Tuesday 18 February 2014

I Can't Let You Go

I Cant let you go
Author            : JongYi Hope Angel (I.)
Title                : I Can’t Let You Go
Genre             : Romance, sad
Length            : Oneshoot
Main Cast      :
*     Park Ah Rin aka Airin
*     Wu Yi Fan aka Kris
Other Cast     : Find it with yourself^^
Disclaimer      : Don’t copast if you take it without any credit! Inspiration isn’t come easily! Happy reading, sista!
“ You are the one who can make me can’t breath.” – Wu Yi Fan
Park Ah Rin POV
            Aku terus melangkahkan kakiku dengan malas. Entah kenapa aku sangat malas untuk datang ke sekolah akhir-akhir ini. Aku tidak tahu apa yang membuatku sangat malas melihat lelaki itu di sekolahku. Mungkin karena aku menyukainya jadi aku sangat membencinya.
            Dia selalu menjadi orang pertama yang datang kepadaku ketika aku sedang bersedih. Dia selalu duduk di sampingku dengan wajah dinginnya untuk mendengar cerita-ceritaku yang tidak penting sama sekali. Dialah satu-satunya lelaki yang dengan berani melindungiku dari segala bahaya. Tetapi aku membencinya.
            Entah apa yang membuatku membenci orang yang sangat kusayangi itu. Entah kenapa aku malah membencinya, padahal kesalahan ini bukanlah kesalahannya sama sekali. Tapi aku harus membencinya dan melupakannya.
            “ Berjalan sendiri? Tidak takut?” Tiba-tiba suara itu terdengar lagi di telingaku.
            Tanpa membalasnya sama sekali, aku langsung melangkah pergi meninggalkan dirinya yang sepertinya ingin akrab lagi denganku. Aku menatap jalanan sambil mendengus dan menendang segala apapun yang ada di depanku. Kenapa harus aku yang merasakan hal seperti ini? Aku terus mengucapkan kata itu sampai gedung besar tempatku menuntut ilmu terlihat.
            Aku berjalan memasuki lorong kecil. Kelas pertama, kelas kedua, dan kelas ketiga. Di kelas ketiga mataku menangkap lelaki yang ternyata sudah berada di kelas sebelum aku. Aku terus melangkah sampai kelas keenam tempat kelasku berada.
            Dari belakang terdengar suara langkah kaki pelan. Mungkin dia Suho – ketua kelas – yang selalu datang pagi untuk melihat keadaan kelas. Tetapi perkiraanku salah. Baru aku menaruh tasku di bangkuku, sebuah tangan yang lebih besar dari tanganku itu langsung menarikku. Langkahnya terkesan sangat tergesa-gesa, wajahnya sangat dingin sehingga membuatku takut sendiri.
            Rambutku yang terurai tertabrak oleh angin, wajah terkejut yang dari tadi kututup-tutupi terpancar begitu saja. “ Lepaskan aku.” Pintaku dengan suara yang tegas.
            “ Ikuti aku.” Ucapnya lebih tegas dariku.
            Air mataku mengalir begitu saja karena rasa takutku yang lebih besar. “ Kris Oppa, jebal.” Ucapku tiba-tiba sambil menghentikan langkahku sendiri.
            “ Kau menangis?” Ia memegangi pipiku yang sudah penuh dengan air mataku. “ Tanganmu sakit?” Ia menggenggam tanganku lembut.
            “ Lepaskan.” Aku menarik tanganku dari tangan besarnya.
            Aku melangkah pergi dengan air mata yang terus mengalir dari mataku. Aku tidak tahu untuk apa aku menangis, yang jelas aku sangat ingin menangis sekarang. “ Airin wae? Neo nae yeojachingu! Kenapa kau selalu menghindariku?” teriaknya yang membuatku menghentikan langkah kakiku.
            Aku sangat ingin menjawab pertanyaannya yang sangat mengganjal hatiku. Tapi aku sudah terlanjur menangis sehingga aku tidak bisa melepaskan suaraku sama sekali. “ Apa kau sudah tidak menyayangiku?” Tanyanya sambil memegang tanganku dari belakang.
            Tiba-tiba ia memelukku dari belakang. “ Oppa, hentikan!” teriakku. “ Aku menbencimu! Aku sangat membencimu! Kenapa aku tidak bisa menyayangimu dengan sesungguhnya sebagai kekasihku, bukan Oppaku? Wae?” Aku benar-benar menangis setelah bisa melepaskan pelukannya.
            “ Airin~ Ini bukan kemauanku.” Kris mengatakan dengan suara lemahnya.
            Aku langsung berlari pergi, teman-teman kami yang dari tadi menatap kami memasang wajah mereka yang seolah-olah akan menerkamku. Aku ketakutan, semua isi hatiku yang selama ini kutahan dalam hatiku keluar dengan kasarnya.
Wu Yi Fan POV
“ Airin~ Ini bukan kemauanku.” Ucapku sedikit lirih ketika aku mengingat kejadian beberapa malam lalu.
            Aku berjalan lunglai sambil terus mengingat kejadian itu. Wajah Airin yang ditekuk waktu itu, masih bisa terlihat olehku kalau ia menangis. Berkali-kali juga aku meminta Appa untuk menghentikan keinginannya, Appa anak kecil yang kau bilang akan menjadi adikku itu kekasihku. Tetapi berkali-kali juga ia menghiraukan pembicaraanku dan langsung mengalihkan pembicaraannya.
            Aku duduk di bangkuku lalu mengambil ponsel yyang tadi kutaruh di bawah mejaku. Aku menatap lekat yeoja yang menjadi wallpaper ponselku itu dalam. Bagaimanapun juga aku tidak bisa membiarkan dia membenciku karena menyayangiku. Aku masih menatap ponselku, kali ini aku mengirimkan pesan untuk Airin yang bisa kuyakini sedang menangis sekarang. ‘Uljjimma, aku terlalu menyayangimu, jangan perintahkan aku untuk membencimu. Aku akan memperjuangan perasaanku~” ketikku sambil tersenyum tidak jelas.
            Selama pelajaran hari ini, aku tidak bisa konsentrasi sama sekali. Wajah Airin tercetak jelas di pikiranku. Senyum yang dulu selalu terpasang untukku, tawa yang selalu keluar ketika ia menatap wajahku, pipinya yang sedikit chubby dengan sedikit rona merah terus membuatku tidak bisa belajar sama sekali.
            Di rumahpun, aku terus menatap bingkai-bingkai foto yang dipenuhi dengan foto Airin. Appa baru pulang dari kantornya dan menyiapkan kopinya sendiri di dapur. “ Appa, bisakah aku bicara padamu sebentar?” aku menatap Appa dengan kemejanya yang berantakan.
            “ ceritakan saja.” Balasnya setelah menaruh cangkir putih kecilnya di meja depanku.
            “ Appa, apa kau menyayangi aku?” tanyaku dengan suara sedikit bergetar.
            “ Kau anakku satu-satunya.” Jawabnya singkat.
            “ Bisakah kau membiarkan aku merasakan cinta dari yeoja yang aku sayangi?” Tanyaku lagi sambil memegangi tanganku sendiri yang sangat dingin.
            “ Tentu kau boleh. Tidak ada yang melarangmu.” Dia masih membalasku dengan jawaban yang sangat singkat.
            “ Appa, aku masih menyayangi Eomma, jangan mencari Eomma baru untukku.” Aku menahan air mataku yang hamper keluar.
            “ Tapi Appa sangat mencintai Eomma barumu.” Dia menjawab dengan tatapan serius sekarang.
            “ Kau sudah tidak mencintai Eomma?” Aku menangis setelahnya. “ calon adikku adalah orang yang sangat kucintai, Appa.” Aku masih menangis.
            “ Tentu saja aku sangat menyayanginya. Itu suatu hal yang bagus, sehingga ketika kami sudah menikah nanti, kalian sudah sangat akur.” Dia menjawab sambil meminum kopi yang dibuatnya tadi.
            “ Justru karena perasaan kami, dia tidak bisa menerimaku sebagai Oppanya. Appa, kumohon.” Aku menangis dan langsung berlalu ke kamarku.
            Aku melepas kaos yang kupakai ke sembarang tempat. Aku menatap diriku yang terlihat lemah di cermin sambil tertawa tidak jelas.
Park Ah Rin POV
            Aku memotong bawang Bombay asal, mungkin masakan yang kubuat sekarang tidak akan terasa enak. Tanganku tersisik sedikit, perih namun tidak kurasa sama sekali. “ Airin, gwaenchana?” Eomma memegang tanganku dan meniup lukaku.
            Eomma membawaku ke ruang makan dan mengambil obat di kotak P3K. “ Teriak jika itu membuatmu merasa sakit.” Eomma memakaikan hansaplast berwarna merah jambu dengan gambar-gambar hewan. Aku menatap Eomma, tetapi aku malah mengingat wajah Kris ketika aku mengingat kejadian malam itu.
            “ Eomma, kau tahu Kris Oppa?” Tanyaku sambil menggenggam tangan Eomma.
            “ Calon kakakmu? Dia sangat tampan bukan?” Eomma menatapku yang justru membuatku ingin menangis sekencang-kencangnya.
            “ Sangat tampan.” Jawabku dengan nada sedikit ketus. “ Dan dia namjachinguku.” Lanjutku dan langsung berlalu pergi ke kamarku sendiri.
            Aku menatap setiap sudut kamarku yang penuh dengan coretan tangan Kris. Saranghaeyo. Tunggu lima tahun lagi, kami pasti berdiri di atas altar sana~^^ aku menatap lekat tulisan yag kubaca paling terakhir tadi. Untuk menunggu lima tahunpun itu rasanya tidak mungkin, bahkan yang berdiri di altar sana adalah orang tua kami. Aku menangis sambil memegangi dadaku. Aku melempar badanku ke spring bed yang dibalut dengan bed cover berwarna merah jambu.
            Tanganku mengambil album foto yang kutaruh di atas meja berwarna putih di samping spring bedku. Aku menatap foto-foto di dalamnya dan aku menangis lagi. Aku memeluk erat album itu Karena aku tidak ingin kehilangan Kris. Aku tidak bisa melepas Kris begitu saja, mungkin jika aku meninggalkan dunia ini aku baru bisa melepasnya. Aku terlelap dengan album yang masih kupeluk ini.
***
            Aku terbangun dengan air mata yang sudah menggenangi bantalku. Aku baru menyadari kalau di keningku terdapat kompres dengan air dingin. Eomma terlihat masih terlelap di sampingku dengan album foto Kris denganku yang terbuka lebar menjadi bantalnya. Aku melihat jam di dinding berwarna putih itu, baru jam tujuh. Aku langsung bergegas mandi dan mengambil seragamku.
            Tiga puluh menit aku mandi. Aku menutuppi wajah pucatku dengan bedak berwarna coklat kulit agar orang-orang tidak menyadari kalau aku habis menangis. Aku langsung pergi ke sekolah tanpa memberitahu Eomma, aku hanya memasang memo di kulkas agar ia tidak terlalu khawatir.
            Aku menaiki bus. Di bus aku menatap pasangan nenek dan kakek di depan kedai kopi yang sedang bercengkerama berdua. Pikiranku semakin mengawang jauh. Aku membayangkan Kris sedang duduk di sampingku sekarang, dia sedang menaruh lengannya di atas pundakku, dia sedang menggunakan headset berwarna putih pemberianku. “ Kris Oppa, jeongmal saranghaeyo.” Aku mengeluarkan kata-kata itu begitu saja.
            “ Nado.” Jawab orang yang duduk di sampingku dengan suara bassnya.
            Aku menangis, aku takut, aku sedih, aku kecewa. Kenapa suara itu terus terdengar di telingaku? Apa aku hanya bermimpi? Tiba-tiba tangan orang itu menyentuh tanganku hangat. Aku masih menangis. Dia memberikan earphone sebelah kanannya dan memasangkannya di telinga kiriku. Suara itu, lagu yang selalu kita nyanyikan berdua. “Saranghaeyo.” Ucapku dan Kris ketika lagu sudah sampai lirik terakhir.
            Aku tidak bisa menahan diriku sendiri. Aku melepas earphone itu, aku langsung memeluk lelaki di sampingku. “ Kris Oppa~” Aku menangis di pelukannya.
            Dia membelas pelukanku dan memelukku erat. Mataku tidak bisa berhenti mengeluarkan air mata karena aku benar-benar mencintainya. Jika saja tidak ada alasan untuk melepasnya, aku tidak akan pernah melepasnya.
Wu Yi Fan POV
            Aku terus memeluknya seolah-olah sudah berabad-abad tidak bertemu. Aku tidak bisa melepasnya walaupun aku mempunyai berjuta alasanpun. Air mataku keluar, tapi aku langsung menahannya. Aku lelaki, tidak seharusnya aku menangis di hadapan seorang wanita seperti ini.
            “ I love you so.” Ucapku dan semakin mempererat pelukanku.
            Badannya melemas di pelukanku. Aku melepas pelukanku, kudapati Airin sudah tak sadarkan diri. Aku langsung menekan tombol berhenti di bus. Ketika bus berhenti, aku menggendong tubuh Airin dan membawanya ke rumah sakit dengan taksi.
***
            Appa dan Eomma Airin datang untuk melihat keadaan Airin yang masih tak sadarkan diri. Aku menatap keduanya dan menunduk hormat kepada keduanya. Aku langsung pergi keluar ruangan, aku berjalan menuju kafe rumah sakit. Ternyata Appa ikut berjalan di belakangku.
            “ Appa akan membayarkan makananmu.” Appa duduk di depanku dengan membawa kopi kesukaannya.
            “ Gomawo, Appa.” Aku merunduk lagi.
            “ Kau menyayangi Airin? Kau mencintainya?” Tanya Appa dengan tatapan seriusnya. Aku langsung mengangguk tanpa berpikir sama sekali. “ Sayangi dia sebagai adikmu. Appa sangat menyayangi Eomma Airin.” Ia menjawab lagi dan langsung pergi meninggalkanku.
            Aku terdiam di bangkuku. Aku terus bertanya-tanya sendiri di pikiranku, apakah aku yang egois atau Appa yang egois? Tidak bisakah aku mencintai Airin dengan sepenuh hatiku? Tetapi aku tahu, Appa memikirkan segalanya yang terbaik untuk kami, walaupun itu sedikit menyakitkan.
            Aku berjalan lunglai menuju halte bus, aku ingin duduk dan menceritakan segala masalahku kepada Eomma di pemakaman. Aku ingin menangis di depan Eomma agar iapun tahu kalau aku sedang bersedih karena seorang wanita.
            Di pemakaman aku benar-benar menangis, aku menumpahkan seluruh perasaan yang ingin kukeluarkan sejak lama. Aku menangis sejadinya tidak peduli dengan orang-orang yang menatapku bingung. “ Eomma, apakah surga itu indah?” Aku bertanya asal. “ Bolehkah aku kesana? Aku ingin bertemu denganmu, dan mungkin aku bisa melepas Airin di sana. Bolehkah?” Aku melanjutkan perkataanku sambil mengeluarkan air mata lagi.
            Aku kembali ke rumah sakit dengan mata sangat sembab. Aku memasuki ruangan Airin, Appa dan Eomma Airin masih duduk berdua. Eomma Airin tampak masih terus menangis, apa yang terjadi dengan Airin?
            “ Appa, wae?” Aku menatap Appa meminta penjelasan.
            “ Kanker yang sudah lama bersarang di otaknya bertambah parah.” Appa menjelaskan sambil memeluk Eomma Airin.
            Aku menatap Airin yang masih tertidur, aku menghampirinya. Aku membelai rambutnya lembut, aku mencium ujung keningnya. Aku menangis ketika aku menciumnya. Aku memeluknya erat. Aku menangis ketika memeluknya.
            Tiba-tiba dadaku terasa sangat sakit. Aku memegangi dadaku yang sakit, aku menahan sesak di dadaku agar Appa tidak menyadarinya. Tetapi aku tidak bisa berbohong, “ Appa, napasku begitu menyakitkan.” Ucapku dengan napas terengah-engah.
            “ Kris-ahh, asmamu kambuh?” Appa langsung menahan badanku yang sedikit lemas.
            Eomma Airin memelukku dan membuat badanku tertidur di sampingnya. Appa pergi keluar sepertinya ia akan mengambilkan alat bantu napasku. Pelukan Eomma Airin begitu lembut, “ Eomma~” Mulutku mengeluarkan kata-kata tanpa aku perintah sama sekali.
            Eomma Airin merapikan poni yang menghalangi mataku. Dia memelukku hangat seperti Eomma memelukku dulu. Appa datang dan langsung memasangkan alat bantu napasku. Napasku terasa lebih nyaman lagi sekarang.
***
            Hari ini aku datang ke rumah sakit untuk menemani Airin yang sudah sadarkan diri. Aku menghabiskan waktu bersamanya. Pertama, ia mengajakku untuk bercengkerama di taman rumah sakit. Kami membicarakan banyak hal, dari hal penting sampai tidak penting.
            Esoknya aku datang ke rumah sakit lagi. Aku membawakan kue ulang tahun dengan warna merah jambu kesukaannya. Hari ini ia berulang tahun tepat di umur ketujuh belas. Ia tampak gembira, begitu juga Appa dan Eomma.
            Hari ketiga kami kabur dari rumah sakit dengan bantuan Appa dan Eomma. Kami pergi ke tempat biasanya kami pergi. Ia tertawa lepas meskipun wajahnya sangat pucat. Aku ikut tertawa bersamanya.
            Hari ketujuh, Airin mengajakku untuk mengobrol berdua. Sepertinya suatu hal yang sangat penting. “ Oppa, sepertinya aku bisa menerimamu sebagai Oppaku. Biarkan mereka berdua bahagia.” Airin menggandeng tanganku. “ Jika aku pergi, kau harus melepasku agar kau tidak menangis. Arraseo?” lanjutnya mempererat gandengannya.
            Hari kedelapan aku tidak ke rumah sakit. Aku harus berlatih untuk pentas di sekolah nanti. Tetapi Airin, Appa, dan Eomma menontonku latihan.
            Minggu keempat aku pentas di sekolah. Airin, Appa, dan Eomma menyaksikan penampilanku. Meskipun rambut Airin sudah habis karena kemotherapy, ia tetap menyemangatiku dengan suara lembutnya. Di mataku ia tetap yeoja tercantik yang pernah aku kenal.
            Ketika kami hendak pulang dari sekolah, aku tidak sengaja mendengar pembicaraan dua yeoja dengan sedikit berbisik. “ Bukankah Kris Oppa sangat tampan? Kenapa ia begitu mencintai Airin? Lihatlah dia, mengkhawatirkan.” Aku menarik lengan yeoja yang tadi menghina Airin.
            “ memang aku tampan. Kenapa aku begitu mencintai Airin? Karena dia adikku!” Ucapku kencang.
            Airin langsung menarikku. Di mobil, Airin menatapku dengan puppy eyes yang dibuat semanis mungkin olehnya. “ Mwoya?” Aku merasa terusik dengan tatapannya itu.
            “ Kris-ahh, kau terlihat sangat tampan tadi.” Eomma menatapku sambil tersenyum bahagia.
            “ Gomawo, Eomma.” Balasku sambil merangkul Airin agar ia menghentikan puppy eyesnya.
            “ Seperti Appanya bukan?” Appa mengeluarkan suara.
            “ Airin, apa yang kau mau? Eoh?” Aku masih terusik dengan tatapannya.
            “ Ucapkan yang kau katakan pada Hyemi tadi sekali lagi.” Airin merangkulku dengan tatapan meminta.
            Aku menarik napas untuk mengulang setiap perkataan yang kuucapkan tadi, “ Aku mencintai Airin karena ia adikku. Kau puas?” Aku menghentikan perkataanku dan menggunakan earphoneku.
***
            Tiba-tiba keadaan Airin melemah. Tetapi tangannya masih menggenggam tanganku erat. Eomma langsung memanggil dokter. Aku masih duduk dan menatap Airin dalam. Airin terlihat sangat cantik sekarang, senyumnya masih memancar walaupun ia kesakitan, air matanya terus mengalir menahan rasa sakit yang ia rasakan.
            Aku, Appa, dan Eomma dipaksa keluar ruangan. Dokter akan segera mengambil tindakan kepada Airin. Di luar ruangan aku tidak bisa duduk tenang. Aku mengintip Airin dari balik jendela. Mataku menangkap monitor yang menunjukan kalau sudah tidak ada kehidupan pada raga Airin. Aku semakin ketakutan, aku kembali duduk di samping Eomma. Tapi aku tidak bisa berdiam diri, aku menatap Airin dari jendela lagi. Appa memegang tanganku dan menyuruhku untuk duduk dengan tenang. Aku duduk dengan pikiran yang sangat kacau.
            Dokter keluar dengan wajah yang bisa menggambarkan suatu kesedihan. Aku langsung masuk ke dalam ruangan. “ Airin sudah pergi, Kris-ahh.” Appa menepuk pundakku agar aku sadar dari lamunanku.
            Aku menggenggam tangan kecil Airin. Seorang yeoja yang dulu aku cintai sebagai kekasihku, dan kini aku menyayanginya sebagai adikku benar-benar pergi dari kehidupanku. Aku menahan tangisku dengan menggigit bibirku, tapi aku tidak bisa menahannya sama sekali. Aku menangis dengan sangat kencang.
            “ Kris-ahh, kau harus baca ini.” Appa menyerahkan sepucuk kertas berwarna merah jambu dari tangannya.
###
            Kris Oppa, uljjimma~ Aku benar-benar mencintaimu. Semua orang pasti akan pergi ke dunia lain pada waktunya. Dan sekarang adalah waktunya aku untuk pergi. Semoga aku bisa pergi ke surga dan menemui Eommamu. Aku akan mengatakan pada Eommamu bahwa aku sudah bertemu dengan malaikat kecilnya yang berwajah sangat tampan. Dan aku akan memberitahunya, kalau Appamu sangat mencintainya.
            Kris Oppa, kau di sana? Hentikan tangismu karena aku mencintaimu. Berjanjilah padaku kau akan melepasku. Aku tahu kau sangat mencintaiku. Karena itu, agar aku bahagia kau harus bahagia juga. Oppa, aku sudah mencintaimu seumur hidupku. Entah sebagai kekasihku atau sebagai Oppaku. Oppa, kau tidak boleh lemah hanya karena aku. Aku lemah bukan karenamu kan? Atau aku harus menghubungi temanku Tao, agar kau bisa wushu? Oppa, jangan lemah.
            Kris Oppa, apakah kau benar-benar mencintaiku? Kalau begitu, biarkan Eomma dan Appa mengikat janji suci di atas altar sana. Eomma orang yang baik, jadi kau bisa menganggap Eommaku sebagai Eommamu juga. Katakan pada Appamu, kalau aku sangat menyayanginya! Appa orang yang sangat baik, dia sangat mirip denganmu. Aku mencintai kalian~
            Kau ingat, aku mempunyai anjing kecil dengan pita berwarna merah jambu di rumah? Itu pemberianmu kan? Jagalah dia, aku mohon. Aku mencintainya juga. Katakan pada teman-teman di sekolah, kalau aku ini adikmu. Aku mohon~^^
            Oppa, uljjimma. Jeongmal saranghaeyo.
###
            Aku menangis lalu menatap Appa dan Eomma yang berada di belakangku. Eomma sedang menangis dengan kencangnya melepas kepergian anaknya. Aku tidak tahan melihat tangis Eomma, aku langsung memeluk Eomma agar ia tidak menangis lagi. “ Eomma, saranghae~” Aku membisikan kata-kata itu di telinganya.
***
            Dua pasangan dengan tuxedo dan gaun berwarna putih itu menaiki altar dengan senyuman yang sangat bahagia. Aku menatap keduanya bahagia juga dari tempatku duduk. Appa dan Eomma akan mengikat cinta mereka hari ini dengan janji sehidup semati.
            Aku menatap piano putih, yang kuingat alat musik kesukaan Airin. Entah ini adalah khayalanku atau bukan, aku melihat sosok Airin sedang memainkan piano dengan sangat gembira. Aku tersenyum, ia juga tersenyum. Airin, aku mencintaimu walaupun aku berat melepasmu.
~~ FINISH ~~


No comments:

Post a Comment