Tuesday 18 February 2014

I Can't Let You Go

I Cant let you go
Author            : JongYi Hope Angel (I.)
Title                : I Can’t Let You Go
Genre             : Romance, sad
Length            : Oneshoot
Main Cast      :
*     Park Ah Rin aka Airin
*     Wu Yi Fan aka Kris
Other Cast     : Find it with yourself^^
Disclaimer      : Don’t copast if you take it without any credit! Inspiration isn’t come easily! Happy reading, sista!
“ You are the one who can make me can’t breath.” – Wu Yi Fan
Park Ah Rin POV
            Aku terus melangkahkan kakiku dengan malas. Entah kenapa aku sangat malas untuk datang ke sekolah akhir-akhir ini. Aku tidak tahu apa yang membuatku sangat malas melihat lelaki itu di sekolahku. Mungkin karena aku menyukainya jadi aku sangat membencinya.
            Dia selalu menjadi orang pertama yang datang kepadaku ketika aku sedang bersedih. Dia selalu duduk di sampingku dengan wajah dinginnya untuk mendengar cerita-ceritaku yang tidak penting sama sekali. Dialah satu-satunya lelaki yang dengan berani melindungiku dari segala bahaya. Tetapi aku membencinya.
            Entah apa yang membuatku membenci orang yang sangat kusayangi itu. Entah kenapa aku malah membencinya, padahal kesalahan ini bukanlah kesalahannya sama sekali. Tapi aku harus membencinya dan melupakannya.
            “ Berjalan sendiri? Tidak takut?” Tiba-tiba suara itu terdengar lagi di telingaku.
            Tanpa membalasnya sama sekali, aku langsung melangkah pergi meninggalkan dirinya yang sepertinya ingin akrab lagi denganku. Aku menatap jalanan sambil mendengus dan menendang segala apapun yang ada di depanku. Kenapa harus aku yang merasakan hal seperti ini? Aku terus mengucapkan kata itu sampai gedung besar tempatku menuntut ilmu terlihat.
            Aku berjalan memasuki lorong kecil. Kelas pertama, kelas kedua, dan kelas ketiga. Di kelas ketiga mataku menangkap lelaki yang ternyata sudah berada di kelas sebelum aku. Aku terus melangkah sampai kelas keenam tempat kelasku berada.
            Dari belakang terdengar suara langkah kaki pelan. Mungkin dia Suho – ketua kelas – yang selalu datang pagi untuk melihat keadaan kelas. Tetapi perkiraanku salah. Baru aku menaruh tasku di bangkuku, sebuah tangan yang lebih besar dari tanganku itu langsung menarikku. Langkahnya terkesan sangat tergesa-gesa, wajahnya sangat dingin sehingga membuatku takut sendiri.
            Rambutku yang terurai tertabrak oleh angin, wajah terkejut yang dari tadi kututup-tutupi terpancar begitu saja. “ Lepaskan aku.” Pintaku dengan suara yang tegas.
            “ Ikuti aku.” Ucapnya lebih tegas dariku.
            Air mataku mengalir begitu saja karena rasa takutku yang lebih besar. “ Kris Oppa, jebal.” Ucapku tiba-tiba sambil menghentikan langkahku sendiri.
            “ Kau menangis?” Ia memegangi pipiku yang sudah penuh dengan air mataku. “ Tanganmu sakit?” Ia menggenggam tanganku lembut.
            “ Lepaskan.” Aku menarik tanganku dari tangan besarnya.
            Aku melangkah pergi dengan air mata yang terus mengalir dari mataku. Aku tidak tahu untuk apa aku menangis, yang jelas aku sangat ingin menangis sekarang. “ Airin wae? Neo nae yeojachingu! Kenapa kau selalu menghindariku?” teriaknya yang membuatku menghentikan langkah kakiku.
            Aku sangat ingin menjawab pertanyaannya yang sangat mengganjal hatiku. Tapi aku sudah terlanjur menangis sehingga aku tidak bisa melepaskan suaraku sama sekali. “ Apa kau sudah tidak menyayangiku?” Tanyanya sambil memegang tanganku dari belakang.
            Tiba-tiba ia memelukku dari belakang. “ Oppa, hentikan!” teriakku. “ Aku menbencimu! Aku sangat membencimu! Kenapa aku tidak bisa menyayangimu dengan sesungguhnya sebagai kekasihku, bukan Oppaku? Wae?” Aku benar-benar menangis setelah bisa melepaskan pelukannya.
            “ Airin~ Ini bukan kemauanku.” Kris mengatakan dengan suara lemahnya.
            Aku langsung berlari pergi, teman-teman kami yang dari tadi menatap kami memasang wajah mereka yang seolah-olah akan menerkamku. Aku ketakutan, semua isi hatiku yang selama ini kutahan dalam hatiku keluar dengan kasarnya.
Wu Yi Fan POV
“ Airin~ Ini bukan kemauanku.” Ucapku sedikit lirih ketika aku mengingat kejadian beberapa malam lalu.
            Aku berjalan lunglai sambil terus mengingat kejadian itu. Wajah Airin yang ditekuk waktu itu, masih bisa terlihat olehku kalau ia menangis. Berkali-kali juga aku meminta Appa untuk menghentikan keinginannya, Appa anak kecil yang kau bilang akan menjadi adikku itu kekasihku. Tetapi berkali-kali juga ia menghiraukan pembicaraanku dan langsung mengalihkan pembicaraannya.
            Aku duduk di bangkuku lalu mengambil ponsel yyang tadi kutaruh di bawah mejaku. Aku menatap lekat yeoja yang menjadi wallpaper ponselku itu dalam. Bagaimanapun juga aku tidak bisa membiarkan dia membenciku karena menyayangiku. Aku masih menatap ponselku, kali ini aku mengirimkan pesan untuk Airin yang bisa kuyakini sedang menangis sekarang. ‘Uljjimma, aku terlalu menyayangimu, jangan perintahkan aku untuk membencimu. Aku akan memperjuangan perasaanku~” ketikku sambil tersenyum tidak jelas.
            Selama pelajaran hari ini, aku tidak bisa konsentrasi sama sekali. Wajah Airin tercetak jelas di pikiranku. Senyum yang dulu selalu terpasang untukku, tawa yang selalu keluar ketika ia menatap wajahku, pipinya yang sedikit chubby dengan sedikit rona merah terus membuatku tidak bisa belajar sama sekali.
            Di rumahpun, aku terus menatap bingkai-bingkai foto yang dipenuhi dengan foto Airin. Appa baru pulang dari kantornya dan menyiapkan kopinya sendiri di dapur. “ Appa, bisakah aku bicara padamu sebentar?” aku menatap Appa dengan kemejanya yang berantakan.
            “ ceritakan saja.” Balasnya setelah menaruh cangkir putih kecilnya di meja depanku.
            “ Appa, apa kau menyayangi aku?” tanyaku dengan suara sedikit bergetar.
            “ Kau anakku satu-satunya.” Jawabnya singkat.
            “ Bisakah kau membiarkan aku merasakan cinta dari yeoja yang aku sayangi?” Tanyaku lagi sambil memegangi tanganku sendiri yang sangat dingin.
            “ Tentu kau boleh. Tidak ada yang melarangmu.” Dia masih membalasku dengan jawaban yang sangat singkat.
            “ Appa, aku masih menyayangi Eomma, jangan mencari Eomma baru untukku.” Aku menahan air mataku yang hamper keluar.
            “ Tapi Appa sangat mencintai Eomma barumu.” Dia menjawab dengan tatapan serius sekarang.
            “ Kau sudah tidak mencintai Eomma?” Aku menangis setelahnya. “ calon adikku adalah orang yang sangat kucintai, Appa.” Aku masih menangis.
            “ Tentu saja aku sangat menyayanginya. Itu suatu hal yang bagus, sehingga ketika kami sudah menikah nanti, kalian sudah sangat akur.” Dia menjawab sambil meminum kopi yang dibuatnya tadi.
            “ Justru karena perasaan kami, dia tidak bisa menerimaku sebagai Oppanya. Appa, kumohon.” Aku menangis dan langsung berlalu ke kamarku.
            Aku melepas kaos yang kupakai ke sembarang tempat. Aku menatap diriku yang terlihat lemah di cermin sambil tertawa tidak jelas.
Park Ah Rin POV
            Aku memotong bawang Bombay asal, mungkin masakan yang kubuat sekarang tidak akan terasa enak. Tanganku tersisik sedikit, perih namun tidak kurasa sama sekali. “ Airin, gwaenchana?” Eomma memegang tanganku dan meniup lukaku.
            Eomma membawaku ke ruang makan dan mengambil obat di kotak P3K. “ Teriak jika itu membuatmu merasa sakit.” Eomma memakaikan hansaplast berwarna merah jambu dengan gambar-gambar hewan. Aku menatap Eomma, tetapi aku malah mengingat wajah Kris ketika aku mengingat kejadian malam itu.
            “ Eomma, kau tahu Kris Oppa?” Tanyaku sambil menggenggam tangan Eomma.
            “ Calon kakakmu? Dia sangat tampan bukan?” Eomma menatapku yang justru membuatku ingin menangis sekencang-kencangnya.
            “ Sangat tampan.” Jawabku dengan nada sedikit ketus. “ Dan dia namjachinguku.” Lanjutku dan langsung berlalu pergi ke kamarku sendiri.
            Aku menatap setiap sudut kamarku yang penuh dengan coretan tangan Kris. Saranghaeyo. Tunggu lima tahun lagi, kami pasti berdiri di atas altar sana~^^ aku menatap lekat tulisan yag kubaca paling terakhir tadi. Untuk menunggu lima tahunpun itu rasanya tidak mungkin, bahkan yang berdiri di altar sana adalah orang tua kami. Aku menangis sambil memegangi dadaku. Aku melempar badanku ke spring bed yang dibalut dengan bed cover berwarna merah jambu.
            Tanganku mengambil album foto yang kutaruh di atas meja berwarna putih di samping spring bedku. Aku menatap foto-foto di dalamnya dan aku menangis lagi. Aku memeluk erat album itu Karena aku tidak ingin kehilangan Kris. Aku tidak bisa melepas Kris begitu saja, mungkin jika aku meninggalkan dunia ini aku baru bisa melepasnya. Aku terlelap dengan album yang masih kupeluk ini.
***
            Aku terbangun dengan air mata yang sudah menggenangi bantalku. Aku baru menyadari kalau di keningku terdapat kompres dengan air dingin. Eomma terlihat masih terlelap di sampingku dengan album foto Kris denganku yang terbuka lebar menjadi bantalnya. Aku melihat jam di dinding berwarna putih itu, baru jam tujuh. Aku langsung bergegas mandi dan mengambil seragamku.
            Tiga puluh menit aku mandi. Aku menutuppi wajah pucatku dengan bedak berwarna coklat kulit agar orang-orang tidak menyadari kalau aku habis menangis. Aku langsung pergi ke sekolah tanpa memberitahu Eomma, aku hanya memasang memo di kulkas agar ia tidak terlalu khawatir.
            Aku menaiki bus. Di bus aku menatap pasangan nenek dan kakek di depan kedai kopi yang sedang bercengkerama berdua. Pikiranku semakin mengawang jauh. Aku membayangkan Kris sedang duduk di sampingku sekarang, dia sedang menaruh lengannya di atas pundakku, dia sedang menggunakan headset berwarna putih pemberianku. “ Kris Oppa, jeongmal saranghaeyo.” Aku mengeluarkan kata-kata itu begitu saja.
            “ Nado.” Jawab orang yang duduk di sampingku dengan suara bassnya.
            Aku menangis, aku takut, aku sedih, aku kecewa. Kenapa suara itu terus terdengar di telingaku? Apa aku hanya bermimpi? Tiba-tiba tangan orang itu menyentuh tanganku hangat. Aku masih menangis. Dia memberikan earphone sebelah kanannya dan memasangkannya di telinga kiriku. Suara itu, lagu yang selalu kita nyanyikan berdua. “Saranghaeyo.” Ucapku dan Kris ketika lagu sudah sampai lirik terakhir.
            Aku tidak bisa menahan diriku sendiri. Aku melepas earphone itu, aku langsung memeluk lelaki di sampingku. “ Kris Oppa~” Aku menangis di pelukannya.
            Dia membelas pelukanku dan memelukku erat. Mataku tidak bisa berhenti mengeluarkan air mata karena aku benar-benar mencintainya. Jika saja tidak ada alasan untuk melepasnya, aku tidak akan pernah melepasnya.
Wu Yi Fan POV
            Aku terus memeluknya seolah-olah sudah berabad-abad tidak bertemu. Aku tidak bisa melepasnya walaupun aku mempunyai berjuta alasanpun. Air mataku keluar, tapi aku langsung menahannya. Aku lelaki, tidak seharusnya aku menangis di hadapan seorang wanita seperti ini.
            “ I love you so.” Ucapku dan semakin mempererat pelukanku.
            Badannya melemas di pelukanku. Aku melepas pelukanku, kudapati Airin sudah tak sadarkan diri. Aku langsung menekan tombol berhenti di bus. Ketika bus berhenti, aku menggendong tubuh Airin dan membawanya ke rumah sakit dengan taksi.
***
            Appa dan Eomma Airin datang untuk melihat keadaan Airin yang masih tak sadarkan diri. Aku menatap keduanya dan menunduk hormat kepada keduanya. Aku langsung pergi keluar ruangan, aku berjalan menuju kafe rumah sakit. Ternyata Appa ikut berjalan di belakangku.
            “ Appa akan membayarkan makananmu.” Appa duduk di depanku dengan membawa kopi kesukaannya.
            “ Gomawo, Appa.” Aku merunduk lagi.
            “ Kau menyayangi Airin? Kau mencintainya?” Tanya Appa dengan tatapan seriusnya. Aku langsung mengangguk tanpa berpikir sama sekali. “ Sayangi dia sebagai adikmu. Appa sangat menyayangi Eomma Airin.” Ia menjawab lagi dan langsung pergi meninggalkanku.
            Aku terdiam di bangkuku. Aku terus bertanya-tanya sendiri di pikiranku, apakah aku yang egois atau Appa yang egois? Tidak bisakah aku mencintai Airin dengan sepenuh hatiku? Tetapi aku tahu, Appa memikirkan segalanya yang terbaik untuk kami, walaupun itu sedikit menyakitkan.
            Aku berjalan lunglai menuju halte bus, aku ingin duduk dan menceritakan segala masalahku kepada Eomma di pemakaman. Aku ingin menangis di depan Eomma agar iapun tahu kalau aku sedang bersedih karena seorang wanita.
            Di pemakaman aku benar-benar menangis, aku menumpahkan seluruh perasaan yang ingin kukeluarkan sejak lama. Aku menangis sejadinya tidak peduli dengan orang-orang yang menatapku bingung. “ Eomma, apakah surga itu indah?” Aku bertanya asal. “ Bolehkah aku kesana? Aku ingin bertemu denganmu, dan mungkin aku bisa melepas Airin di sana. Bolehkah?” Aku melanjutkan perkataanku sambil mengeluarkan air mata lagi.
            Aku kembali ke rumah sakit dengan mata sangat sembab. Aku memasuki ruangan Airin, Appa dan Eomma Airin masih duduk berdua. Eomma Airin tampak masih terus menangis, apa yang terjadi dengan Airin?
            “ Appa, wae?” Aku menatap Appa meminta penjelasan.
            “ Kanker yang sudah lama bersarang di otaknya bertambah parah.” Appa menjelaskan sambil memeluk Eomma Airin.
            Aku menatap Airin yang masih tertidur, aku menghampirinya. Aku membelai rambutnya lembut, aku mencium ujung keningnya. Aku menangis ketika aku menciumnya. Aku memeluknya erat. Aku menangis ketika memeluknya.
            Tiba-tiba dadaku terasa sangat sakit. Aku memegangi dadaku yang sakit, aku menahan sesak di dadaku agar Appa tidak menyadarinya. Tetapi aku tidak bisa berbohong, “ Appa, napasku begitu menyakitkan.” Ucapku dengan napas terengah-engah.
            “ Kris-ahh, asmamu kambuh?” Appa langsung menahan badanku yang sedikit lemas.
            Eomma Airin memelukku dan membuat badanku tertidur di sampingnya. Appa pergi keluar sepertinya ia akan mengambilkan alat bantu napasku. Pelukan Eomma Airin begitu lembut, “ Eomma~” Mulutku mengeluarkan kata-kata tanpa aku perintah sama sekali.
            Eomma Airin merapikan poni yang menghalangi mataku. Dia memelukku hangat seperti Eomma memelukku dulu. Appa datang dan langsung memasangkan alat bantu napasku. Napasku terasa lebih nyaman lagi sekarang.
***
            Hari ini aku datang ke rumah sakit untuk menemani Airin yang sudah sadarkan diri. Aku menghabiskan waktu bersamanya. Pertama, ia mengajakku untuk bercengkerama di taman rumah sakit. Kami membicarakan banyak hal, dari hal penting sampai tidak penting.
            Esoknya aku datang ke rumah sakit lagi. Aku membawakan kue ulang tahun dengan warna merah jambu kesukaannya. Hari ini ia berulang tahun tepat di umur ketujuh belas. Ia tampak gembira, begitu juga Appa dan Eomma.
            Hari ketiga kami kabur dari rumah sakit dengan bantuan Appa dan Eomma. Kami pergi ke tempat biasanya kami pergi. Ia tertawa lepas meskipun wajahnya sangat pucat. Aku ikut tertawa bersamanya.
            Hari ketujuh, Airin mengajakku untuk mengobrol berdua. Sepertinya suatu hal yang sangat penting. “ Oppa, sepertinya aku bisa menerimamu sebagai Oppaku. Biarkan mereka berdua bahagia.” Airin menggandeng tanganku. “ Jika aku pergi, kau harus melepasku agar kau tidak menangis. Arraseo?” lanjutnya mempererat gandengannya.
            Hari kedelapan aku tidak ke rumah sakit. Aku harus berlatih untuk pentas di sekolah nanti. Tetapi Airin, Appa, dan Eomma menontonku latihan.
            Minggu keempat aku pentas di sekolah. Airin, Appa, dan Eomma menyaksikan penampilanku. Meskipun rambut Airin sudah habis karena kemotherapy, ia tetap menyemangatiku dengan suara lembutnya. Di mataku ia tetap yeoja tercantik yang pernah aku kenal.
            Ketika kami hendak pulang dari sekolah, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan dua yeoja dengan sedikit berbisik. “ Bukankah Kris Oppa sangat tampan? Kenapa ia begitu mencintai Airin? Lihatlah dia, mengkhawatirkan.” Aku menarik lengan yeoja yang tadi menghina Airin.
            “ memang aku tampan. Kenapa aku begitu mencintai Airin? Karena dia adikku!” Ucapku kencang.
            Airin langsung menarikku. Di mobil, Airin menatapku dengan puppy eyes yang dibuat semanis mungkin olehnya. “ Mwoya?” Aku merasa terusik dengan tatapannya itu.
            “ Kris-ahh, kau terlihat sangat tampan tadi.” Eomma menatapku sambil tersenyum bahagia.
            “ Gomawo, Eomma.” Balasku sambil merangkul Airin agar ia menghentikan puppy eyesnya.
            “ Seperti Appanya bukan?” Appa mengeluarkan suara.
            “ Airin, apa yang kau mau? Eoh?” Aku masih terusik dengan tatapannya.
            “ Ucapkan yang kau katakan pada Hyemi tadi sekali lagi.” Airin merangkulku dengan tatapan meminta.
            Aku menarik napas untuk mengulang setiap perkataan yang kuucapkan tadi, “ Aku mencintai Airin karena ia adikku. Kau puas?” Aku menghentikan perkataanku dan menggunakan earphoneku.
***
            Tiba-tiba keadaan Airin melemah. Tetapi tangannya masih menggenggam tanganku erat. Eomma langsung memanggil dokter. Aku masih duduk dan menatap Airin dalam. Airin terlihat sangat cantik sekarang, senyumnya masih memancar walaupun ia kesakitan, air matanya terus mengalir menahan rasa sakit yang ia rasakan.
            Aku, Appa, dan Eomma dipaksa keluar ruangan. Dokter akan segera mengambil tindakan kepada Airin. Di luar ruangan aku tidak bisa duduk tenang. Aku mengintip Airin dari balik jendela. Mataku menangkap monitor yang menunjukan kalau sudah tidak ada kehidupan pada raga Airin. Aku semakin ketakutan, aku kembali duduk di samping Eomma. Tapi aku tidak bisa berdiam diri, aku menatap Airin dari jendela lagi. Appa memegang tanganku dan menyuruhku untuk duduk dengan tenang. Aku duduk dengan pikiran yang sangat kacau.
            Dokter keluar dengan wajah yang bisa menggambarkan suatu kesedihan. Aku langsung masuk ke dalam ruangan. “ Airin sudah pergi, Kris-ahh.” Appa menepuk pundakku agar aku sadar dari lamunanku.
            Aku menggenggam tangan kecil Airin. Seorang yeoja yang dulu aku cintai sebagai kekasihku, dan kini aku menyayanginya sebagai adikku benar-benar pergi dari kehidupanku. Aku menahan tangisku dengan menggigit bibirku, tapi aku tidak bisa menahannya sama sekali. Aku menangis dengan sangat kencang.
            “ Kris-ahh, kau harus baca ini.” Appa menyerahkan sepucuk kertas berwarna merah jambu dari tangannya.
###
            Kris Oppa, uljjimma~ Aku benar-benar mencintaimu. Semua orang pasti akan pergi ke dunia lain pada waktunya. Dan sekarang adalah waktunya aku untuk pergi. Semoga aku bisa pergi ke surga dan menemui Eommamu. Aku akan mengatakan pada Eommamu bahwa aku sudah bertemu dengan malaikat kecilnya yang berwajah sangat tampan. Dan aku akan memberitahunya, kalau Appamu sangat mencintainya.
            Kris Oppa, kau di sana? Hentikan tangismu karena aku mencintaimu. Berjanjilah padaku kau akan melepasku. Aku tahu kau sangat mencintaiku. Karena itu, agar aku bahagia kau harus bahagia juga. Oppa, aku sudah mencintaimu seumur hidupku. Entah sebagai kekasihku atau sebagai Oppaku. Oppa, kau tidak boleh lemah hanya karena aku. Aku lemah bukan karenamu kan? Atau aku harus menghubungi temanku Tao, agar kau bisa wushu? Oppa, jangan lemah.
            Kris Oppa, apakah kau benar-benar mencintaiku? Kalau begitu, biarkan Eomma dan Appa mengikat janji suci di atas altar sana. Eomma orang yang baik, jadi kau bisa menganggap Eommaku sebagai Eommamu juga. Katakan pada Appamu, kalau aku sangat menyayanginya! Appa orang yang sangat baik, dia sangat mirip denganmu. Aku mencintai kalian~
            Kau ingat, aku mempunyai anjing kecil dengan pita berwarna merah jambu di rumah? Itu pemberianmu kan? Jagalah dia, aku mohon. Aku mencintainya juga. Katakan pada teman-teman di sekolah, kalau aku ini adikmu. Aku mohon~^^
            Oppa, uljjimma. Jeongmal saranghaeyo.
###
            Aku menangis lalu menatap Appa dan Eomma yang berada di belakangku. Eomma sedang menangis dengan kencangnya melepas kepergian anaknya. Aku tidak tahan melihat tangis Eomma, aku langsung memeluk Eomma agar ia tidak menangis lagi. “ Eomma, saranghae~” Aku membisikan kata-kata itu di telinganya.
***
            Dua pasangan dengan tuxedo dan gaun berwarna putih itu menaiki altar dengan senyuman yang sangat bahagia. Aku menatap keduanya bahagia juga dari tempatku duduk. Appa dan Eomma akan mengikat cinta mereka hari ini dengan janji sehidup semati.
            Aku menatap piano putih, yang kuingat alat musik kesukaan Airin. Entah ini adalah khayalanku atau bukan, aku melihat sosok Airin sedang memainkan piano dengan sangat gembira. Aku tersenyum, ia juga tersenyum. Airin, aku mencintaimu walaupun aku berat melepasmu.
~~ FINISH ~~


Sunday 2 February 2014

My Love Your Laugh

My Love your Laugh
Author            : JongYi Hope Angel
Title                : My Love your Laugh
Genre             : Romance, sad, angst
Length            : Oneshoot
Main Cast      :
*    Jung Hoseok
*    Park Ah Rin
Other Cast     :
*    Park In Hee
*    Jin
Rating            : T
Disclaimer      : Don’t copast! Arra? Inspiration isn’t come easily! Arraseo?!
“ It’s because I love your laugh~” – Jung Hoseok
Jung Hoseok POV
         Aku tatap yeoja yang sedang asyik tertawa bersama teman-temannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi tawa yang ia keluarkan begitu lepas. Matanya semakin ditelan oleh pipinya yang chubby karena tawanya. Giginya yang rapi terlihat begitu jelas dari tempatku melihatnya. Aku juga bingung, kenapa tawanya begitu membuatku tertarik.
         Dengan senyum sumringah yeoja itu berjalan menuju temannya yang lain. Namja ketua kelas yang sedang muram itu diajaknya ngobrol sampai ia ikut tertawa lepas dengan yeoja itu. lagi-lagi aku senang melihatnya.
         Dia Airin. Park Ah Rin. yeoja yang selalu bahagia, aku yakin dia tidak pernah punya masalah sama sekali. aku harus mengakuinya, aku menyukainya. Dia yeoja yang sempurna di mataku.
         Waktu itu, tepat minggu pertama kami memasuki sekolah. tepat waktu itu juga aku sedang sakit hati karena hubungan~ ah sudahlah. Yang jelas waktu itu aku sedang patah hati. Airin berjalan mendekatiku lalu menatapku. Dia membiarkanku untuk mencurahkan seluruh isi hatiku kepadanya. Bahkan dia mengizinkanku untuk menganggapnya sebagai orang yang menyakitiku. Jujur saja, aku sangat nyaman ketika dia menyuruhku waktu itu. setelah aku banyak bicara tentang rasa sakit itu, aku langsung memeluknya karena aku benar-benar menganggapnya orang itu. sungguh memalukan.
         Aku masih asyik dengan ingatanku setahun lalu, tiba-tiba kegaduhan terjadi di depan kelas. Aku langsung berlari ke depan kelas karena aku curiga.
         “ Airin wae?” aku menepuk wajah Airin pelan sambil bertanya kepada si ketua kelas.
         “ tadi dia sedang asyik menyanyi di depan kelas. Dan beginilah dia sekarang.” Dia menjelaskan sambil memberikanku minyak kayu putih di tangannya.
         Wajah Airin terlihat lebih dekat. Jantungku berdebar lebih kencang, mataku tidak bisa berkedip. Napaspun rasanya tertahan. Airin, Airin, Airin. Otakku dipenuhi oleh wajah dan juga namanya.
         “ Bagaimana kalau aku panggilkan In Hee Noona?” saran seorang murid yang dari tadi berdiri di belakang.
         “ Ppalli!” aku berteriak sambil menempatkan kepalanya di pangkuanku.
         “ Kalian bukalah buku matematika! Sonsaengnim tidak akan masuk! Cepat duduk!” ucap ketua kelas mengusir murid lain yang masih mengerubuni Airin.
         Aku masih menatap wajah Airin intens. Hidungnya kecil, pipinya chubby, kulitnya putih bersih, shadow tipis terlihat di kedua pipinya, bulu matanya lentik, alisnya juga terbentuk. Sosok yang cukup cantik untukku. Aku merapikan poninya yang menutupi matanya. Dia terlihat lebih cantik jika dilihat dari sini.
         Aku melirik pintu yang dibuka dari luar. Mereka In Hee Noona dan Jin Hyung. In Hee Noona terlihat sangat tenang lalu mengambil alat bantu napas yang berada di tas Airin. Wajahnya terlihat angkuh namun tetap melukiskan keramahannya. Jin Hyung ikut duduk di sampingku. “ Kau kekasihnya?” sapa Jin Hyung sambil menatapku yang masih membelai rambut Airin.
         “ Aniyo. aku hanya peduli padanya.” Aku menutupi perasaanku dengan menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
         “ tapi kau pantas. Bagaimana dia di kelas?” Jin Hyung bertanya seolah-olah dia menyukai Airin. Kenapa rasanya aku cemburu. “ Kau pikir aku menyukainya? Aku sangat menyukainya!” canda Jin Hyung sambil tertawa.
         In Hee Noona masih memasang alat bantu napas Airin, dia mengelus lembut pipi Airin. Aku ingin seperti mereka, hubungan adik kakak yang sangat dekat. Tsk. Tidak seperti hubunganku dengan Hyung. Aish.
         “ Airin-ahh, gwaenchana?” In Hee Noona langsung bertanya setelah Airin terbangun. “ Bawa ini selalu di sakumu! Aigoo, aku dan Jin Oppa sampai membolos untukmu.” Dia melanjutkan sambil menjitak kepala Airin.
         “ YA! Eonnie-ya, appoyo.” Airin mengelus kepalanya. “ Hoseok? Kenapa kau di sini?” Airin membulatkan matanya meskipun di mataku itu masih terlihat sangat sipit.
         Aku tersenyum menutupi kegugupanku. “ Aku membalas kebaikanmu.” Aku masih memasang senyumku.
         “ Kami kembali.” In Hee Noona dan Jin Hyung melangkah keluar. “ Istirahat nanti kita harus ke kantin bersama, Hoseok-ssi.” Jin Hyung melanjutkan sambil melambaikan tangan.
         Aku mengangguk kecil sambil merapikan poniku. aku melangkah kembali ke bangkuku dengan memasukan kedua tanganku ke dalam saku. Tiba-tiba sebuah tangan kecil sudah merangkul tangan kananku. Aish, jantungku berdebar kencang lagi.
         “ gomawo.” Ucap Airin sambil mengecup kecil pipiku. “ Aku tidak akan pernah melupakannya sampai kututup mata.” Airin tersenyum kecil.
         DEG. Jantungku lagi-lagi berdegup sangat kencang. Airin, kumohon buat aku kembali ke dunia ini. Aku tidak bisa kembali karena rasaku padamu. “ Bukan apa-apa.” Teruslah rangkul aku seperti ini, jangan pernah melepasnya.
         Airin melepas rangkulannya lalu kembali duduk di bangkunya. Tetapi lucunya, dia menyentuh bibirnya. Mungkin dia juga takkan menyangka kalau dia akan menciumku. “ Airin!” panggilku sambil menunjukan pipi kananku yang tadi disentuh dengan bibirnya. Pipi Airin terlihat lebih merah, cantik sekali.
***
         “ Hyung!” aku memanggil Jin Hyung yang sedang duduk sendiri di pojok kantin.
         “ Hoseok! Ppali ppali.” Jin Hyung melambaikan tangannya lagi.
         Aku melangkah cepat mendekati Jin Hyung, “ Tumben sekali kau mengajakku makan bersama.” Aku duduk sambil menaruh piringku.
         “ Bagaimana Airin di kelas?” tanya Jin Hyung untuk kedua kalinya.
         “ Wae? Terus saja tanyakan itu!” Aku melahap kentangku sekaligus.
         “ Beritahu saja!” Jin Hyung menjitak kepalaku.
         “ Arra. Airin, dia periang, selalu membuat orang lain bahagia sampai dia lupa kalau diapun tidak bahagia.” Jelasku sedetail mungkin.
         “ Apa dia memberitahumu tentang dirinya?” Jin bertanya lebih kalem dari sebelumnya. Aku mengangkat sebelah mataku sebagai kode kalau aku tidak tahu. “ Jeoneun In Hee namjachinguya. Jadi aku pasti tahu segala sesuatu tentang In Hee dan Airin.” Jin Hyung menaruh sendoknya dulu.
         “ Arraseo. Ada masalah yang lebih berarti dari ini?” aku ikut menaruh sendokku.
         “ Dia sakit. Apa kau tidak melihat wajahnya yang sangat pucat?” aku mengingat kembali setiap lekuk wajahnya. Benar, wajahnya sangat pucat.
         “ tunggu, kenapa kau memberitahuku tentang ini?” Aku bertanya sambil membenarkan poniku.
         “ Karena Airin orang yang tertutup! Meskipun dia periang, dia mempunyai banyak masalah di rumahnya.” Jin Hyung setengah berteriak. “ Ah, aku juga yakin kau menyukainya.” Jin Hyung beranjak dari kursinya.
         “ Hyung, kenapa kau sangat mempercayaiku?” Aku masih menghujaninya dengan pertanyaanku.
         “ Perlukah kau tahu?” jawabnya masih terus berjalan.
         Aku menatap Jin Hyung yang semakin lama semakin menghilang dari pandanganku. Aku masih mencerna kata-kata Jin Hyung mengenai penyakit Airin. Sakit? Bagaimana bisa dia menutupi penyakitnya dari teman-teman sekelasnya? Terlalu baik untuk dikatakan.
         Aku melangkah keluar kantin sambil asyik memainkan gadgetku. Aku mencari tahu apa yang terjadi pada Airin, apa penyakitnya parah atau tidak. Apa itu bisa mengganggu hidupnya, apa itu bisa membuatnya berhenti selalu senang, atau itu bisa membuatnya berhenti membuat orang lain tersenyum.
         Airin yeoja yang kuat menurutku. Dia tetap senang walau dia sedang sakit, dia tetap tertawa riang walau fisiknya berkata lain. Semakin besarlah rasaku untuk menyayanginya sepenuh hati. Airin, Airin, dan Airin.
         “ Omo.” Pekikku ketika aku dan Airin bertabrakan.
         “ Hoseok, gwaenchanayo?” Sambar Airin langsung menatapku.
         “ Tarrawa.” Aku menggenggam tangan Airin agar ia mengikuti langkahku.
         “ Mwoya?” Airin sedikit terkejut dengan perlakuanku.
         Aku tetap melangkah tanpa memedulikan Airin yang masih mengoceh. Bahkan genggamanku semakin kuat aku cengkram. Perlahan, tangannya mulai membalas genggamanku. Airin terus genggam aku seperti ini, aku mencintaimu.
         Di taman sekolah, aku belum berani memulai pembicaraan. Jantungku masih belum bisa kuatur, napasku masih terengah-engah. Gurrae, aku akan memulainya sekarang.
         “ kau sakit?” tanpa ba bi bu aku langsung bertanya kepadanya.
         “ aniyo.” Airin menggelengkan kepalanya.
         “ Apa sakitmu parah?” aku masih bertanya walaupun Airin masih berkata tidak.
         “ Ani. Aku tidak sakit.” Airin masih terus berbohong.
         “ Kau berbohong.” Tanpa mendengar kelanjutan penjelasan Airin aku langsung memeluk Airin.
         Entah ada setan apa yang membuatku langsung menumpahkan air mataku ketika aku ada di pelukan Airin. “ Hoseok-ssi~” Ucap Airin seperti berbisik. Aku masih terus memeluknya, Airin tidak mau membalasnya sama sekali.
         “ Kenapa kau tidak memberitahuku kalau selama ini kau sakit? Eoh?” aku melepas pelukanku lalu mengelus pipinya lembut.
         “ Untuk apa aku memberitahumu?” Airin membalas asal. “ Darimana kau bisa tahu tentang penyakitku?” ia malah balik bertanya.
         “ Kau tidak usah tahu.” Balasku sambil tersenyum.
         “ Kalau begitu, kau juga tidak usah tahu penyakitku.” Airin membalas senyumku sedikit sinis. “ berpura-puralah kalau kau tidak tahu apapun tentangku.” Dia melanjutkan kata-katanya yang sebenarnya membuatku sakit hati.
         “ Maksudmu?” aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal.
         “ Lupakan apapun yang kau tahu tentangku!” Airin berteriak lalu langsung berlari.
         “ Gurrae! Aku tidak tahu apapun tentangmu! Tidak!” Aku berteriak sambil menggenggam tangannya erat. “ Gereom, kau harus tahu tentang perasaanku. Aku benar-benar menyayangimu. Walaupun aku berpura-pura tidak tahu apa-apa tentangmu, aku akan selalu melindungimu dengan sepenuh hatiku.” Lagi-lagi rasanya aku ingin menangis.
         “ Mian.” Airin sempat menyentuh pipiku pelan lalu berlalu begitu saja.
         Aku terdiam menatap Airin yang masih terus melangkah, perlahan langkahnya mulai gusar. Aku berusaha mengejarnya, namun Jin Hyung sudah ada di sampingnya tepat Airin akan terjatuh karena tubuhnya yang lemah. Jin Hyung menatap ke arahku dengan senyumannya, mungkin maksudnya memberikanku kode agar aku tidak panik.
***
         Setiap kali aku bertemu dengan Airin, Airin langsung mengalihkan perhatiannya kepada yang lain. Bagaimana aku bisa seperti ini selama tiga hari ini? Airin benar-benar berbeda dari sebelumnya. Akhir-akhir ini Airin sering tidak sadarkan diri di kelas. Itu yang membuatku agak sedikit cemas.
         Hari ini ada jam tambahan malam. Mau tak mau, kami harus mengikuti kelas ini meskipun kami mengantuk. Jeda antara jam pulang sampai jam tambahan kira-kira tiga jam. Apa yang akan aku lakukan?
         Aku menatap Airin dari bangkuku. Kebetulan Airin selalu mengambil bangku paling depan, sedangkan aku lebih suka duduk di belakang. Satu per satu murid keluar kelas untuk mencari makan malam ataupun hanya untuk bermain di luar.
         “ Kau tidak ikut bermain bersama kami?” Sapa ketua kelas menepuk punggungku kecil.
         “ Kau pergi saja.” Aku memaksakan senyumku.
         Aku tatap kembali Airin yang sedang tertidur pulas di bangkunya. Tangannya menggenggam perutnya, wajahnya menghadap tepat ke jendela. Aku tidak bisa melihat wajahnya.
         Ketika aku yakin Airin benar-benar tertidur, aku memberanikan diri untuk duduk di sampingnya. tanganku mengusap lembut rambutnya. Aku membenarkan alat bantu napas Airin yang terjatuh di bawah meja. Sepertinya napas Airin menjadi lebih berat ketika tidur tanpa alat bantu napas itu. benar saja, wajahnya sangat pucat.
         Baru selangkah aku melangkah dari bangkunya untuk membelikan dia makanan, Airin menggenggam tanganku. “ Eonnie, mian.” Tiba-tiba mulutnya mengeluarkan beberapa patah kata yang membuatku tertegun sebentar.
         “ Apa kau sedang ada masalah?” Aku membungkukan badanku untuk memudahkanku mengobrol dengan Airin.
         “ Eonnie, kau tidak perlu bekerja sampai larut malam untukku. Mian.” Dia melanjutkan dengan air mata yang keluar begitu saja. “ Eonnie, mian.” Airin masih terus saja menangis.
         Aku tidak tega melihat Airin yang sangat rapuh, aku kembali duduk di samping Airin. Aku rangkul pelan tubuh Airin. Airin babo-ya, bagaimana kau bisa tetap tersenyum padahal masalahmu banyak? Bagaimana kau bisa membiarkan yang lain bisa menghadapi masalah sedangkan kau sendiri tidak bisa?
         Ponselku berdering, dengan gerakan cepat aku langsung mengangkatnya. “ Yoboseyo, Jin Hyung?” sapaku duluan.
         “ Yoboseyo. Bisakah kita bertemu di aula?” Ucap yang di seberang sana.
         “ ne, hyung. Chankanmaneyo~” Aku membalas dan langsung menutup telepon.
         Aku melepas jasku untuk menyelimuti Airin. Aku langsung berlari ke aula untuk menemui Jin Hyung. Sepertinya dia sedang sendiri tanpa ditemani In Hee Noona. Atau dia sedang ada sedikit masalah, jadi dia ingin bercerita.
***
         “ In Hee sering tertidur di kelas sekarang. Wajahnya pucat, tubuhnya lebih kurus. Dia tampak tidak sehat.” Jin Hyung bercerita dengan tatapan datar menatap panggung aula yang kosong.
         Aku berpikir, mengingat, dan mencerna. Apa Ini ada hubungannya dengan yang Airin katakan tadi? “ Hyung. Tadi Aku mendengar Airin selalu meminta maaf kepada In Hee Noona. Dia meminta maaf karena membiarkan In Hee Noona bekerja sampai larut untuknya.” Jelasku sambil mengingat ucapan Airin.
         Jin Hyung menatapku sekarang. Dia seperti ingin bertanya lagi namun tidak bisa ia keluarkan sama sekali. Jin Hyung langsung melangkah keluar aula melewati pintu belakang. Aku hanya terdiam ketika aku melihat In Hee Noona memasuki aula melewati pintu depan.
         “ Noona!” Panggilku sambil mengejarnya karena In Hee Noona langsung berlari.
         Dengan gerakan cepat aku sudah bisa menggenggam tangannya. “ Jelaskan.” Pintaku langsung.
         “ Apa yang harus kau ketahui dariku?” In Hee Noona membalas dengan kata-kata yang sama pedasnya dengan Airin.
         “ Aku tidak akan melepasmu sampai kau mau bercerita kepadaku.” Aku mengeratkan peganganku.
         “ Arra. Lepaskan aku, baru aku akan bercerita.” In Hee Noona menatap tanganku yang terlalu kuat menggenggamnya.
         Aku dan In Hee Noona berjalan menulusuri koridor. In Hee Noona menceritakan masalah-masalah yang sedang menimpa mereka sekarang. In Hee Noona menangis ketika menceritakan semua masalahnya. “ Noona, kenapa kau menghindar dari Jin Hyung?” Aku bertanya sambil menatap In Hee Noona.
         “ Aku takut dia akan membantuku dan masuk ke lubang masalahku.” In Hee Noona tersenyum dengan air mata yang masih terus mengalir. “ Waktu itu aku menceritakan masalahku, tapi karena itu pula dia jadi terluka. Aku tidak bisa.” Dia melanjutkan sambil menghapus air matanya sendiri.
         Dari cerita In Hee Noona tadi aku bisa menyimpulkan masalah yang sedang menimpanya. In Hee Noona meminta uang kepada Appanya untuk pengobatan Airin. Tapi istri barunya selalu menghalangi mereka dan mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya. Airin baru akan menjalani operasi setelah dana awal terkumpul, itu yang membuat In Hee Noona bekerja sampai larut.
         “ Mungkin karena pekerjaanku, sudah tidak ada waktu lagi untukku duduk manis bersama Jin Oppa.” In Hee Noona melanjutkan.
         “ In Hee-ya~” dari belakang kami kudengar suara Jin Hyung memenuhi telingaku.
         Aku pergi meninggalkan mereka untuk menyelesaikan masalah mereka berdua.
Author POV
         “ Jangan pergi dariku, In Hee-ya~ Nan jeongmal saranghae~ Saranghaeyo~” Jin mengeluarkan kata-katanya dengan air mata keluar dari matanya.
         “ Oppa~” Tangis In Hee pecah bersama dengan air mata Jin. “ Oppa, mian. Tapi aku tidak bisa. Mian.” In Hee melanjutkan dengan air matanya yang masih terus keluar.
         “ In Hee-ya, gwaenchana gwaenchana gwaenchana.” Jin langsung memeluk In Hee tanpa mau melepasnya sangat kencang seolah-olah In Hee akan pergi besok. “ Aku masih punya uang di tabunganku, gunakanlah~ Tabungan yang selama ini aku kumpulkan memang digunakan untuk kita berdua. gunakanlah~” Jin masih memeluk In Hee.
         “ Oppa~ Aku tidak ingin membebanimu. Oppa~” In Hee masih terus menangis.
         “ Nan gwaenchana. Pakai saja, aku tidak apa-apa.” Jin mengecup pelan dahi In Hee.
         Jin dan In Hee masih saling berpelukan di koridor sekolah. Jika tahun ini mereka lulus, berarti hanya tinggal satu bulan lagi mereka akan berpisah. Jin akan bersekolah keluar Korea sana, sedangkan In Hee akan di Korea meneruskan kemampuannya dalam mendesign baju.
Jung Hoseok POV
         Aku masuk ke dalam kelas lagi. Tepat ketika aku memasuki kelas, Airin berlari keluar kelas sambil menutupi mulutnya. Aku langsung mengejarnya, takut sesuatu terjadi pada Airin.
         Airin memasuki toilet. Cukup lama ia di dalam sana sampai kami harus tertinggal satu jam pertama tambahan. Baru saja aku akan mengetuk pintu, Airin keluar dari toilet dengan wajahnya yang pucat. Badannya melemah dan langsung tak sadarkan diri tepat di pelukanku.
         Aku panik. Aku cemas. Aku khawatir. Aku langsung menggendongnya untuk mendapat perawatan dari suster di ruang kesehatan.
         Di belakangku In Hee Noona dan Jin Hyung sudah ikut menunggu. In Hee Noona tampak panik. Tangannya terus dikepal di depan wajahnya. Jin Hyung langsung menggenggam tangan In Hee Noona yang masih terus dikepalnya. “ Gwaenchana.” Ucap Jin Hyung menatap In Hee Noona.
         Kedua orang ini membuatku semakin ingin menjadi kekasih Airin. Kapan Airin menjadi yeojaku. Aku masih diam ketika kurasakan seseorang menarikku kencang sehingga aku tertarik pergi.
         “ YA!” aku berteriak sambil melepas tangannya yang terus menarikku kuat. “ Hyung?” ucapku ketika aku menyadari Yonghwa Hyung yang menarik tanganku.
         “ kau terkejut aku bisa datang ke sekolahmu? Eoh?” dia berkata dengan sinis.
         “ Untuk apa kau kemari?” Aku membalasnya sama sinisnya.
         “ YA! Kembalikan uangku! Kenapa kau selalu mengambilnya?!” Yonghwa hyung berteriak sambil menampar dan menghujaniku dengan pukulannya yang kencang.
         “ HYUNG! AKU YANG MENGUMPULKAN UANG ITU! JUSTRU KAU YANG MENGHABISKAN UANGKU, HYUNG!” ucapku dengan suara sedikit bergetar. Antara takut dan ingin menangis.
         Yonghwa adalah hyungku. Aku sangat menyayanginya karena aku adiknya. Entah sajak kapan dan sampai kapan dia akan membenciku. Entah sejak kapan pula aku menangis di hadapannya.
         “ Hyung, kenapa kau selalu membenciku? Apa kau tidak ingat aku ini adik yang selalu bersamamu sejak kecil? Eoh?” aku berkata masih dengan air mata yang keluar begitu saja dari mataku.
         “ Kenapa? Kau masih bertanya kepadaku kenapa? Apa kau tidak menyadarinya, Appa selalu menganggapmu lebih hebat dariku! Sampai sekarang, bodoh!” Dia berteriak sambil menempeleng kepalaku kencang.
         “ Hyung! Itu sudah berlalu! Kenapa kau begitu kasar kepadaku, Hyung? Wae? Wae? Wae?” tangisku semakin kencang sama kencangnya dengan bicaraku.
         Baru aku melihat Yonghwa Hyung akan memukulku lagi, Jin Hyung datang sambil menahan tangan Yonghwa Hyung. “ YA! Kenapa kau tidak membalasnya?!” Jin Hyung menatapku sambil berteriak.
         “ Ah aku lupa ini sekolahmu, jadi pembelamu sangat banyak di sini.” Yonghwa Hyung memaksakan senyumnya.
         “ Jin Hyung, ini masalah kami~ biarkan saja sampai dia merasa puas dan senang.” Aku mengusir Jin Hyung lembut.
         Jin Hyung pergi dengan langkah bingung. Dia menatap Yonghwa Hyung tajam. Aku menatap Jin Hyung untuk memberitahu kalau aku tidak apa-apa. Jin Hyung pergi meninggalkan kami berdua lagi.
         Dengan tidak sabar Yonghwa Hyung langsung memukuliku. Rasanya sangat sakit sampai aku harus mengeluarkan air mataku. Yonghwa Hyung berhenti sebentar memukuliku karena dirinya kelelahan. “ Hyung, bunuh aku! Apa kau tidak bisa melakukan itu?” aku membalas sambil menatapnya. “ bukankah kau sangat membenciku? Apa kau akan berhenti membenciku ketika aku sudah tiada? Kalau begitu, bunuh aku Hyung! Aku sudah tidak kuat dengan kebencianmu itu Hyung! Hyung, sebenci apapun kau padaku aku tetap menyayangimu sebagai hyungku. Aku akan selalu mengingatmu sebagai hyungku yang sangat baik. Bunuh aku Hyung, aku tidak apa-apa.” Aku mengeluarkan kata-kata itu lagi-lagi dengan air mata yang deras keluar dari mataku.
         Yonghwa Hyung ikut menangis denganku. Tangannya masih terkepal kuat, pukulannya tidak ia lanjutkan. Badannya bergetar karena tangisnya. “ YA! Hoseok, kau namja! Kenapa kau menangis di depan Hyungmu?” dia berkata tanpa menyadari kalau diapun menangis. “ Aku tidak bisa membunuhmu! Tapi aku juga tidak bisa tidak membencimu!” Dia masih menangis.
         “ Hyung, wae?” aku menangis bersama dengannya.
         “ Aku tidak bisa membunuhmu karena rasa sayangku sebagai Hyungmu masih tersimpan di dalam sini!” Ucapnya sambil menepuk-nepuk dadanya. “ aku masih menganggapmu sebagai adikku! Aku masih harus melindungimu dari banyak kejahatan! Aku masih Hyungmu! Hyungmu!” tangisnya semakin kencang.
         Yonghwa Hyung memukul-mukul dirinya sendiri. Dia menangis. Dia menangis untukku. Dia memukul dirinya sendiri untukku. Aku ikut menangis bersama dengannya yang sampai duduk memukuli dirinya. “ Hajjima, Hyung!”  Aku memegangi tangannya.
         “ Apa kau ingat? Dulu aku selalu memukuli orang yang memukulimu.” Yonghwa Hyung tersenyum tipis. “ sekarang aku akan membalas orang yang memukulimu itu! orang itu brengsek sekali, dia sudah memukuli adikku.” Yonghwa Hyung terus memukulinya.
         “ HYUNG! Jebal~” Aku terus menggenggam erat tangan Yonghwa Hyung.
         Setidaknya, Yonghwa Hyung sudah menyadari kalau aku ini adiknya. Setidaknya dia adalah Hyung yang terbaik untukku. Dia adalah orang yang akan selalu melindungiku. Dia adalah Hyung yang terhebat. “ Gomawo Hyung.” Aku tersenyum.
***
         Tiga hari sudah Airin tidak masuk sekolah. kata Jin Hyung, akhirnya Airin mengambil operasinya. Tapi kemungkinannya dia akan tetap hidup hanya 10%. Tapi setidaknya dia masih punya kesempatan untuk hidup.
         “ Kau tidak ke rumah sakit?” lagi-lagi ketua kelas datang tiba-tiba.
         “ Sekarang?” aku bertanya sambil menatap ketua kelas.
         “ Kau tidak ingin kehilangan dia bukan? Pergilah! Jangan lupa, titipkan salam dari aku dan anak-anak lainnya.” Ketua kelas memakaikan jas yang kutaruh di mejaku. “ Ka.” Dia mendorongku.
         Aku berlari keluar sekolah lewat gerbang belakang. Aku kendarai motorku dengan kencang, aku harus cepat-cepat ke rumah sakit. Benar kata ketua kelas, aku tidak bisa kehilangan dia. Airin, aku tidak akan kehilanganmu.
         Aku memasuki rumah sakit dengan gerakan cepat, aku mencari kamar Airin. Aku mendapati Airin akan memasuki ruang operasi.
         “ Airin-ahh!” Aku berteriak untuk menghentikan Airin agar dia tidak masuk ke ruang operasi dulu.
         “ Hoseok?” Airin menatapku dengan senyumnya yang terus dipasang di bibirnya.
         “ Panggil aku Oppa. Kau yakin tidak akan apa-apa?” Aku menggenggam tangan Airin kencang.
         “ Gwaenchanayo, Oppa.” Airin masih saja tersenyum. “ Aku berjanji untuk tetap di dunia ini untukmu juga.” Airin mengelus pipiku pelan. “ Saranghae.”
         Aku menangis mendengar kata-kata terakhr darinya. Aku takut. Aku mengecup bibir Airin yang masih tersenyum dari ranjangnya. Cukup lama aku mengecupnya, aku benar-benar tidak ingin kehilangannya.
         “ Aku pasti bertahan. Uljjimma~” Airin memasang senyumnya ke arahku lalu meminta suster untuk mendorongnya masuk ke dalam ruang operasi.
         “ Airin, saranghaeyo. Saranghaeyo. Saranghaeyo. Kajjimma.” Aku berkata pelan.
         In Hee Noona dan Jin Hyung memegangiku yang akan terjatuh karena tangisku. “ bertahanlah, Hoseok.” Jin Hyung memukul pelan dadaku.
         Aku menangis selama menunggunya operasi. Ya Tuhan, biarkanlah bertahan agar dia tetap bisa bersamaku. Agar aku tetap bisa melihat dan mendengar tawanya, agar aku bisa terus mencintainya di dalam hidupku.
         Satu jam. Dua jam. Tiga jam. Empat jam. Lima jam. Dokter baru keluar dari ruang operasi. “ Aku bukan Tuhan. Josonghamnida, aku tidak bisa menyelematkan Airin. Meskipun aku berusaha, Tuhan sudah berkata lain.” Tangisku langsung pecah bersama In Hee Noona yang sama-sama menangis dengan keras.
         Airin, kau meninggalkanku. Apa ini benar? Mungkin ini hanya mimpi. Cubit aku. Ini mimpi. Ini hanya mimpi! AIRIN! Kau meninggalkanku? Wae? AIRIN! ANIYO!
***
Author POV
         In Hee, Jin, Hoseok, Yonghwa, dan teman-teman sekelas Airin mengantar Airin menuju tempat peristirahatan terakhir Airin. Tangis mereka menjadi satu dalam satu naungan langit yang sama.
         Dari semua yang menangis, Hoseok menangis sampai ia memeluk nisan Airin. Teman-temannya sudah menyuruhnya untuk melepas Airin. Tapi tetap saja tidak bisa. Yonghwa menepuk punggung Hoseok, “ Dia sudah tahu kalau kau mencintainya. Biarkan dia tenang di atas sana, arraseo?” Tangisnya semakin kencang. Mahkota bunga tulip di tangan Hoseok satu per satu berguguran.
         “ Hyung, Noona, Airin sangat berarti untukku. Kenapa dia meninggalkan aku? Aku baru mengetahui kalau dia juga mencintaiku. Kenapa dia pergi meninggalkanku lebih dulu?” Hoseok menatap In Hee, Jin, Yonghwa satu per satu.
         “ Kami juga kehilangannya. Kita harus melepasnya Hoseok. Airin mencintaimu. Cintanya akan selalu tumbuh di hatimu.” Jin meyakinkan Hoseok meskipun ia juga menangis seperti Hoseok.

         Because of your laugh, I love you so. I can’t let you go but I must. My Love your Laugh. Airin, you’re our everything.