My Love your Laugh
Author :
JongYi Hope Angel
Title :
My Love your Laugh
Genre :
Romance, sad, angst
Length :
Oneshoot
Main Cast :
Jung Hoseok
Park Ah Rin
Other
Cast :
Park In Hee
Jin
Rating : T
Disclaimer : Don’t copast! Arra? Inspiration isn’t
come easily! Arraseo?!
“ It’s because I
love your laugh~” – Jung Hoseok
Jung
Hoseok POV
Aku tatap yeoja yang sedang
asyik tertawa bersama teman-temannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi
tawa yang ia keluarkan begitu lepas. Matanya semakin ditelan oleh pipinya yang
chubby karena tawanya. Giginya yang rapi terlihat begitu jelas dari tempatku
melihatnya. Aku juga bingung, kenapa tawanya begitu membuatku tertarik.
Dengan senyum sumringah yeoja itu berjalan menuju temannya
yang lain. Namja ketua kelas yang sedang muram itu diajaknya ngobrol sampai ia
ikut tertawa lepas dengan yeoja itu. lagi-lagi aku senang melihatnya.
Dia Airin. Park Ah Rin. yeoja yang selalu bahagia, aku yakin
dia tidak pernah punya masalah sama sekali. aku harus mengakuinya, aku
menyukainya. Dia yeoja yang sempurna di mataku.
Waktu itu, tepat minggu pertama kami memasuki sekolah. tepat
waktu itu juga aku sedang sakit hati karena hubungan~ ah sudahlah. Yang jelas
waktu itu aku sedang patah hati. Airin berjalan mendekatiku lalu menatapku. Dia
membiarkanku untuk mencurahkan seluruh isi hatiku kepadanya. Bahkan dia
mengizinkanku untuk menganggapnya sebagai orang yang menyakitiku. Jujur saja,
aku sangat nyaman ketika dia menyuruhku waktu itu. setelah aku banyak bicara
tentang rasa sakit itu, aku langsung memeluknya karena aku benar-benar
menganggapnya orang itu. sungguh memalukan.
Aku masih asyik dengan ingatanku setahun lalu, tiba-tiba
kegaduhan terjadi di depan kelas. Aku langsung berlari ke depan kelas karena
aku curiga.
“ Airin wae?” aku menepuk wajah Airin pelan sambil bertanya
kepada si ketua kelas.
“ tadi dia sedang asyik menyanyi di depan kelas. Dan
beginilah dia sekarang.” Dia menjelaskan sambil memberikanku minyak kayu putih
di tangannya.
Wajah Airin terlihat lebih dekat. Jantungku berdebar lebih
kencang, mataku tidak bisa berkedip. Napaspun rasanya tertahan. Airin, Airin,
Airin. Otakku dipenuhi oleh wajah dan juga namanya.
“ Bagaimana kalau aku panggilkan In Hee Noona?” saran
seorang murid yang dari tadi berdiri di belakang.
“ Ppalli!” aku berteriak sambil menempatkan kepalanya di
pangkuanku.
“ Kalian bukalah buku matematika! Sonsaengnim tidak akan
masuk! Cepat duduk!” ucap ketua kelas mengusir murid lain yang masih
mengerubuni Airin.
Aku masih menatap wajah Airin intens. Hidungnya kecil,
pipinya chubby, kulitnya putih bersih, shadow tipis terlihat di kedua pipinya,
bulu matanya lentik, alisnya juga terbentuk. Sosok yang cukup cantik untukku.
Aku merapikan poninya yang menutupi matanya. Dia terlihat lebih cantik jika
dilihat dari sini.
Aku melirik pintu yang dibuka dari luar. Mereka In Hee Noona
dan Jin Hyung. In Hee Noona terlihat sangat tenang lalu mengambil alat bantu
napas yang berada di tas Airin. Wajahnya terlihat angkuh namun tetap melukiskan
keramahannya. Jin Hyung ikut duduk di sampingku. “ Kau kekasihnya?” sapa Jin
Hyung sambil menatapku yang masih membelai rambut Airin.
“ Aniyo. aku hanya peduli padanya.” Aku menutupi perasaanku
dengan menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
“ tapi kau pantas. Bagaimana dia di kelas?” Jin Hyung
bertanya seolah-olah dia menyukai Airin. Kenapa rasanya aku cemburu. “ Kau
pikir aku menyukainya? Aku sangat menyukainya!” canda Jin Hyung sambil tertawa.
In Hee Noona masih memasang alat bantu napas Airin, dia
mengelus lembut pipi Airin. Aku ingin seperti mereka, hubungan adik kakak yang
sangat dekat. Tsk. Tidak seperti hubunganku dengan Hyung. Aish.
“ Airin-ahh, gwaenchana?” In Hee Noona langsung bertanya
setelah Airin terbangun. “ Bawa ini selalu di sakumu! Aigoo, aku dan Jin Oppa
sampai membolos untukmu.” Dia melanjutkan sambil menjitak kepala Airin.
“ YA! Eonnie-ya, appoyo.” Airin mengelus kepalanya. “
Hoseok? Kenapa kau di sini?” Airin membulatkan matanya meskipun di mataku itu
masih terlihat sangat sipit.
Aku tersenyum menutupi kegugupanku. “ Aku membalas
kebaikanmu.” Aku masih memasang senyumku.
“ Kami kembali.” In Hee Noona dan Jin Hyung melangkah
keluar. “ Istirahat nanti kita harus ke kantin bersama, Hoseok-ssi.” Jin Hyung
melanjutkan sambil melambaikan tangan.
Aku mengangguk kecil sambil merapikan poniku. aku melangkah
kembali ke bangkuku dengan memasukan kedua tanganku ke dalam saku. Tiba-tiba
sebuah tangan kecil sudah merangkul tangan kananku. Aish, jantungku berdebar
kencang lagi.
“ gomawo.” Ucap Airin sambil mengecup kecil pipiku. “ Aku
tidak akan pernah melupakannya sampai kututup mata.” Airin tersenyum kecil.
DEG. Jantungku lagi-lagi berdegup sangat kencang. Airin,
kumohon buat aku kembali ke dunia ini. Aku tidak bisa kembali karena rasaku
padamu. “ Bukan apa-apa.” Teruslah rangkul aku seperti ini, jangan pernah
melepasnya.
Airin melepas rangkulannya lalu kembali duduk di bangkunya.
Tetapi lucunya, dia menyentuh bibirnya. Mungkin dia juga takkan menyangka kalau
dia akan menciumku. “ Airin!” panggilku sambil menunjukan pipi kananku yang
tadi disentuh dengan bibirnya. Pipi Airin terlihat lebih merah, cantik sekali.
***
“ Hyung!” aku memanggil Jin Hyung yang sedang duduk sendiri
di pojok kantin.
“ Hoseok! Ppali ppali.” Jin Hyung melambaikan tangannya
lagi.
Aku melangkah cepat mendekati Jin Hyung, “ Tumben sekali kau
mengajakku makan bersama.” Aku duduk sambil menaruh piringku.
“ Bagaimana Airin di kelas?” tanya Jin Hyung untuk kedua
kalinya.
“ Wae? Terus saja tanyakan itu!” Aku melahap kentangku
sekaligus.
“ Beritahu saja!” Jin Hyung menjitak kepalaku.
“ Arra. Airin, dia periang, selalu membuat orang lain
bahagia sampai dia lupa kalau diapun tidak bahagia.” Jelasku sedetail mungkin.
“ Apa dia memberitahumu tentang dirinya?” Jin bertanya lebih
kalem dari sebelumnya. Aku mengangkat sebelah mataku sebagai kode kalau aku
tidak tahu. “ Jeoneun In Hee namjachinguya. Jadi aku pasti tahu segala sesuatu
tentang In Hee dan Airin.” Jin Hyung menaruh sendoknya dulu.
“ Arraseo. Ada masalah yang lebih berarti dari ini?” aku
ikut menaruh sendokku.
“ Dia sakit. Apa kau tidak melihat wajahnya yang sangat
pucat?” aku mengingat kembali setiap lekuk wajahnya. Benar, wajahnya sangat
pucat.
“ tunggu, kenapa kau memberitahuku tentang ini?” Aku
bertanya sambil membenarkan poniku.
“ Karena Airin orang yang tertutup! Meskipun dia periang,
dia mempunyai banyak masalah di rumahnya.” Jin Hyung setengah berteriak. “ Ah,
aku juga yakin kau menyukainya.” Jin Hyung beranjak dari kursinya.
“ Hyung, kenapa kau sangat mempercayaiku?” Aku masih
menghujaninya dengan pertanyaanku.
“ Perlukah kau tahu?” jawabnya masih terus berjalan.
Aku menatap Jin Hyung yang semakin lama semakin menghilang
dari pandanganku. Aku masih mencerna kata-kata Jin Hyung mengenai penyakit
Airin. Sakit? Bagaimana bisa dia menutupi penyakitnya dari teman-teman
sekelasnya? Terlalu baik untuk dikatakan.
Aku melangkah keluar kantin sambil asyik memainkan gadgetku.
Aku mencari tahu apa yang terjadi pada Airin, apa penyakitnya parah atau tidak.
Apa itu bisa mengganggu hidupnya, apa itu bisa membuatnya berhenti selalu
senang, atau itu bisa membuatnya berhenti membuat orang lain tersenyum.
Airin yeoja yang kuat menurutku. Dia tetap senang walau dia
sedang sakit, dia tetap tertawa riang walau fisiknya berkata lain. Semakin
besarlah rasaku untuk menyayanginya sepenuh hati. Airin, Airin, dan Airin.
“ Omo.” Pekikku ketika aku dan Airin bertabrakan.
“ Hoseok, gwaenchanayo?” Sambar Airin langsung menatapku.
“ Tarrawa.” Aku menggenggam tangan Airin agar ia mengikuti
langkahku.
“ Mwoya?” Airin sedikit terkejut dengan perlakuanku.
Aku tetap melangkah tanpa memedulikan Airin yang masih
mengoceh. Bahkan genggamanku semakin kuat aku cengkram. Perlahan, tangannya
mulai membalas genggamanku. Airin terus genggam aku seperti ini, aku
mencintaimu.
Di taman sekolah, aku belum berani memulai pembicaraan.
Jantungku masih belum bisa kuatur, napasku masih terengah-engah. Gurrae, aku
akan memulainya sekarang.
“ kau sakit?” tanpa ba bi bu aku langsung bertanya
kepadanya.
“ aniyo.” Airin menggelengkan kepalanya.
“ Apa sakitmu parah?” aku masih bertanya walaupun Airin
masih berkata tidak.
“ Ani. Aku tidak sakit.” Airin masih terus berbohong.
“ Kau berbohong.” Tanpa mendengar kelanjutan penjelasan
Airin aku langsung memeluk Airin.
Entah ada setan apa yang membuatku langsung menumpahkan air
mataku ketika aku ada di pelukan Airin. “ Hoseok-ssi~” Ucap Airin seperti
berbisik. Aku masih terus memeluknya, Airin tidak mau membalasnya sama sekali.
“ Kenapa kau tidak memberitahuku kalau selama ini kau sakit?
Eoh?” aku melepas pelukanku lalu mengelus pipinya lembut.
“ Untuk apa aku memberitahumu?” Airin membalas asal. “
Darimana kau bisa tahu tentang penyakitku?” ia malah balik bertanya.
“ Kau tidak usah tahu.” Balasku sambil tersenyum.
“ Kalau begitu, kau juga tidak usah tahu penyakitku.” Airin
membalas senyumku sedikit sinis. “ berpura-puralah kalau kau tidak tahu apapun
tentangku.” Dia melanjutkan kata-katanya yang sebenarnya membuatku sakit hati.
“ Maksudmu?” aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
“ Lupakan apapun yang kau tahu tentangku!” Airin berteriak
lalu langsung berlari.
“ Gurrae! Aku tidak tahu apapun tentangmu! Tidak!” Aku
berteriak sambil menggenggam tangannya erat. “ Gereom, kau harus tahu tentang
perasaanku. Aku benar-benar menyayangimu. Walaupun aku berpura-pura tidak tahu
apa-apa tentangmu, aku akan selalu melindungimu dengan sepenuh hatiku.”
Lagi-lagi rasanya aku ingin menangis.
“ Mian.” Airin sempat menyentuh pipiku pelan lalu berlalu
begitu saja.
Aku terdiam menatap Airin yang masih terus melangkah, perlahan
langkahnya mulai gusar. Aku berusaha mengejarnya, namun Jin Hyung sudah ada di
sampingnya tepat Airin akan terjatuh karena tubuhnya yang lemah. Jin Hyung
menatap ke arahku dengan senyumannya, mungkin maksudnya memberikanku kode agar
aku tidak panik.
***
Setiap kali aku bertemu dengan Airin, Airin langsung
mengalihkan perhatiannya kepada yang lain. Bagaimana aku bisa seperti ini
selama tiga hari ini? Airin benar-benar berbeda dari sebelumnya. Akhir-akhir
ini Airin sering tidak sadarkan diri di kelas. Itu yang membuatku agak sedikit
cemas.
Hari ini ada jam tambahan malam. Mau tak mau, kami harus
mengikuti kelas ini meskipun kami mengantuk. Jeda antara jam pulang sampai jam
tambahan kira-kira tiga jam. Apa yang akan aku lakukan?
Aku menatap Airin dari bangkuku. Kebetulan Airin selalu
mengambil bangku paling depan, sedangkan aku lebih suka duduk di belakang. Satu
per satu murid keluar kelas untuk mencari makan malam ataupun hanya untuk
bermain di luar.
“ Kau tidak ikut bermain bersama kami?” Sapa ketua kelas
menepuk punggungku kecil.
“ Kau pergi saja.” Aku memaksakan senyumku.
Aku tatap kembali Airin yang sedang tertidur pulas di
bangkunya. Tangannya menggenggam perutnya, wajahnya menghadap tepat ke jendela.
Aku tidak bisa melihat wajahnya.
Ketika aku yakin Airin benar-benar tertidur, aku
memberanikan diri untuk duduk di sampingnya. tanganku mengusap lembut
rambutnya. Aku membenarkan alat bantu napas Airin yang terjatuh di bawah meja.
Sepertinya napas Airin menjadi lebih berat ketika tidur tanpa alat bantu napas
itu. benar saja, wajahnya sangat pucat.
Baru selangkah aku melangkah dari bangkunya untuk membelikan
dia makanan, Airin menggenggam tanganku. “ Eonnie, mian.” Tiba-tiba mulutnya
mengeluarkan beberapa patah kata yang membuatku tertegun sebentar.
“ Apa kau sedang ada masalah?” Aku membungkukan badanku
untuk memudahkanku mengobrol dengan Airin.
“ Eonnie, kau tidak perlu bekerja sampai larut malam
untukku. Mian.” Dia melanjutkan dengan air mata yang keluar begitu saja. “
Eonnie, mian.” Airin masih terus saja menangis.
Aku tidak tega melihat Airin yang sangat rapuh, aku kembali
duduk di samping Airin. Aku rangkul pelan tubuh Airin. Airin babo-ya, bagaimana
kau bisa tetap tersenyum padahal masalahmu banyak? Bagaimana kau bisa
membiarkan yang lain bisa menghadapi masalah sedangkan kau sendiri tidak bisa?
Ponselku berdering, dengan gerakan cepat aku langsung
mengangkatnya. “ Yoboseyo, Jin Hyung?” sapaku duluan.
“ Yoboseyo. Bisakah
kita bertemu di aula?” Ucap yang di seberang sana.
“ ne, hyung. Chankanmaneyo~” Aku membalas dan langsung
menutup telepon.
Aku melepas jasku untuk menyelimuti Airin. Aku langsung
berlari ke aula untuk menemui Jin Hyung. Sepertinya dia sedang sendiri tanpa
ditemani In Hee Noona. Atau dia sedang ada sedikit masalah, jadi dia ingin
bercerita.
***
“ In Hee sering tertidur di kelas sekarang. Wajahnya pucat,
tubuhnya lebih kurus. Dia tampak tidak sehat.” Jin Hyung bercerita dengan
tatapan datar menatap panggung aula yang kosong.
Aku berpikir, mengingat, dan mencerna. Apa Ini ada
hubungannya dengan yang Airin katakan tadi? “ Hyung. Tadi Aku mendengar Airin
selalu meminta maaf kepada In Hee Noona. Dia meminta maaf karena membiarkan In
Hee Noona bekerja sampai larut untuknya.” Jelasku sambil mengingat ucapan
Airin.
Jin Hyung menatapku sekarang. Dia seperti ingin bertanya
lagi namun tidak bisa ia keluarkan sama sekali. Jin Hyung langsung melangkah
keluar aula melewati pintu belakang. Aku hanya terdiam ketika aku melihat In
Hee Noona memasuki aula melewati pintu depan.
“ Noona!” Panggilku sambil mengejarnya karena In Hee Noona
langsung berlari.
Dengan gerakan cepat aku sudah bisa menggenggam tangannya. “
Jelaskan.” Pintaku langsung.
“ Apa yang harus kau ketahui dariku?” In Hee Noona membalas
dengan kata-kata yang sama pedasnya dengan Airin.
“ Aku tidak akan melepasmu sampai kau mau bercerita
kepadaku.” Aku mengeratkan peganganku.
“ Arra. Lepaskan aku, baru aku akan bercerita.” In Hee Noona
menatap tanganku yang terlalu kuat menggenggamnya.
Aku dan In Hee Noona berjalan menulusuri koridor. In Hee
Noona menceritakan masalah-masalah yang sedang menimpa mereka sekarang. In Hee
Noona menangis ketika menceritakan semua masalahnya. “ Noona, kenapa kau
menghindar dari Jin Hyung?” Aku bertanya sambil menatap In Hee Noona.
“ Aku takut dia akan membantuku dan masuk ke lubang
masalahku.” In Hee Noona tersenyum dengan air mata yang masih terus mengalir. “
Waktu itu aku menceritakan masalahku, tapi karena itu pula dia jadi terluka.
Aku tidak bisa.” Dia melanjutkan sambil menghapus air matanya sendiri.
Dari cerita In Hee Noona tadi aku bisa menyimpulkan masalah
yang sedang menimpanya. In Hee Noona meminta uang kepada Appanya untuk
pengobatan Airin. Tapi istri barunya selalu menghalangi mereka dan mengatakan
sesuatu yang bukan sebenarnya. Airin baru akan menjalani operasi setelah dana
awal terkumpul, itu yang membuat In Hee Noona bekerja sampai larut.
“ Mungkin karena pekerjaanku, sudah tidak ada waktu lagi
untukku duduk manis bersama Jin Oppa.” In Hee Noona melanjutkan.
“ In Hee-ya~” dari belakang kami kudengar suara Jin Hyung
memenuhi telingaku.
Aku pergi meninggalkan mereka untuk menyelesaikan masalah
mereka berdua.
Author
POV
“ Jangan pergi dariku, In Hee-ya~ Nan jeongmal saranghae~
Saranghaeyo~” Jin mengeluarkan kata-katanya dengan air mata keluar dari matanya.
“ Oppa~” Tangis In Hee pecah bersama dengan air mata Jin. “
Oppa, mian. Tapi aku tidak bisa. Mian.” In Hee melanjutkan dengan air matanya
yang masih terus keluar.
“ In Hee-ya, gwaenchana gwaenchana gwaenchana.” Jin langsung
memeluk In Hee tanpa mau melepasnya sangat kencang seolah-olah In Hee akan
pergi besok. “ Aku masih punya uang di tabunganku, gunakanlah~ Tabungan yang
selama ini aku kumpulkan memang digunakan untuk kita berdua. gunakanlah~” Jin
masih memeluk In Hee.
“ Oppa~ Aku tidak ingin membebanimu. Oppa~” In Hee masih
terus menangis.
“ Nan gwaenchana. Pakai saja, aku tidak apa-apa.” Jin
mengecup pelan dahi In Hee.
Jin dan In Hee masih saling berpelukan di koridor sekolah.
Jika tahun ini mereka lulus, berarti hanya tinggal satu bulan lagi mereka akan
berpisah. Jin akan bersekolah keluar Korea sana, sedangkan In Hee akan di Korea
meneruskan kemampuannya dalam mendesign baju.
Jung
Hoseok POV
Aku masuk ke dalam kelas lagi. Tepat ketika aku memasuki
kelas, Airin berlari keluar kelas sambil menutupi mulutnya. Aku langsung
mengejarnya, takut sesuatu terjadi pada Airin.
Airin memasuki toilet. Cukup lama ia di dalam sana sampai
kami harus tertinggal satu jam pertama tambahan. Baru saja aku akan mengetuk
pintu, Airin keluar dari toilet dengan wajahnya yang pucat. Badannya melemah
dan langsung tak sadarkan diri tepat di pelukanku.
Aku panik. Aku cemas. Aku khawatir. Aku langsung
menggendongnya untuk mendapat perawatan dari suster di ruang kesehatan.
Di belakangku In Hee Noona dan Jin Hyung sudah ikut
menunggu. In Hee Noona tampak panik. Tangannya terus dikepal di depan wajahnya.
Jin Hyung langsung menggenggam tangan In Hee Noona yang masih terus dikepalnya.
“ Gwaenchana.” Ucap Jin Hyung menatap In Hee Noona.
Kedua orang ini membuatku semakin ingin menjadi kekasih
Airin. Kapan Airin menjadi yeojaku. Aku masih diam ketika kurasakan seseorang
menarikku kencang sehingga aku tertarik pergi.
“ YA!” aku berteriak sambil melepas tangannya yang terus
menarikku kuat. “ Hyung?” ucapku ketika aku menyadari Yonghwa Hyung yang
menarik tanganku.
“ kau terkejut aku bisa datang ke sekolahmu? Eoh?” dia
berkata dengan sinis.
“ Untuk apa kau kemari?” Aku membalasnya sama sinisnya.
“ YA! Kembalikan uangku! Kenapa kau selalu mengambilnya?!”
Yonghwa hyung berteriak sambil menampar dan menghujaniku dengan pukulannya yang
kencang.
“ HYUNG! AKU YANG MENGUMPULKAN UANG ITU! JUSTRU KAU YANG
MENGHABISKAN UANGKU, HYUNG!” ucapku dengan suara sedikit bergetar. Antara takut
dan ingin menangis.
Yonghwa adalah hyungku. Aku sangat menyayanginya karena aku
adiknya. Entah sajak kapan dan sampai kapan dia akan membenciku. Entah sejak
kapan pula aku menangis di hadapannya.
“ Hyung, kenapa kau selalu membenciku? Apa kau tidak ingat
aku ini adik yang selalu bersamamu sejak kecil? Eoh?” aku berkata masih dengan
air mata yang keluar begitu saja dari mataku.
“ Kenapa? Kau masih bertanya kepadaku kenapa? Apa kau tidak
menyadarinya, Appa selalu menganggapmu lebih hebat dariku! Sampai sekarang,
bodoh!” Dia berteriak sambil menempeleng kepalaku kencang.
“ Hyung! Itu sudah berlalu! Kenapa kau begitu kasar
kepadaku, Hyung? Wae? Wae? Wae?” tangisku semakin kencang sama kencangnya
dengan bicaraku.
Baru aku melihat Yonghwa Hyung akan memukulku lagi, Jin
Hyung datang sambil menahan tangan Yonghwa Hyung. “ YA! Kenapa kau tidak
membalasnya?!” Jin Hyung menatapku sambil berteriak.
“ Ah aku lupa ini sekolahmu, jadi pembelamu sangat banyak di
sini.” Yonghwa Hyung memaksakan senyumnya.
“ Jin Hyung, ini masalah kami~ biarkan saja sampai dia
merasa puas dan senang.” Aku mengusir Jin Hyung lembut.
Jin Hyung pergi dengan langkah bingung. Dia menatap Yonghwa
Hyung tajam. Aku menatap Jin Hyung untuk memberitahu kalau aku tidak apa-apa.
Jin Hyung pergi meninggalkan kami berdua lagi.
Dengan tidak sabar Yonghwa Hyung langsung memukuliku.
Rasanya sangat sakit sampai aku harus mengeluarkan air mataku. Yonghwa Hyung
berhenti sebentar memukuliku karena dirinya kelelahan. “ Hyung, bunuh aku! Apa
kau tidak bisa melakukan itu?” aku membalas sambil menatapnya. “ bukankah kau
sangat membenciku? Apa kau akan berhenti membenciku ketika aku sudah tiada?
Kalau begitu, bunuh aku Hyung! Aku sudah tidak kuat dengan kebencianmu itu
Hyung! Hyung, sebenci apapun kau padaku aku tetap menyayangimu sebagai hyungku.
Aku akan selalu mengingatmu sebagai hyungku yang sangat baik. Bunuh aku Hyung,
aku tidak apa-apa.” Aku mengeluarkan kata-kata itu lagi-lagi dengan air mata
yang deras keluar dari mataku.
Yonghwa Hyung ikut menangis denganku. Tangannya masih
terkepal kuat, pukulannya tidak ia lanjutkan. Badannya bergetar karena
tangisnya. “ YA! Hoseok, kau namja! Kenapa kau menangis di depan Hyungmu?” dia
berkata tanpa menyadari kalau diapun menangis. “ Aku tidak bisa membunuhmu!
Tapi aku juga tidak bisa tidak membencimu!” Dia masih menangis.
“ Hyung, wae?” aku menangis bersama dengannya.
“ Aku tidak bisa membunuhmu karena rasa sayangku sebagai
Hyungmu masih tersimpan di dalam sini!” Ucapnya sambil menepuk-nepuk dadanya. “
aku masih menganggapmu sebagai adikku! Aku masih harus melindungimu dari banyak
kejahatan! Aku masih Hyungmu! Hyungmu!” tangisnya semakin kencang.
Yonghwa Hyung memukul-mukul dirinya sendiri. Dia menangis.
Dia menangis untukku. Dia memukul dirinya sendiri untukku. Aku ikut menangis
bersama dengannya yang sampai duduk memukuli dirinya. “ Hajjima, Hyung!” Aku memegangi tangannya.
“ Apa kau ingat? Dulu aku selalu memukuli orang yang
memukulimu.” Yonghwa Hyung tersenyum tipis. “ sekarang aku akan membalas orang
yang memukulimu itu! orang itu brengsek sekali, dia sudah memukuli adikku.”
Yonghwa Hyung terus memukulinya.
“ HYUNG! Jebal~” Aku terus menggenggam erat tangan Yonghwa
Hyung.
Setidaknya, Yonghwa Hyung sudah menyadari kalau aku ini
adiknya. Setidaknya dia adalah Hyung yang terbaik untukku. Dia adalah orang
yang akan selalu melindungiku. Dia adalah Hyung yang terhebat. “ Gomawo Hyung.”
Aku tersenyum.
***
Tiga hari sudah Airin tidak masuk sekolah. kata Jin Hyung,
akhirnya Airin mengambil operasinya. Tapi kemungkinannya dia akan tetap hidup
hanya 10%. Tapi setidaknya dia masih punya kesempatan untuk hidup.
“ Kau tidak ke rumah sakit?” lagi-lagi ketua kelas datang
tiba-tiba.
“ Sekarang?” aku bertanya sambil menatap ketua kelas.
“ Kau tidak ingin kehilangan dia bukan? Pergilah! Jangan
lupa, titipkan salam dari aku dan anak-anak lainnya.” Ketua kelas memakaikan
jas yang kutaruh di mejaku. “ Ka.” Dia mendorongku.
Aku berlari keluar sekolah lewat gerbang belakang. Aku
kendarai motorku dengan kencang, aku harus cepat-cepat ke rumah sakit. Benar
kata ketua kelas, aku tidak bisa kehilangan dia. Airin, aku tidak akan
kehilanganmu.
Aku memasuki rumah sakit dengan gerakan cepat, aku mencari
kamar Airin. Aku mendapati Airin akan memasuki ruang operasi.
“ Airin-ahh!” Aku berteriak untuk menghentikan Airin agar
dia tidak masuk ke ruang operasi dulu.
“ Hoseok?” Airin menatapku dengan senyumnya yang terus
dipasang di bibirnya.
“ Panggil aku Oppa. Kau yakin tidak akan apa-apa?” Aku
menggenggam tangan Airin kencang.
“ Gwaenchanayo, Oppa.” Airin masih saja tersenyum. “ Aku
berjanji untuk tetap di dunia ini untukmu juga.” Airin mengelus pipiku pelan. “
Saranghae.”
Aku menangis mendengar kata-kata terakhr darinya. Aku takut.
Aku mengecup bibir Airin yang masih tersenyum dari ranjangnya. Cukup lama aku
mengecupnya, aku benar-benar tidak ingin kehilangannya.
“ Aku pasti bertahan. Uljjimma~” Airin memasang senyumnya ke
arahku lalu meminta suster untuk mendorongnya masuk ke dalam ruang operasi.
“ Airin, saranghaeyo. Saranghaeyo. Saranghaeyo. Kajjimma.”
Aku berkata pelan.
In Hee Noona dan Jin Hyung memegangiku yang akan terjatuh
karena tangisku. “ bertahanlah, Hoseok.” Jin Hyung memukul pelan dadaku.
Aku menangis selama menunggunya operasi. Ya Tuhan,
biarkanlah bertahan agar dia tetap bisa bersamaku. Agar aku tetap bisa melihat
dan mendengar tawanya, agar aku bisa terus mencintainya di dalam hidupku.
Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Empat jam. Lima jam. Dokter
baru keluar dari ruang operasi. “ Aku bukan Tuhan. Josonghamnida, aku tidak
bisa menyelematkan Airin. Meskipun aku berusaha, Tuhan sudah berkata lain.”
Tangisku langsung pecah bersama In Hee Noona yang sama-sama menangis dengan
keras.
Airin, kau meninggalkanku. Apa ini benar? Mungkin ini hanya
mimpi. Cubit aku. Ini mimpi. Ini hanya mimpi! AIRIN! Kau meninggalkanku? Wae? AIRIN!
ANIYO!
***
Author
POV
In Hee, Jin, Hoseok, Yonghwa, dan teman-teman sekelas Airin
mengantar Airin menuju tempat peristirahatan terakhir Airin. Tangis mereka
menjadi satu dalam satu naungan langit yang sama.
Dari semua yang menangis, Hoseok menangis sampai ia memeluk
nisan Airin. Teman-temannya sudah menyuruhnya untuk melepas Airin. Tapi tetap
saja tidak bisa. Yonghwa menepuk punggung Hoseok, “ Dia sudah tahu kalau kau
mencintainya. Biarkan dia tenang di atas sana, arraseo?” Tangisnya semakin kencang.
Mahkota bunga tulip di tangan Hoseok satu per satu berguguran.
“ Hyung, Noona, Airin sangat berarti untukku. Kenapa dia
meninggalkan aku? Aku baru mengetahui kalau dia juga mencintaiku. Kenapa dia
pergi meninggalkanku lebih dulu?” Hoseok menatap In Hee, Jin, Yonghwa satu per
satu.
“ Kami juga kehilangannya. Kita harus melepasnya Hoseok.
Airin mencintaimu. Cintanya akan selalu tumbuh di hatimu.” Jin meyakinkan
Hoseok meskipun ia juga menangis seperti Hoseok.
Because of your laugh,
I love you so. I can’t let you go but I must. My Love your Laugh. Airin, you’re
our everything.
No comments:
Post a Comment