoseok aka Jhope
Wu Yi Fan aka Kris
Kim Jun Myeon aka Suho
Moon Jong Up aka Jongup
Yoon Seung Ho aka Seungho
Disclaimer : This story naturally from my brain!:D
Cast are Gods, but Jb, Jhope, Kris, Suho, Jongup, Seungho are mine! Happy
reading^^
“ Aku kembali
mengingat setiap menit memori yang tak mungkin terucap.” – Airin
Park
Ah Rin POV
“ Airin,
saranghae~ Will you marry me?” Ucap namja di depanku dengan memberikan cincin 4
karat dengan butiran berlian di sekelilingnya.
Entah
kenapa aku tidak bisa mengatakan iya dalam sekali dengar. Otakku memerintahkanku
untuk mengingat setiap detik yang dulu pernah aku lalui. Kelam, menyakitkan,
banyak rasanya.
~~Flashback On~
Aku
meminum kopi di cafe kesukaanku di pinggir jalan. Biasanya seorang penyanyi
cafe akan mengiringi suasana yang agak sendu ini dengan lagu ballad
kesukaannya. Tapi dia belum datang, seperti biasa aku akan menunggunya sambil
menatap keluar cafe. Kebetulan, aku selalu duduk di lantai atas karena penyanyi
akan menyanyi di atas. Dari atas aku bisa menikmati pemandangan kota Seoul yang
sangat sibuk dengan hiruk pikuk kota.
“ Lagu
kali ini berjudul Hello dari Lionel Richie. Semoga lagu ini bisa menemani malam
anda yang dingin ini.” Ucap penyanyi itu mulai mengambil mic-nya.
Aku
menatapnya dari pojok cafe. Suaranya selalu bisa menggetarkan hatiku,
senyumnya, tatapannya, semua yang dia punya bisa membuatku jatuh hati. Dia
namja yang selama ini aku cinta, tapi entah bagaimana caranya agar dia tahu
kalau aku menyukainya. Entah sampai kapan aku akan menunggunya menyatakan
perasaannya lebih dulu. Entah apa yang membuatku begitu menyukainya. Lelaki itu
susah ditebak.
Dari
mataku terlihat namja itu berjalan mendekatiku sambil membawa gitarnya.
Tatapannya menjadi begitu menyejukan hati, senyumnya lebih lembut dari
biasanya. Bagaimana bisa aku tertarik dengan namja ini? Aigoo.
“
Airin-ahh, entah bagaimana aku bisa mengetahui kau menyukaiku juga. Tapi yang
aku tahu, aku sangat tertarik denganmu. Kau yeoja pertama yang bisa membuat
duniaku berputar 1800, saranghae.” Ucapnya lembut sambil memegang
tanganku lembut.
Aku
mengeluarkan air mataku haru, tanpa menarik napas aku menganggukan kepalaku dan
memberikan jawaban iya kepadanya. Rasa sayang yang tidak terbalas selama ini,
akhirnya terbalas dengan begitu romantisnya. Kim Jun Myeon, akhirnya aku bisa
mendapat balasan cintamu.
Aku
menyunggingkan senyumku membalas senyuman yang dari tadi ia sunggingkan.
Wajahnya menunjukan wajah yang berperingai sangat baik dan ramah. Aku menyukai
apapun yang dia lakukan.
Tiga
bulan aku berjalan dengannya, tiga bulan ini juga aku semakin dekat dengannya.
Hari ini aku akan memperkenalkan sahabatku kepada Jun Myeon. Sesuai dengan
janji yang kami utarakan ketika kami SMA dahulu, kami akan memperkenalkan
kekasih kami.
“ Oppa~
sudah menunggu lama?” Aku merangkul lembut tangan Jun Myeon yang tidak begitu
besar tapi tidak juga terlalu kecil.
“
Aniyo.” Dia menggelengkan kepalanya. “ Ketika kau katakan akan membawa
sahabatmu, aku juga membawa sahabatku bersamaku. Gwaenchana?” Tatapan Jun Myeon
terlihat seperti melirik yeoja yang berdiri di sampingku.
Aku
menyadari tatapannya yang sangat berbeda, tapi namja yang berdiri di belakang
Jum Myeon juga menatapku intens. Hilangkan pikiran jelekmu itu Airin, mungkin
ini hanya sekedar kebetulan belaka.
“ Oppa,
ini Hyo Sun.” Aku memperkenalkan sahabatku sejak kecil ini kepada Jun Myeon.
“ Airin,
ini Kris.” Jun Myeon juga memperkenalkan sahabatnya kepadaku.
Kami
saling bersalaman satu sama lainnya. Cukup lama Kris menggenggam tanganku,
harus kuakui ini sangat menyeramkan. Kris masih terus menatapku, apa sesuatu
yang aneh terjadi padaku?
Akhirnya
kami berjalan-jalan sebentar. Hari mulai malam, jadi aku dan Hyo Sun langsung
berjalan pulang berdua. tapi aku merasa resah, rasanya aku seperti sedang
diikuti oleh seseorang.
“ Aku
harus ke toko Eomma dulu, jadi hati-hati di jalan ya.” Hyo Sun berpamitan dan
memasuki tokonya.
Aku
berjalan menuju rumah kecil yang aku beli memakai uangku sendiri. Meskipun
pekerjaanku hanya mendapatkan sedikit uang, setidaknya aku ingin mandiri.
Apapun yang terjadi hari ini, ini terlihat aneh.
Seminggu
berlalu, aku dan Jun Myeon tidak saling bertemu. Jun Myeon sedang sibuk dengan pekerjaannya.
Setiap kali aku ingin mengajak Hyo Sun untuk jalan-jalan, dia menolak dengan
alasan harus membantu Eommanya.
Kecurigaanku
semakin bertambah ketika aku mencari Hyo Sun di toko Eommanya. Berkali-kali
juga Eomma Hyo Sun mengatakan Hyo Sun tidak ada di tokonya. Jawaban yang sama
terjadi hari ini.
“ Hyo
Sun sedang pergi. Tadi seorang namja menjemputnya dengan mobil sedan putihnya.”
Eomma Hyo Sun menjelaskan sambil asyik merapikan tokonya.
Pesan
singkat kudapatkan dari seseorang. Ah ternyata dia Kris, dia mengajakku untuk
jalan-jalan. Hatiku sedang berkecamuk untuk marah, aku curiga jika Hyo Sun
kencan buta dengan Jun Myeon. Mungkin dengan berjalan-jalan bersama Kris, itu
akan menghilangkan rasa kesalku kepada kecurigaanku.
Kris
sudah menungguku di halte bus. Dia memang sangat suka berdandan karena dia
seorang fashionista. Kali ini ia menggunakan celana jins pensil berwarna biru
laut ditambah dengan kemeja putih yang lengannya dilipat sampai sikut. Di
lehernya terpasang kalung salib. Sangat tampan.
“ Ada
apa dengan matamu? Menangis?” Kris menatap mataku yang sangat kecil. “ Matamu
itu sipit, jika kau menangis matamu akan semakin sipit. Uljjimma, arra?” dia
melanjutkan kata-katanya sambil menggenggam tanganku untuk menaiki bus.
“ Kau
ingin kemana?” Aku menatapnya bingung.
Kris
tidak mengeluarkan satu patah katapun. Dia tetap menatap keluar jendela. Kris
memang orang yang sangat hemat dalam bicara. Dia menghentikan mobil di dekat
cafe tempat aku suka menikmati kota Seoul setiap malam.
Aku
menangkap sosok Hyo Sun di meja nomor lima. Meja tempat biasa aku duduk. Kris
mengajakku untuk duduk di bangku nomor tujuh yang tidak jauh dari tempat Hyo
Sun duduk. Lirikanku terus melirik Hyo Sun. Meskipun badan Kris menghalangi
pemandanganku, aku bisa menyadari kalau Jun Myeon adalah namja yang sedang
bersama Hyo Sun.
Sepertinya
Kris menyadari tatapanku yang menjadi sedikit menyedihkan. Kris mengikuti arah
mataku yang masih menatap mereka. Kris menggenggam tanganku dan berusaha
menghalangi pandanganku. “ Airin-ahh, gwaenchana?” Kris masih menggenggam
tanganku erat.
Dari
mataku terlihat mata Hyo Sun yang tertutup. Sedikit terlihat wajah Jun Myeon
mendekatkan wajahnya kepada wajah Hyo Sun. Sebelum aku bisa melihat mereka
saling berciuman, Kris memelukku. Mataku hanya bisa melihat dadanya yang
bidang. Aku menangis di balik dadanya. Pemandangan yang begitu menyakitkan
untukku.
Kris
melepas pelukannya, ia melangkah mendekati Jun Myeon. Tangannya dikepal sangat
kencang. Tepat di pipi Jun Myeon, Kris melemparkan pukulannya sangat kencang. “
YA! Siapa yeoja ini? setahuku wajah Airin lebih cantik dari ini.” terdengar
teriakan Kris yang memekakan setiap telinga yang mendengarnya.
Aku
melangkah mendekati Kris untuk menahan pukulannya lagi. Meskipun aku masih
menangis, aku berusaha mengeluarkan kata-kata yang begitu menyakitkan untuk Jun
Myeon dan untukku juga, “ Kita akhiri hubungan kita.” Aku menggenggam tangan
Kris erat.
Kris
berusaha memukul Jun Myeon lagi tapi dia tertahan karena sirup yang berada di
tangan Hyo Sun dilempar mengenai wajah dan kemeja Kris. Aku kesal, aku langsung
menampar wajah Hyo Sun dan berlari keluar cafe.
Kris
mengikuti aku dari arah belakang. Kurasakan tangannya sudah menyentuh tanganku.
Badanku dibalikkan menghadap wajahnya, Kris memelukku.
“ Airin,
lupakan itu.” Kris mempererat pelukannya.
Aku
memeluk Kris juga. Kris masih terus memelukku agar aku berhenti menangis. Tapi
aku malah terus menangis di pelukannya.
Satu
bulan sudah aku tidak bersama Jun Myeon. Bahkan aku selalu menghidar dari
seorang Hyo Sun yang notabanenya adalah sahabatku. Aku tidak peduli. Sebulan
ini juga aku selalu bersama Kris. Kris yang selalu bersamaku.
Kemarin
waktu aku menangis karena Jun Myeon, dia langsung menghiburku. Kemarin ketika
aku sangat kesal karena mengingat kejadian itu lagi, Kris langsung mengajakku
jalan dan memberikan sedikit lawakan yang garing. Tapi aku sedikit terhibur
olehnya. Bahkan sekarangpun, aku sedang duduk bersama Kris di cafe yang baru ia
buka di kota Seoul.
“ Kenapa
kau selalu bersamaku? Apa kau tidak bosan mendengar dan melihatku menangis
karena Jun Myeon?” Aku bertanya sambil meminum sirup berwarna biru dengan rasa
sparkling.
“ Justru
karena kau sedang bersedih aku ingin selalu melindungimu. Ah, itu juga karena
aku menyayangimu.” Kris menghentikan tangannya yang dari tadi memainkan
ponselnya.
“
Menyayangiku?” Aku menunjukan wajahku sendiri.
“ Sangat
menyayangimu. Maukah kau menjadi kekasihku?” aku tersedak dengan minumanku
sendiri. Tapi Kris hanya memasang senyumnya.
Aku
memasang senyumku juga. Tapi aku belum bisa membalas pernyataannya sekarang. “
Tidak usah dibalas. Aku bisa menunggumu kok.” Kris seperti bisa menerka-nerka
isi hatiku.
Aku
menatapnya dalam lalu menikmati pasta yang tadi aku pesan. Kris juga memakan
sandwich yang dipesannya tadi. Kami mulai asyik dengan makanan kami
masing-masing.
Aku
dengan Kris menjalani hubungan tanpa status. Tapi harus kuakui aku merasa
nyaman bersama Kris. Kris selalu ada di saat aku butuh, bahkan di saat aku
tidak membutuhkannyapun dia ada di sampingku. Aku menetapkan hatiku dan
menguatkan hatiku untuk menerima Kris sebagai kekasihku.
Kris
yang dari tadi hanya duduk tanpa bicara sedikitpun, “ Kris, sepertinya aku bisa
menerimamu sebagai kekasihku.” Aku menatapnya lebih dalam dari tempatku duduk
ini.
Kris
langsung merangkulku. Karena badannya yang tinggi jadi sangat mudah baginya
untuk merangkulku.
Kris
selalu bersamaku. Dia siap sedia di sampingku. Bahkan dia dengan senang hati
menemaniku di rumah. Ia selalu membawa motornya, siapa tahu aku ingin
berjalan-jalan keliling Seoul, begitu katanya.
Hubungan
kami berjalan mulus sampai hari jadi kami yang setahun. Tiba-tiba Kris terlihat
begitu sedih, sepertinya ada sesuatu yang tidak bisa ia ceritakan kepadaku.
Hari mulai malam, jadi dia bersiap untuk pulang dengan mengambil kunci
motornya. “ Apa kau bisa hidup tanpaku?” Kris mengeluarkan kata-katanya setelah
mengecup dahiku pelan.
“ Apa
yang kaukatakan itu? Aku terlalu menyayangimu untuk melepasmu.” Aku menggenggam
tangan Kris.
“ Kalau
begitu, kau harus membenciku agar kau bisa melepasku.” Kris membelai rambutku
halus.
“ Aku
tidak mau.” Aku semakin mempererat peganganku.
“ Aku
akan menjauhimu agar kau membenciku. Lalu kau bisa melepasku.” Kris tersenyum
kecil.
“
Aniyo.” Aku malah menangis mendengar ucapannya.
“ Aku
mohon~ Kau harus bisa hidup tanpaku. Arra?” Kris melepas peganganku lalu
berlalu mengambil motornya. “ Jangan menungguku besok. Itu akan menyakitkan.”
Firasatku semakin dibuat kacau olehnya.
Malam
ini terasa sangat berbeda, Kris hanya terus tersenyum kepadaku. Entah setan apa
yang memasuki diri Kris sampai ia bisa meneteskan air matanya. Aku ikut
menangis melihat air matanya. Dengan
menghapus segala firasat jelekku aku melepas Kris untuk pulang.
Besoknya,
aku terbangun karena ponselku yang terus berdering. “ Yoboseyo?” aku menutup
mulutku rapat ketika mendengar berita di seberang sana. Air mataku mengalir
deras mendengarnya. Kris? Apa dia benar-benar dengan kata-katanya agar aku
tidak menunggunya hari ini? dia pergi ke
tempat yang lebih baik di atas sana. Aku masih menangis.
Hari
ini, ketika aku di pemakaman Kris aku hanya menangisi nisannya. Di bawah sana
terbaring tubuh Kris yang dulu selalu ada kapanpun, dimanapun, apapun yang
terjadi. Aku menangisi dirinya yang sudah selalu berusaha melindungiku. Tetapi
kata-kata yang Kris katakan tadi malam terngiang begitu saja di telingaku.
Dengan berat hati aku melepasnya. Jika aku ingat lagi, dia sudah mencintaiku
seumur hidupnya, tidak seumur hidupku.
Aku
berjalan malas menuju rumahku. Besok aku harus bekerja dan aku dipidah
devisikan oleh bosku. Devisiku sekarang terbilang baru jadi aku langsung
ditarik menjadi pimpinannya. Kris, aku menyayangimu, terima kasih sudah selalu
menolongku.
Dengan
mata yang masih sipit, aku mengendarai mobilku ke tempat kerjaku itu. kulajukan
mobilku sangat kencang. Hari pertama menjadi pimpinan, aku tidak boleh
mengecewakan anak buahku.
Di
kantor aku disambut baik dengan anak buahku. Wakil pimpinan di sini adalah
seorang namja bertubuh tegap, mata sipit, dan berkulit putih. Dia orang yang
sangat jarang berbicara kata beberapa anak buahku. Meskipun senyumnya terlihat
dipaksakan, tapi dia cukup manis ketika tersenyum. Satu lagi, tatapannya sama
seperti tatapan Kris yang tajam.
Hari
demi hari aku lalui menjadi seorang pimpinan yang dihormati banyak orang.
Sebulan, dua bulan, tiga bulan, empat bulan. Wakil pimpinan yang sebenarnya
memiliki nama asli Seungho ternyata orang yang tegas. Dia bisa menggantikanku
dalam pekerjaanku.
“
Sunbae, bisakah hari ini kita makan siang bersama?” Ucap Seungho sedikit
terbata-bata.
“ Asal
kau ingin membayarku, aku ingin.” Aku sedikit menggoda Seungho.
Seungho
keluar dari ruanganku dengan senyum khasnya. Aku melanjutkan pekerjaanku. Makan
siang aku menunggunya di kantin, meskipun pekerjaanku sangat banyak aku sangat
menghargai permintaan Seungho untuk makan bersama. Lagipula aku harus
memikirkan hal lain selain pekerjaanku.
“
Sunbae, mian.” Seungho langsung duduk di depanku. “ Boleh aku langsung saja?
Sunbae, aku menyukaimu.” Aku tersenyum saja mendengar ucapannya.
Tidak
ada yang spesial dalam pernyataannya. Tapi karena dia menyatakan perasaan
dengan sangat jujur, aku tidak tega untuk menolaknya. Aku menerimanya, siapa
tahu aku bisa menyayanginya di tengah hubungan kami.
Tapi
sayang, di tengah perjalanan hubungan kami, sosok lain memasuki ruang hidupku.
Seungho selalu tidak bisa meluangkan waktunya untukku, terkadang dia lebih
memilih pekerjaannya. Padahal selain pekerjaannya, setahuku dia seorang single parent dia bisa mengurus anaknya
dibanding pekerjaannya.
Dia
sangat dingin, dia terlalu fokus dengan pekerjaannya. Aku, anaknya,
teman-temannya sering kali tidak dipedulikannya. Itu yang membuatku merasa
tidak diperhatikan.
Di
tempat lain ada seorang namja yang menarik perhatianku. Aku sering melihatnya
di toko buku di dekat rumahku. Dia tidak tinggi, wajahnya tidak spesial, tapi
senyumnya cukup mengalihkan duniaku. Setiap pagi dia selalu merapikan tokonya,
setiap kali ada orang yang melewat di depannya dia selalu mengembangkan
senyumnya. Bahkan anak kecil yang tidak mengerti apapun diajak bermain olehnya.
Ketika
waktuku luang, aku akan bermain ke tokonya. Sekedar melihat-lihat novel baru,
atau mengobrol dengannya. Dia sangat ramah dan terbuka, atau karena ia sudah
menganggapku sebagai sahabatnya? Entahlah. Tapi yang jelas, setiap kami
mengobrol dia akan menceritakan setiap masalah yang sedang terjadi pada dirinya.
Waktu
itu dia pernah menceritakan yeojachingunya yang mengakhiri hubungan mereka
karena lebih memilih teman dekatnya. Waktu itu juga dia bercerita kalau ada
seorang temannya yang tertarik kepadaku. Bahkan aku mendapat bunga dari
penggemar rahasiaku itu.
“
Airin-ahh, ini dari temanku.” Dia menyerahkan bunga tulip kuning yang dari tadi
ia simpan di meja.
“
Hoseok-ahh, bisakau kau memberitahu nama temanmu itu?” Aku menerima bunganya
sambil tersenyum.
“ Dia
tidak mau.” Balasnya memasang senyumnya juga. “ Kau tidak bekerja?” Dia
bertanya sambil melihat jam tangan hitamnya.
“ Aku
libur.” Aku membalas singkat.
“
Airin-ahh, itu temanku yang menyukaimu.”
Hoseok mendapati temannya memasuki toko sambil melambaikan tangannya.
Dia
tidak tinggi tidak juga manis. Aku tidak merasa tertarik padanya. Tapi
bagaimana dia bisa mengenaliku, padahal bertemupun aku belum pernah. Aku hanya
memasang senyumku agar dia tidak merasa tidak enak.
“ Airin,
ini Jongup. Silahkan kalian mengobrol dulu berdua.” Hoseok meninggalkan kami
untuk mengobrol berdua.
Jongup
selalu mengelus tengkuknya. Setiap kali ia akan memulai pembicaraannya,
bicaranyapun terbata-bata. Pada akhirnya aku yang memulai pembicaraan. Dari
situlah dia bercerita bagaimana dia bisa mengenaliku.
Ternyata
Hoseok selalu menceritakan segalanya tentangku kepada Jongup, dari hal kecil
sampai hal terbesar sekalipun. Bahkan Hoseok punya banyak fotoku, dan Jongup
menaruh perasaan kepadaku walau dia hanya mendengar kepribadianku tanpa tahu
aku sekalipun. Bunga tulip inipun ia berikan atas saran Hoseok. Hoseok sangat
mengenaliku secara detail.
Seminggu
ini Jongup selalu mengantarku ke kantor. Diapun selalu melihat kedekatanku
dengan Seungho. Ia juga melihat ketertarikanku kepada Hoseok, tapi dengan
tenangnya dia tetap menyukaiku. Padahal aku tidak mempunyai ketertarikan
kepadanya.
Esoknya,
aku diantar lagi oleh Jongup dengan motornya. Sepertinya Seungho sudah mulai
tidak nyaman dengan kedeketanku dan Jongup. Seungho menarik tanganku agar aku
mengikutinya. Dia terus melangkahkan kakinya menaiki anak tangga kantor yang
sangat panjang, padahal kita bisa menaiki lift.
“
Seungho-ya, wae?” Aku menghentikan langkahku agar dia juga berhenti.
“ Mian,
Airin.” Seungho menghentikan langkahnya lalu menghadap ke arahku. “
Airin-ahh, sebenarnya aku tidak suka
melihat kedekatanmu dengan anak muda itu.” Dia melanjutkan dengan tatapan yang
tidak biasa.
“ Kami
hanya teman.” Aku memasang senyumku.
“ Aku
cemburu. Bisakah kalian tidak sedekat itu? apa kau lupa ada aku di sini? Apa
kau tidak peduli kepadaku yang sangat menyayangimu? Ya!” Seungho sedikit
membentakku.
“
Seungho-ya, apakah selama ini kau memedulikan aku? Kau hanya peduli pada
pekerjaanmu! Anakmu saja jarang kau perhatikan karena pekerjaanmu!” untuk
pertama kalinya aku bisa membentak seorang namja yaitu kepada Seungho.
Seungho
menghela napasnya untuk meredam emosinya yang meledak. Tiba-tiba Seungho
memelukku dengan erat. Ini juga kali pertama Seungho memelukku. Dikecupnya
pelan puncak kepalaku, ini juga pertama kalinya. Tangan Seungho mencari sesuatu
di saku jas hitamnya, lalu mengeluarkan kotak merah berbentuk hati dari dalam
kantungnya. “ Aku giat bekerja agar gajiku cepat cair, itu perjanjianku dengan
Tuan Lee. Aku ingin membelikanmu cincin ini.” Seungho membuka kotaknya sambil
mengambil cincinnya.
Aku
tidak bisa memasang senyumku sama sekali, aku sudah terlanjur sakit hati. “
Will you marry me, Airin?” Ucap Seungho dengan tatapan yang semakin dalam.
“ Aku,
aku, aku tidak bisa~ Mian.” Aku langsung pergi meninggalkan Seungho.
Seungho
terdiam tidak mengejarku sama sekali. Aku terus berlari keluar kantor, aku
menelepon Hoseok untuk menemuiku di toko bukunya. Hoseok dengan senang hati
akan menungguku di tokonya.
Aku
menaiki taksi untuk mempercepat perjalanan menuju toko buku. Di toko buku,
Hoseok sedang asyik mengobrol sambil bermain dengan Jongup. Entah kenapa air
mataku malah mengalir ketika di toko buku. Jongup dan Hoseok menatapku aneh
lalu langsung menghampiriku. Hoseok menyiapkan teh hijau untukku dan Jongup
merangkulku kencang agar aku berhenti menangis.
“
Berceritalah kepada kami~” Tawar Hoseok setelah menaruh cangkir berisi teh
hijau.
“
Seungho mengajakku menikah.” Aku mengeluarkan beberapa patah kata sekedarnya.
Wajah
Jongup dan Hoseok berubah. Yang tadinya menatapku dengan senyum mereka, kini
mereka menatapku intens. Antara meminta kelanjutan cerita dan kekecewaan mereka
bersatu di sini. “ Aku menolaknya.” Lanjutku singkat.
“ Wae?”
Tanya Jongup dan Hoseok bersamaan.
“ Aku
merasa kecewa.” Aku menangis lagi tapi masih tersenyum.
Jongup
mempererat rangkulannya. Terlihat mata Hoseok menatap Jongup agak kesal. Apa
Hoseok juga menyukaiku? Buang pikiran itu Airin, nanti kau malah merasa sakit
hati karena termakan oleh pikiranmu sendiri. “ Airin-ahh, ada aku yang selalu
mencintaimu.” Ucap Jongup membelai rambutku pelan.
Aku
tidak menghiraukan ucapan Jongup. Aku terus menatap Hoseok yang juga menatapku.
Matanya seolah-olah memberi harapan kepadaku.
Dua
minggu ini aku tidak bertemu lagi dengan Jongup. Jongup harus pergi ke Amerika
untuk pekerjaannya. Meskipun umurnya muda, tapi karirnya sangat gemilang. Dalam
dua minggu ini aku selalu mendapat kiriman tulip yang aku yakini dari seorang
Jongup. Bisakah dia berhenti menyukaiku? Aku menjadi tidak tega dengannya
karena tidak bisa membalas perasaannya.
Hari ini
Hoseok tidak seperti biasanya. Dia berdandan. Dia memakai kaus putih yang
dibalut dengan kemeja kotak hitam yang sengaja tidak ia kancingkan. Rambutnya
dibuat berponi samping, terkesan cuek tapi casual. Celana jeans biru tua juga
menambah kesan jiwa muda yang melekat pada dirinya. “ Ada apa denganmu?”
tanyaku bingung.
Hoseok
bangun dari duduknya di teras rumahku, tangannya membawa banyak bunga tulip
kesukaanku. Senyumnya ia kembangkan lagi, tangannya menggenggam tanganku kencang.
Dia mengajakku pergi ke taman tempat dulu Kris selalu mengajakku pergi.
Hoseok
berhenti ketika berada di depan danau yang sengaja dibuat untuk menambah kesan
romantis di taman ini. Aku menatap satu per satu tempat aku dan Kris dulu duduk
berdua. Hoseok hanya menatapku dari arah belakang. “ Airin-ahh, bisa aku
berbicara denganmu?” Hoseok membuka pembicaraan.
“ Siapa
yang melarangmu untuk berbicara?” aku malah balik bertanya.
“ Ah~
Airin, apa kau menerima banyak bunga tulip akhir-akhir ini?” Hoseok menggaruk
tengkuknya.
“ Sangat
banyak. Itu dari Jongup, kan?” Aku menatap Hoseok yang duduk di kursi taman.
“
Airin-ahh, sebenarnya bunga-bunga itu pemberianku. Bahkan waktu aku bercerita
Jongup tertarik padamu, sebenarnya aku yang tertarik padamu. Aku hanya meminta
tolong kepadanya untuk mewakili aku.” Jelas Hoseok.
“ Lalu?”
Aku bertanya singkat untuk menutupi kesalah tingkahanku yang senang mendengar
pengakuannya. Itu pengakuan yang kukhayalkan setiap malam.
“ Aku
menyukaimu.” Hoseok memberikan bunga tulip yang sedari tadi ia pegang.
Aku
mengangguk lalu mengambil bunganya. Hoseok merangkulku untuk berjalan keliling
taman. Tiba-tiba ada pesan masuk ke dalam ponselku. Ah dari Jongup, Ia akan
pulang besok. Jadi dia memintaku untuk menemuinya di cafe dekat bandara. “
Bolehkah?” tanyaku kepada Hoseok. Hoseok menganggukan kepalanya mengizinkan.
Besoknya
aku pergi ke cafe dengan diantarkan oleh Hoseok menggunakan mobil hitam tahun
2003nya. Di cafe, Jongup sudah duduk manis sambil meminum caramel makiatonya. “
Sudah menunggu lama?” Tanyaku menyadarkan lamunan Jongup.
“ Ani.
Kau ingin pesan kopi?” Jongup tersenyum.
“ Tidak.
Apa ada masalah sampai kau mengajakku bertemu?” Aku langsung meminta penjelasan
yang pasti darinya.
“ Airin,
selama ini aku menyukaimu.” Jelasnya sangat singkat.
“ Apa
ini masih bagian dari skenariomu dengan Hoseok?” Jongup menatapku lebih tajam
ketika aku mengatakan itu. “ Aku sudah tahu kalau kau dan Hoseok menyusun
rencana.” Aku memperjelas ucapanku.
“
Airin-ahh, waktu itu memang bagian skenario kami. Tapi perasaanku bukan bagian
dari skenario. Aku benar-benar menyukaimu.” Jongup menjelaskan.
“ Mian.
Aku tidak bisa.” Aku memasang senyumku. “ Di hatiku sudah terisi oleh yang
lain.” Aku masih tersenyum.
“ Nugu?”
tanyanya. Aku tidak membalasnya, aku malah pergi keluar cafe. Tapi Jongup masih
terus mengejarku, di luar Hoseok masih menungguku di dalam mobilnya. Tangan
Jongup memegang tanganku dan masih menanyakan pertanyaan yang sama. Hoseok
keluar dari mobil lalu memegang tanganku untuk melepas genggaman Jongup.
“ Dia
milikku sekarang. Kami pulang.” Hoseok membawaku pergi.
“ YA!
Aku tidak setuju dengan hubunganmu! Bukankah kau bilang tidak bisa melanjutkan
hubunganmu dengan seorangpun jika orang-orang yang kau sayangi tidak menyetujuinya?
Eoh?” Jongup berteriak dengan tangan dimasukan ke sakunya.
“ Untuk
kali ini aku tidak bisa.” Hoseok menarikku masuk ke dalam mobil.
Di dalam
mobil suasana menjadi hening. Hanya ada deru napas kami yang saling bersahutan.
Tangannya masih terus menggenggam tanganku erat. “ Gwaenchana.” Aku menepuk
tangannya kecil.
Tiga
hari ini aku dan Hoseok sangat dekat. Di kantor, Seungho sudah tidak pernah
menyapaku lagi. Jongup jadi susah dihubungi. Ada apa dengan hidupku?
Keterlaluan.
Hoseok
hari ini harus pergi ke kantor penerbit, dia sudah menyelesaikan novelnya yang
berjudul ‘White Bird’. Setahuku Jongup bekerja di kantor itu, jadi setidaknya
Hoseok akan memperbaiki hubungannya dengan Jongup lagi.
Aku
diajaknya pergi ke kantor penerbit karena setelahnya ia ingin mengajakku
jalan-jalan. Sifat Hoseok tidak jauh berbeda dengan sifat Kris. Aku merasa
nyaman selalu bersama Hoseok, tapi aku tidak ingin kehilangan dia seperti aku
kehilangan Kris. Perasaanku benar-benar tidak karuan saat Hoseok melangkahkan
kakinya ke dalam kantor. Entah apa yang terjadi, aku malah semakin
memikirkannya.
Tigapuluh
menit aku menunggunya di dalam mobil. Tiba-tiba di luar ada kegaduhan dari para karyawan kantor. Aku
penasaran, aku keluar untuk melihat apa yang terjadi. ASTAGA. Itu Jongup, dan
orang yang dipukulinya itu sampai ia akan terjatuh adalah Hoseok. Tidak. Aku
tidak ingin kehilangan Hoseok.
Aku
berlari memasuki gedung. Dengan menaiki lift, aku sudah berada di atap gedung
sekarang. Dari tatapanku terlihat jelas Hoseok akan terperosok jatuh. Omo.
“
Jongup-ahh, lepaskan Hoseok!” aku berteriak namun tidak dihiraukan oleh Jongup.
“ Ya~
bagaimana kalau kita mati bersama agar tidak ada diantara kita yang bisa
memiliki Airin? Eotthae?” Jongup mengencangkan suaranya agar aku bisa mendengarnya.
“ YA!
Aniyo, andwaeyo, baboya!” Aku berteriak sambil berlari mendekati Jongup dan
Hoseok.
Aku
terlambat. Jongup sudah mendorong Hoseok sampai Hoseok terjatuh. Lalu disusul
oleh Jongup yang melompat dari atas gedung atas keinginan sendiri. Aku hanya
bisa menatap mereka dari atas gedung dan aku tak sadarkan diri.
~~Flashback Off~
“
Gwaenchanayo?” Namja di depanku ini menatapku bingung.
Aku
masih diam. Aku malah semakin mengingat semua masa laluku. “ Oppa, apa kau akan
mencintaiku sepenuh hati dan tidak akan pernah meninggalkanku?” tanyaku dengan
suara bergetar. Ingatanku tentang masa lalu itu begitu menyakitkan, memilukan
hati, dan menggores hatiku sehingga sudah tidak berbentuk hati lagi.
“ Aku
berjanji.” Namja yang biasa aku panggil Jae Bum itu langsung memelukku erat.
Jae Bum
namja yang kutemui di Los Angeles. Bagaimana rasanya jika bertemu dengan
seseorang yang sama kewarganegaraannya di negara asing? Itu akan sangat
menyenangkan. Tiga bulan yang lalu aku mengenalnya, tiga bulan itu dia selalu
melindungiku.
Gaun
putih dengan sedikit bunga tulip mengalungi leherku mempercantik diriku di
altar sini. aku merasa menjadi wanita tercantik untuk hari ini. Jae Bum memakai
tuxedo yang senada dengan warna gaunku. Semua orang takjub melihat pernikahan
yang sengaja dibuat megah oleh Jae Bum. Jun Myeon dan Seungho juga datang
sebagai tamu undangan. Mereka tersenyum kepadaku tanpa mengingat masalah yang
dulu terjadi diantara kita.
Jae Bum
mengecup lembut bibirku sebagai tanda perasaannya kepadaku. Kami mengikat janji
suci kita di dalam nama bernama pernikahan. Semoga kita abadi selamanya. Amiin.
FINISH
No comments:
Post a Comment