Monday 20 January 2014

One More Tear

One More tear
Author            : JongYi Hope Angel
Title                : One More Tear
Genre             : Romance
Length            : Freelance
Main Cast      :
·       Park Ah Rin aka Airin
·       Lim Jae Bum aka JB
·       Park Jin Young aka JR
Disclaimer      : Inspiration isn’t come easily. Hak cipta milik saya, anda copy tanpa ijin? Masalah dengan hukum!
“ Ini air mata terakhirku untuk terus menangisimu.”
-        Airin
Park Ah Rin POV
         Aku menatap namja yang sedang di bangku taman sana. Dia duduk sendiri denga headphone terpasang di telinganya. Novel biru yang sangat tebal itu masih terus berada di tangannya, lembar demi lembar dia baca dengan khidmat.
         Seandainya saja kalian tahu, namja yang duduk di sana itu pernah mengisi hariku. SEBAGAI KEKASIH. Dia pernah memenuhi otakku, pernah menyimpannya di hatiku, pernah membiarkannya membayangi hidupku, dia pernah menjadi dia.
         Kini dia dingin, dia bukan dia. Ini bodoh, kenapa aku masih terus memikirkannya? Padahal dia mengingat wajahku saja tidak. Sepertinya. Sering kali aku berusaha melupakannya, tapi semakin kuingin lupa semakin kuingat semakin kusakit. Ah, ini gila.
         Aku masih terdiam menatapnya dari koridor. Perlahan matanya terlepas dari bukunya, sepertinya dia menyadari keberadaanku. Aku langsung berlari menjauhi dia yang masih menatapku.
         Di jalan orang-orang menatapku aneh. Apa aku terlihat aneh? Apa dandananku mengganggu mereka? Apa pakaianku salah? ah, ternyata air mataku keluar. Dasar bodoh. Aku masih saja menangisi lelaki yang jahat itu.
         “ Uljjimma.” Tiba-tiba seseorang berteriak dari arah belakang. Suara namja lembut yang sangat kukenali tetapi pikiranku terlalu penuh dengan lelaki itu.
         “ Jae Bum?” tanyaku dan sepertinya aku salah ucap.
         “ Aniyo. ini aku, Jin Young.” Jelasnya sambil mengangkat sebelah alisnya.
Lim Jae Bum POV
         Aku membuka-buka asal novel biru ini. Biasanya aku akan menikmati novel ini, tapi untuk kali ini aku tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Setiap lembar yang kubaca pasti muncul seorang yeoja dengan rambutnya yang tergerai indah.
         Aku memasang headphoneku walaupun aku tidak mendengar lagu sama sekali. Sekali lagi, walaupun aku mendengar lagu, suara yang aku dengar hanyalah suara seorang yeoja yang sangat lembut dan indah mengalun lembut. Aish, ini gila. Aku melepas headphoneku dan menutup novel itu asal.
         Mataku tertuju pada seseorang yang sedang menatapku dari koridor. Yeoja itu lagi-lagi menarik perhatianku. Kenapa aku tidak bisa tidak memikirkannya barang sekali saja? Kenapa ini menjadi begitu susah? Dasar gila.
         Aku melangkah menuju koridor, tetapi aku tidak mengejar yeoja itu tapi namja di belakangnya. Yeoja itu sudah berlari disusul dengan namja di belakangnya, ada apa dengan dia? Ah, mungkin dia merasa aku mengikutinya.
         “ Jin Young-ahh!” teriakku tapi lebih terdengar seperti memanggil.
         “ Wae?” jawabnya sambil membalikan badannya.
         “ Kau tahu tugasmu.” Aku mengedipkan sebelah mataku lalu berlalu meninggalkan Jin Young.
         Aku berjalan mengelilingi gedung, rasanya setiap kali aku melewati semua ruangan di tempat ini menjadi sangat menyedihkan. Dulu semua suratan kenangan aku lakukan bersamanya di setiap ruangan yang aku lewati.
         Ruang musik ini, aku rasa mempunyai kumpulan kenangan yang sangat banyak. Cerita di tempat ini begitu banyak sehingga membuat aku kembali mengulang masa lalu. Perlahan, kakiku melangkah dan aku mengambil salah satu gitar yang berada di dekat jendela itu. berawal dari kunci C, aku langsung memainkan lagu yang biasa kami mainkan berdua.
         Nada-nada yang keluar dari gitarku terdengar agak sumbar. Mungkin aku tidak konsentrasi karena sosok yeoja itu muncul kembali. Entahlah, sampai kapan aku akan memikirkannya. Dulu, aku mengakhiri hubungan kami karena kupikir kami akan merasa lebih senang, tetapi aku rasa aku salah, aku malah menderita karena selalu memikirkannya seperti ini.
         Mataku mulai asyik menatap keluar jendela. Sendiri. Tidak seperti dulu. Dua orang yang berada di taman sana mencuri perhatianku. Jin Young dan, yeojaku. Ah tidak, maksudku Jin Young dengan Airin. Mereka tampak sedang asyik bercerita. Sepertinya Airin sudah lebih baik sekarang.
         Aku melangkah pergi keluar dari ruang musik dan berjalan keluar gedung untuk pulang ke asrama.
***
         Aku mulai menutup mataku setelah asyik menatap foto-foto yang kusimpan di ponselku. Tapi sebelum aku benar-benar tertidur, Jin Young memasuki kamar lalu melempar  tasnya.
         “ YA!  Jae Bum-ahh, kau tetap tidak ingin memberitahu penyakitmu?” Jin Young terjatuh di kasur kecil yang sudah kusiapkan untuknya di sampingku.
         “ Waeyo? Kenapa kau sangat ingin tahu penyakitku?” Aku tersenyum walau badanku memunggunginya.
         “ Aku ingin tahu. Dan aku kasian dengan Airin.” Jawabnya menarik selimutku pelan.
         “ Airin? Wae?” sekarang malah aku yang balik bertanya.
         “ dia terus bertanya kenapa kau menagkhiri hubungan kalian. Apa aku harus terus menjawab ‘ nado molla’?” Jin Young membalas lagi sedikit jengkel.
         “ Kau boleh mengatakan aku sakit.” Jawabku dengan suara lebih pelan.
         “ Aku tidak tega dengan kalian berdua. Aigoo.” Jin Young membalas lalu menarik selimut sampai menutupi kepalanya.
         “ Selamat malam. mimpi indah.” Ujarku yang sebenarnya hanya aku saja yang bisa mendengarnya.
         Kami mulai menikmati mimpi kami masing-masing. Tapi sial, aku selalu ingat hal itu setiap malam. pesan malam ‘ mimpi indah~’ dengan suara khasnya. Itu sudah tidak berlaku lagi.
***
         “ Jae Bum-ahh, ireona! Ya!” aku mendengar suara Jin Young memekakan telingaku.
         “ Waeyo? Hari ini tidak ada jadwal bukan?” Aku mengucek mataku pelan.
         “ Igge mwo?” Jin Young melempar kertas dan amplop ke hadapan wajahku.
         Aku mengambil lembaran itu dan membacanya di dalam hati. Sialan, kenapa anak ini bisa menemukan surat ini? apa dia membuka-buka lemariku sampai ke bagian dalam? Kenapa ini bisa di tangannya?
         “ YA! Kau bilang penyakitmu tidak parah! Ini apa? Eoh?” Jin Young menatapku sambil menyilangkan tangannya lalu mengambil ponselnya.
         “ Apa yang akan kau lakukan?” Aku balik menatap Jin Young.
         “ Aku akan menghubungi Airin.” Mendengar nama Airin aku langsung merebut ponsel Jin Young.
         Aku memutus telepon ketika Airin sudah mengangkatnya. Mendadak jantungku berdegup menjadi lebih kencang dari biasanya. Tatapanku sangat berkunang-kunang. Bahkan kakiku tidak bisa menopang badanku lagi, rasanya aku sudah menahan badanku tapi aku malah terjatuh tepat di rangkulan Jin Young.
         “ Wae, wae, wae?” tanya Jin Young panik.
         “ Ambilkan obatku! Ppalli!” Aku berteriak sambil memegangi dadaku yang semakin sakit.
         “ Eoddie?” Jin Young semakin panik.
         “ Di meja belajarku!” Aku terus memegangi dadaku.
         Jin Young menidurkanku di sleeping badku dulu, dia langsung mengambil obat dan juga minumnya. Dia berusaha menolongku dengan berbagai cara. Syukurlah, aku tidak apa-apa karena gerakan Jin Young yang sangat cepat.ku
         “ Penahan sakit?” tanya Jin Young.
         “ Hmm. Ini hanya untuk menahan sakitku yang suka datang tiba-tiba.” Aku menjelaskan sedikit. “ Itu yang membuatku tidak terlihat sakit parah.” Aku tersenyum.
         “ Apa ini bisa menyembuhkanmu?” Jin Young membulatkan matanya sedikit.
         “ Sayang sekali tidak. Ini hanya untuk mengurangi rasa sakit ketika aku menginjak stadium selanjutnya.” Aku masih tersenyum.
         Jin Young menatap ponselnya. “ Airin meneleponku.” Jin Young berbicara pelan sambil menatapku. Aku mengangguk untuk memberikan kode agar dia mengangkat teleponnya.
         Jin Young cukup lama berbincang dengan Airin. Aku menatap kardus biru yang berada di bawah meja belajarku. Sepertinya ada sesuatu yang sangat menarik di situ. Aku ingat, aku selalu menyimpan apa-apa pemberian Airin di tempat itu. dari sejak SMP sampai sekarang. Apa aku masih ingat semua barang pemberiannya?
         Aku mengambil kotak itu dan menatapnya sebentar. Aku membukanya dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin menangis tapi takut, ingin bahagia tapi bukan saatnya.
         Anting kecil berwarna hitam sebelah kiri, seingatku pasangannya lagi berada di telinga kanan Airin. Sarung tangan berwarna putih sepasang jahitan Airin, lalu ada syal biru bertuliskan namaku. Apa ini? memory card dan juga mp3nya juga ada? Aku tidak ingat Airin pernah memberikan ini. aku memasang earphone putih itu di teligaku dan mendengar suara seorang wanita sedang menyanyi. Jelas sekali suara yang ada di dalam sini adalah suara Airin dan gitar merah jambu kesayangannya. Tapi lagu apa ini? ah, mungkin lagu ciptaannya. Tanpa kusuruh, air mata keluar dari mataku menggelinciri setiap tekuk pipiku.
         “ Airin ingin bertemu denganku. Apa kau ingin menggantikanku?” Ucap Jin Young mengejutkanku. “ Airin adalah wanita yang tegar. Kalian berdua masih saling menyayangi bukan?” lanjutnya sambil menggerak-gerakan badanku.
         “ Lalu apa yang harus kulakukan?” aku mengangkat sebelah alisku.
         “ Lakukan apapun yang ingin kau lakukan. Airin akan menyukainya. Hwaighting!” JR mendorongku sambil memakaikan jaket biru tuaku.
         Aku berjalan keluar asrama ragu. Antara ingin dan takut. Antara sayang dan cinta. Aku merasakan antara ini dan itu yang saling berlawanan. Apa dia akan menerimaku? Tapi pada akhirnya aku melangkah juga ke taman dengan perasaan yang campur aduk.
         Aku melihat Airin sedang duduk manis di kursi taman biasa kami duduk berdua. rasanya aku malah semakin ragu untuk melangkah. Aku kembali menjauh dari taman. Tak jauh dari taman, aku melihat pengamen kecil sedang asyik bernyanyi dengan gitarnya.
         “ joggie, boleh aku bernyanyi menggunakan gitarmu?” Aku tersenyum kecil.
         “ Lalu bagaimana dengan uangnya?” tanya pengamen kecil itu polos.
         “ Aku akan mengamen utukmu jika kau bisa membawa yeoja yang sedang duduk di bangku taman sana. Eotthae?” aku mengambil alih tempat si pengamen kecil itu.
         Aku mulai bernyanyi di saat anak itu sudah berlari untuk membawa Airin berada di dekatku dan menontonku bernyanyi menggunakan lagu yang ia ciptakan untukku. Perlahan penonton yang menontonku semakin memenuhi dan mengelilingiku.
         “ Daebak. Jika aku merekamnya dan memasukannya ke Youtube!” Teriak seorang yeoja yang berada di sebelahku.
         Aku menatap sekeliling dan mencari Airin. Siapa tahu dia ada diantara para penonton lainnya. Benar saja, dia sedang menatapku sambil mengeluarkan air matanya deras. Aku berusaha menyelesaikan laguku walau rasanya aku ingin ikut menangis. Suara aku bergetar dan aku bisa menyelesaikan lagunya.
         Airin tampak akan ikut bubar seperti penonton lainnya. Dengan gerakan cepat, aku memberikan gitar yang tadi aku pinjam kepada pengamen kecil itu dan berlari mengejar Airin.
         Tanganku sudah menyentuh tangan Airin, tapi dengan cepat Airin melepaskan tangannya. Lagi-lagi aku harus mengejar Airin. Kau bodoh Jae Bum. Bagaimana kau bisa tidak ingat kalau dokter tidak memperbolehkanku untuk kelelahan? Dadaku sakit lagi.
         “ Airin, jebal. Aku sudah tidak bisa mengejarmu lagi. Aku mohon, lihatlah aku.” Aku menarik napas tapi aku tidak bisa merasakan udara memasuki rongga hidungku.
         Airin masih terus melangkahkan kakinya. Tapi langkahnya menjadi semakin pelan, setidaknya aku harus mengejarnya lagi agar dia tahu kalau aku benar-benar mencintainya. Aku tidak ingin kehilangan Airin lagi, jadi aku langsung memeluknya.
         “ YA! Oppa, wae?” Airin tampak terkejut dengan diriku yang tiba-tiba memeluknya.
         Aku merasakan badan Airin sedikit bergetar. Lalu tak lama setelah itu, Airin terdengar menangis di pelukanku. badannya yang cukup kecil membuatnya bisa menangis tepat di dadaku.
         Aku tidak bisa menghirup udara lagi, apa aku benar-benar akan terbaring lemah di rumah sakit dengan alat-alat pernapasan terpasang di dadaku? Apa waktunya itu sekarang? Tatapanku berubah menjadi putih. Aku tidak bisa menopang badanku sama sekali.
         “ Oppa, aku sangat merindukanmu! Bagaimana kau tega meninggalkanku? Oppa! Oppa! Gwaenchana?” itu perkataan terakhir yang bisa kudengar dari mulut Airin.
Park Ah Rin POV
         Aku ingin menumpahkan semua rasa rinduku kepada Jae Bum. Tapi kenapa bebanku menjadi sangat berat? Apa dia pingsan? “ Oppa!” aku berteriak lagi.
         Aku panik. Jae Bum benar-benar pingsan di pelukanku. aku sudah tidak bisa menahan badannya yang lebih besar dariku. Aku langsung terduduk di trotoar jalan. Aku mencari-cari ponselku dan langsung menghubungi Jin Young.
         Tidak menunggu lama, ambulance sudah berada di dekat kami. Jin Young berada di belakangnya dengan motor besarnya. Orang-orang berbaju putih sudah mengangkat Jae Bum memasuki ambulance. Air mataku pecah begitu saja.
         “ Naiklah.” Perintah Jin Young.
         Aku menurutinya dan langsung menaiki motor dengan air mata yang masih penuh menggenangi mataku. Di sepanjang jalan aku masih terus menangis, entahlah sampai kapan aku akan menangisi ini. aku terlalu mencintai Jae Bum.
***
         Tiga hari sudah Jae Bum terbaring lemah di rumah sakit dengan berbagai peralatan yang sudah terpasang di badannya.
         “ Jae Bum-ahh, mianhada.” Aku mendengar Jin Young meminta maaf dengan suara yang bergetar.
         “ Jelaskan. Kenapa kau meminta maaf padanya?” Aku menatap Jin Young intens.
         “ sebelum dia menghampirimu, penyakitnya sedang kambuh. Seharusnya aku tidak menyuruhnya menemuimu.” Jin Young mengutarakan dan menjelaskan semuanya dengan menahan air mata yang hampir keluar.
         “ Jadi dia sudah lama seperti ini?” Aku mengeluarkan air mataku juga.
         “ Dia tidak ingin kau menangis. Jadi dia selalu menyuruhku menutup mulut. Mianhada.” Jin Young duduk di sofa di dekat kasur Jae Bum.
***
         Aku selalu mendatangi rumah sakit, setidaknya untuk menyanyikan sebuah lagu untuknya. Kalau tidak menyanyi, aku membawakan makanan-makanan kesukaannya. Kalau tidak juga, aku akan memijat kecil tangannya. Atau kalau ada orang yang sedang mengunjungi Jae Bum, aku menyanyi bersama pasien lainnya. Atau paling tidak aku akan membantu suster membagikan susu setiap pagi.
         “ Oppa~ apa kau betah di sini? coba kau lihat, ruangan ini tidak ada dekorasinya sama sekali. Bagaimana kalau aku menghiasnya? Aku akan meminta ijin kepada kepala ruangan untukmu. Eotthae?” Aku menggenggam tangan Jae Bum erat.
         Besoknya aku membawa Jin Young untuk membantuku mendekorasi ruangan. Ya setidaknya dia akan mendekorasi bagian atasnya, dan aku bagian bawah.
         Dengan tawa yang keluar dari mulut kami, kami menikmati saat-saat ini. Jin Young memiliki sifat yang tidak berbeda dengan Jae Bum. Dia bisa membuatku nyaman. Walaupun aku lebih nyaman bersama Jae Bum.
         “ Kamar ini terlihat beda ya.” Dokter memasuki ruangan dan menegur kami. Seperti biasa dia akan memeriksa keadaan Jae Bum. Dari hari ke hari dia memang membaik. Tapi penyakit ini bisa merenggut nyawanya kapan saja, itu yang harus kupersiapkan dari sekarang.
         “ Jaga Jae Bum, jaga diri juga, arraseo?” Dokter mengelus rambutku pelan.
         “ Arra. Dokter juga jaga kesehatan. Jangan memikirkan kami saja, pikirkan dirimu juga.” Aku tersenyum.
~~3 Days Later~~
         “ Sunbaenim! Monitor tidak menunjukan apapun!” teriak suster yang membuatku langsung berlari menuju kamar Jae Bum.
         “ Kau tunggu di sini saja! Aku akan mengurusnya.” Dokter Mark memasuki ruangan disusul para suster menghalangi pandanganku.
         Aku takut, aku langsung menelepon Jin Young. Tapi teleponku tidak diangkat sama sekali. Aku semakin takut. Aku mendengar kegaduhan dari lobby sebelah. Aku berlari karena perasaanku berubah menjadi sangat tidak mengenakan hati.
         “ Suster, siapa dia?” Aku bertanya pada suster yang membawa berkas-berkas pasien.
         “ Park Jin Young. Bukankah dia temanmu?” suster balik bertanya.
         “ MWO?” Aku membulatkan mataku.
         “ Dia kecelakaan motor tadi. Kau harus tegar, mereka pasti akan selamat untukmu.” Suster menyemangatiku dan memasuki ruangan.
         Aku terduduk lemah di ruang tunggu di dekat suster. Suster-suster yang sudah kuanggap menjadi sahabatku ini, satu per satu mendekatiku. Tapi aku sudah menangis sangat kencang, jadi tidak ada yang bisa menghentikan tangisku.
         “ Airin-ahh, kau harus kuat.” Ucap salah satu suster sambil merangkulku.
         “ bagaimana kalau aku kehilangan keduanya di dalam waktu yang bersamaan? Apa aku harus melepas keduanya? Eoh?” Aku malah semakin kencang menangisnya.
         Dokter yang menangani Jin Young keluar dengan wajah yang sangat kecewa. Dia langsung melangkah menghampiriku. “ Kau kerabatnya? Mian, aku tidak bisa menyelamatkannya. Dia akan tenang di sana.” Ucapnya sambil melepas  pelindung di kepalanya.
         Dokter Mark juga keluar dari ruangan Jae Bum dengan tatapan yang sangat mengecewakan. “ Airin-ahh.” Baru dia memanggilku, aku sudah berteriak dan berkata yang tidak-tidak.
         “ Sunbae! Kau tidak menyelamatkannya kan? sekarang aku harus bagaimana? Aku sendiri! Aku tidak punya siapa-siapa! Aku harus bagaimana? Sunbae, kau tidak tahu kan? aku sendiri sekarang!” aku berteriak sambil menangis sesenggukan.
         “ YA! Airin, kau tenang dulu.” Dokter Mark merangklu badanku setelahnya.
         “ Mwoya? Aku benar-benar sendiri! Sudah tidak ada yang mencintaiku lagi, sunbaenim!” Aku memukul-mukul dada dokter Mark kecil.
         “ Aku mencintaimu!” dokter Mark menatapku dalam. “ Aku benar-benar menyayangimu. Kau tidak sendiri, Airin. Aku akan menemanimu sampai akhir hayatku.” Dia menjelaskan lagi lalu memelukku.
         Rasanya berada di pelukannya itu sama seperti apa yang kurasakan ketika bersama Jae Bum. Entahlah, apakah aku bisa mencintainya sepenuh hati? Tapi aku akan berusaha mencintainya sepenuh hati.
***
         “ Eomma~ siapa dua namja yang berada di sampingmu itu? apa itu Appa?” tanya Cloudy menunjukan album fotoku.
         “ dia Jae Bum dan Jin Young. Mereka berdua adalah sahabat dekat Eomma.” Aku menjelaskan sambil menjelaskan siapa mereka. “ mereka sudah tenang di atas.” Aku tersenyum.
         “ Appa pulang.” Mark memasuki ruang keluarga sambil melepas dasinya.
         “ APPA!” Cloudy langsung berteriak dan berlari mendekati Mark. “ Appa, mereka berdua sangat tampan ya~” Cloudy melanjutkan setelah berada di gendongan Mark.
         “ Apa mereka lebih tampan dari Appamu?” Mark mencubit pipi Cloudy greget.
         “ hmmm, mereka berdua lebih tampan daripada Appa.” Cloudy dengan polosnya ikut mencubit Mark disambung dengan tawa kami berdua yang saling menyatu.

         Inilah aku sekarang. Jae Bum Oppa, aku tidak menangis kan? ini yang kau mau kan? sekarang aku sudah bahagia dengan yang lain, walau tidak bersama dengan Jin Young. Oppa, aku mencintai Mark, dan juga aku mencintaimu dan Jin Young. Tapi untuk sekarang aku hanya bisa membagi cintaku kepada Mark dan Cloudy. Saranghae.

Friday 17 January 2014

Between Us

Between Us
Author            : JongYi Hope Angel
Title                : Between Us
Genre             : Romance, sad, friendship
Length            : Oneshoot
Main Cast      :
*   Park Ah Rin aka Airin
*   Wu Yi Fan aka Kris
*   Kim Jong Dae aka Chen
Other Cast     : Find it by yourself!^^
Rating            : T
Disclaimer      : This is my fanfiction~ Wanna copy paste? Take it out with full credit. ah, Inspiration isn’t come easily. Kris and Chen are God’s. But Kris is my future husband!-___- Happy reading~~
“ I Love You. I’m sorry I can’t.”
-        Wu Yi Fan

Author POV
         Kris berjalan santai dengan tas yang ia rangkul di tangannya. Senyumnya tidak ia pasang sama sekali. Badannya tegap tapi tidak terlihat gagah. Wajahnya dingin tapi tidak sombong. Lagi-lagi hari ini ia malas untuk menatap sekolah, lebih tepatnya kedua sahabatnya.
         Dari arah lain, tampak Chen dan Airin yang sedang berjalan sambil bercanda. Keduanya saling merangkul, senyuman terpasang diantara keduanya. Kris yang menatap itu langsung berjalan menjauhi mereka. Tapi kedua buah bola matanya tidak disengaja menatap tatapan dari Chen yang melihatnya tajam.
         “ YA! Kemana saja kau tiga hari ini?” Airin bertanya ketika Kris masih berpapasan di samping Chen.
         “ Tidak kemana-mana.” Kris membalas seadanya.
         “ Cepat taruh tasmu, kita ke lapangan sekarang. Eoh?” Tambah Airin sambil tertawa kecil.
         Kris melanjutkan langkahnya setelah ia membalas senyum Airin, akan tetapi ia tidak memasang senyum sedikitpun kepada Chen. Wajahnya kembali dingin di sepanjang perjalanan.
         “ Anak ini. Aigoo~” Airin menatap Chen yang spontan mengeluarkan kata-kata itu ketika Kris menatapnya seperti itu. “ Mwoya? Kenapa kau menatapku seperti itu?” Lanjut Chen tampak aneh dengan tatapan Airin yang meminta penjelasannya.
Wu Yi Fan POV
         Aku berjalan ke dalam kelas. Meskipun Airin menyuruhku untuk menyimpan tasku, tapi aku takkan menurutinya. Lebih baik aku berdiam diri di dalam kelas dan tertidur di bangkuku.
         Aku duduk di bangku paling belakang tepat di belakang Chen dan Airin. Jadi ini agaknya sedikit menggangguku. Lupakan itu Kris. Bagaimanapun aku berusaha melupakannya, tetap saja aku tidak bisa.
         Mataku menatap sesuatu yang mencuri perhatianku. Album foto di bawah meja Chen. Bukankah itu foto ketika aku menginap di rumahnya? Aku mengambil album foto itu, lalu membuka lembar demi lembar album itu. Apa aku sangat narsis? Kenapa di sini banyak sekali fotoku bersama dengannya? Apa kami sedekat ini?
         Aku mengingat ulang kejadian demi kejadian dari foto-foto itu. foto ketika kami makan ramen bersama, ketika kami menyanyi di atas panggung bersama, ketika kami menginap di rumahnya, ketika kami bermain skate board bersama, ah bahkan itu foto papan skate board yang kurusak karena cara bermain yang salah.
         Ini foto yang terakhir kali kami bertemu, ketika kami bermain basket bersama.
## Flashback On ##
         Chen melemparkan bola ke dalam ring. Lalu berlanjut denganku memasukan bola. Hari ini Airin tidak bisa ikut karena les bahasa Inggrisnya. Biasanya dia akan duduk di samping lapangan sambil berteriak layaknya seorang pelatih, padahal mempassing bola saja dia tidak bisa.
         “ Kris-ahh, aku ingin bertanya sesuatu.” Ucap Chen sambil memberikan bolanya kepadaku.
         “ Wae?” Jawabku sambil mengoper bola kepadanya lagi.
         “ Apa kau merasakan ini? rasa sayang kepada Airin, namun bukan rasa sayang kita seperti biasanya. Mungkin bisa dikatakan cinta.” Tanya Chen sangat panjang sambil memegang bolanya tanpa memainkannya sama sekali.
         “ Kau bertanya atau cerita?” Candaku menatapnya sambil berjalan ke pinggir lapangan.
         “ Mungkin keduanya.” Lanjut Chen masih terkesan serius.
         Aku terdiam sejenak. Aku duduk di bangku tempat kami menaruh tas, diikuti dengan Chen yang duduk sambil mengambil kameranya. “ satu foto.” Pintanya sambil memutar kameranya ke arah kami.
         “ Chen-ahh, kalau kau bertanya, aku merasakan hal yang kau katakan tadi. Kalau kau cerita, aku akan menjauhi kalian berdua.” Jawabku sambil tersenyum. “ maksudku, aku akan membiarkan kalian berdua bersama tanpa orang ketiga sepertiku.” Lanjutku ketika ia menatapku untuk meminta penjelasan selanjutnya.
         “ Aniyo. kau tidak harus melakukannya. Kita bisa bersaing dengan sehat tanpa harus merusak persahabatan kita.” Jelas Chen sambil memukul kecil punggungku.
         “ Kurasa itu tidak perlu.” Lanjutku masih menahan emosiku.
         “ Ayolah, kita masih bisa bertiga seperti biasanya. Hanya saja kita bersaing untuk mendapatkan hatinya.” Chen masih terus memaksaku.
         “ YA! Aku tidak ingin! Aku tidak bisa!” kataku setengah membentak. “ Aku tahu, kalau kau bisa tidak cemburu! Tapi aku? Aku seorang pencemburu! Ambil dia selagi aku melepasnya! Jangan memaksaku! Arraseo?” Aku melanjut dengan nada suara yang semakin tinggi.
         “ Arraseo. Kalau begitu, aku yang akan melepasnya untukmu. Jadi kita tetap bisa bersama.” Chen tetap kuat pada pendiriannya.
         “ Aku tidak bisa. Aku tidak bisa melihatmu merasa sakit. Aku pulang.” Ucapku sambil berjalan santai meninggalkan dia yang melihatku penasaran.
         “ Jangan lupa, nanti malam kita harus belajar bersama.” Ucap Chen sambil melempar pelan botol pelastik yang ada di tangannya sehingga mengenai kepalaku.
         Tiga hari berlalu, tapi aku tidak beranjak dari kamarku. Sepertinya ini kali pertama aku absen dari kelas karena sakit. Tapi di rumahpun aku hanya memikirkan perasaanku yang sebenarnya kepada Airin. Apa aku benar-benar bisa melepasnya kepada Chen? Ah, ini gila.
##Flashback Off##
         Aku terhenti di foto terakhir ini. apa aku orang yang jahat? Meninggalkan sahabatnya bersama orang yang dicintainya tanpa alasan yang tepat? Apa kami bisa kembali seperti dulu? Selalu bertiga? Tapi ini masalah perasaan. Aku terlalu sakit jika melihatnya terus bahagia bersama Chen. Aku benar, ini benar, ini adalah cara yang terbaik. Aku harus menjauh dari mereka sebisa mungkin.
         “ Kris-ahh?” Chen bertanya pelan ketika melihatku yang agaknya sedikit rapuh melihat foto itu. “ Ah, kau melihatnya. Tadinya aku akan memberikannya di hari ulang tahunmu.” Lanjutnya sambil tersenyum.
         “ Lupakan saja.” Aku pergi meninggalkan kelas, padahal aku tahu hari ini akan diadakan ujian matematika. Biarkan sajalah, aku akan datang di jam yang kedua saja.
         “ Kris-ahh! Kau mau kemana?” tanya Airin dengan suara lantangnya. “ YA! Kau ketua kelas! Lalu siapa yang akan memberi hormat kepada guru? Eoh?” lanjut Airin menekan kata ketua kelas.
         “ Xiu-ya, kau saja yang menggantikan aku.” Perintahku sambil meninggalkan kelas.
Kim Jong Dae POV
         Ada apa dengannya hari ini? apa dia benar-benar melakukan apa yang dikatakannya beberapa hari lalu? Ini tidak bisa dipercayai. Hubungan persahabatan kita hancur begitu saja mendekati hari ulang tahunnya.
         Aku harus bicara padanya mengenai masalah ini. setelah pelajaran matematika selesai aku akan langsung menemuinya.
***
         Aku dan Kris sudah berada di atap gedung tempat biasa kami mengobrol bertiga ketika sedang membolos. Sebenarnya ini tempat yang mengandung banyak kenangan diantara kami bertiga.
         “ Kau benar-benar serius dengan perkataanmu?” Aku bertanya dengan senyuman yang kupaksa.
         “ Sekarang kau bisa mendekatinya untuk memilikinya. Nan gwaenchana.” Balasnya sambil tersenyum yang sama dipaksanya denganku juga.
         Ingin sekali aku mengatakan, cintaku pada Airin tidak sebanding dengan kedekatanku bersama Kris. Kalau disuruh memilih, persahabatan ini lebih berarti dibanding apapun. Tapi aku tidak bisa terlihat lemah sebagai lelaki.
         “ Tapi aku apa-apa, babo! Apa arti persahabatan kita selama sepuluh tahun ini?! Apa ini tidak berarti?! Apa egomu lebih berarti dibanding ini semua?!” aku sedikit berteriak namun suaraku bergetar karena menahan tangisku.
         Kris menarik kerahku dengan air matanya yang siap keluar dari matanya. Tangannya sudah siap untuk memukulku. Tapi aku tetap diam dan membiarkannya untuk memukulku. Apalah arti pukulan ini? tidak ada artinya.
         “ Ppalli! Pukul aku! Aku tidak apa-apa selama kau tetap menjadi sahabatku. Ayo pukul aku!” aku menekan nada suaraku, namun air mata tak bisa aku tahan.
         “ Hentikan tangismu, bodoh!” Ucapnya masih dengan air mata yang berlinang dari matanya. “ Dengar, aku tidak bisa menjadi sahabatmu lagi. Aku ingin kau bahagia bersama Airin. Arra?” Lanjutnya dengan tatapan serius lalu berlalu pergi.
         Aku ambruk. Ini gila, aku harus mengorbankan sahabat yang bahkan sudah kuanggap kakakku sendiri.
***
         Airin dan aku sudah duduk di bangku panjang di atap gedung ini. bagaimanapun juga, bayang-bayang kejadian kemarin masih terus membayang di sini.
         Aku memainkan gitarku dengan nada yang asal. Tatapanku datar menatap sesuatu di depanku. Kris, jika ini permintaanmu, aku akan menyatakan perasaanku sekarang. Ah tidak, ini terlalu terburu-buru.
         Aku ingat, kalau album foto itu sudah kutaruh di atas meja Kris. Tapi aku yakin sekali dia tidak akan menerimanya. Jadi aku yakin sekali, aku harus membuangnya. Album itu sudah tidak ada artinya lagi.
         “ Airin-ahh, aku harus ke kelas.” Aku berlalu meninggalkannya setelah menyerahkan gitarku kepadanya.
         “ Wae? Ada masalah?” Tanyanya.
         “ Gwaenchana.” Balasku masih berlari.
         Aku berlari ke dalam kelas. Untung saja, Kris sedang tidak di kelas. Kemana dia? Apa ia ke kantin? Masa bodoh, aku harus cepat-cepat membuang album foto itu sebelum Kris melihatnya.
         Aku membuang album foto itu dengan berat. Aku tidak bisa membuangnya, tapi aku harus. Bagaimanapun juga.
Wu Yi Fan POV
         Aku berjalan santai ke dalam kelas setelah dari toilet. Seperti biasa, aku selalu masuk melalui pintu belakang. Dari balik jendela aku melihat sosok Chen yang mengambil sesuatu dari mejaku. Lalu ia berjalan dan terdiam sebentar di dekat tempat sampah di dekat loker. Tapi sepertinya dia membuang sesuatu.
         Chen berlari keluar kelas. Aku yakin dia akan pergi ke atap gedung, jadi aku tidak akan ke atap gedung hari ini. tapi apa yang dibuangnya tadi? Aku menatap tempat sampah, tampaknya itu album foto yang kemarin aku lihat. Aku mengambilnya. Ada secarik kertas di halaman paling belakang.
         Saengil Chukkae hamnida, Kris-ahh. Saengil Chukkae. Tadinya aku ingin merayakan ulang tahunmu di atap gedung bersama dengan Airin. Sudahlah, aku tahu kau tidak akan mau. Jadi aku memberikan album beserta VCD ini saja. Tontonlah VCD itu, aku sudah memasukan rekaman ulang tahunmu. Itupun yang dua tahun lalu. Saengil Chukkaeyo.
         Aku menatap bangkunya. Lagi-lagi aku rapuh. Pintar sekali dia membuatku menjadi serapuh ini. aku menyimpan album itu di lokerku.
Kim Jong Dae POV
         Aku terkejut ketika aku melihat Airin sudah tak sadarkan diri di dekat pintu. Pil-pil obat sudah terjatuh berantakan di sampingnya. aku menatap wajah Airin yang sangat pucat, aku langsung panik. Tanpa pikir panjang aku menggendongnya dan membawanya ke ruang kesehatan. Tapi sialan, Jung sonsaengnim sedang tidak ada. Dengan terpaksa aku menaiki lift untuk guru. Aku membawanya ke rumah sakit di dekat sekolah ini.
         Aku panik. Aku takut. Aku langsung menelepon Jung Soo Hyung agar dia ke rumah sakit. Aku ceritakan keadaan yang sebenarnya kepada Jung Soo Hyung.
         Tanpa menunggu panjang, Jung Soo Hyung sudah berdiri di sampingku. Dia sama paniknya denganku menunggu dokter keluar dari ruangan Airin. Akhirnya dokter keluar dari ruangan dan menjelaskan mengenai penyakit lemah jantung Airin yang semakin parah. Bahkan, Airin hanya tinggal menunggu waktu saja.
         “ Kenapa dia menceritakan ini sedikitpun kepadaku?” Aku bertanya pada diriku sendiri namun terdengar oleh Jung Soo Hyung.
         “ Dia tidak ingin menambah masalah untukmu. Dia tahu keadaanmu dengan Kris sekarang. Waktu itu dia bercerita padaku bahwa dia mendengar perdebatan kalian berdua di atap gedung.” Jung Soo Hyung menjelaskan sambil tersenyum.
         “ Setidaknya dia harus memberitahuku agar aku bisa melindunginya.” Aku terduduk lemah.
         “ Sebenarnya Airin sedih dengan keadaan ini. dalam keadaan ini, dia tahu kalau dia harus memilih salah satu diantara kalian. Tapi dia tidak bisa, dia mencintai kalian berdua.” Jung Soo Hyung menjelaskan sedikit lebih tenang sekarang.
         “ Airin tidak harus memilih. Airin hanya harus menyatukan kami kembali. Itu saja.” Aku membalas senyumnya.
         “ Kembalilah ke sekolah. Aku akan memberitahumu tentang keadaannya nanti.” Jung Soo Hyung memasuki ruangan Airin.           
         Aku berjalan gontai ke sekolah. aku tidak ingin kehilangan Airin. Perkataan dokter tadi cukup menusuk jantungku. Airin hanya harus menunggu waktu. Bagaimana kalau aku kehilangannya?
Wu Yi Fan POV
         Aku melihat Chen yang berjalan gontai dari dalam kelas. Biasanya kami berjalan bersama dari gerbang itu. tidak, lupakan saja.
         Chen memasuki kelas lalu langsung membereskan bangku Airin. Dia mengambil tas Airin, dan dia bergegas pergi lagi.
         “ Ada apa dengan Airin?” Tanyaku menatap Chen yang masih gontai. “ YA! Jawab aku!” aku berteriak menghentikan langkahnya.
         “ Kau tidak perlu tahu, itu karenaku. Tenang saja.” Balasnya tanpa memberi keterangan sedikitpun.
         “ Aku menanyakan keadaannya, brengsek! Wae?” Aku memojokan Chen dengan tangan kananku.
         “ Sudah kubilang ini karenaku.” Lagi-lagi dia hanya mengatakan itu.
         Aku menonjok wajahnya kesal. “ Apa yang terjadi pada Airin?” aku menyentaknya lagi.
         “ Dia di rumah sakit. Dia lemah jantung. Kau puas? Aku bisa pergi sekarang?” Chen menatapku dengan senyuman sinis di bibirnya.
         Aku menatapnya bingung. Aku meminta penjelasan kepadanya. Perlahan air mata keluar dari mataku. Sesuatu menghantam pipiku dengan sangat kencang. “ Jangan menangis, bodoh! Kau itu lelaki!!” Sentaknya. “ Aku harus pergi.” Lanjutnya.
         “ Aku ikut denganmu.” Pintaku sambil mengejar langkahnya.
***
Park Ah Rin POV
         Aku membuka mataku. Ini bau rumah sakit. Dasar penyakit sialan, bagaimana bisa aku terbunuh oleh penyakit ini saja? Aku harus bertahan, setidaknya setelah Chen dan Kris bersahabat lagi.
         “ Yeodongsaeng, kau sudah sadar?” Jung Soo Oppa menatapku senang.
         “ Oppa, bagaimana kau bisa ada di sini?” Tanyaku heran menatapnya.
         “ Jong Dae meneleponku. Dia juga yang membawamu ke sini.” ucap Jung Soo Oppa menunjukan ke arah sofa.
         Kutatap Chen dan Kris sedang tertidur di sofa itu. “ Kris?” tanyaku lagi.
         “ Dia baru datang.” Jung Soo menjelaskan.
         Kutatap mereka baik-baik. Dua namja dengan kepribbadian berbeda yang memperebutkan hatiku. apa yang keren dariku? Aku tidak terkenal, tidak juga cantik, bahkan aku tidak bisa bersifat manis. Apa yang membuat mereka menyukaiku? Bahkan sampai rela persahabatannya hancur?
         “ Kris-ahh, Chen-ahh.” Panggilku dengan suara yang lemah. “ Wu Yi Fan~ Kim Jong Dae~” lagi-lagi aku memanggil mereka dengan suara yang semakin hilang.
         “ Aku akan membangunkan mereka.” Jung Soo Oppa langsung menggoyangkan badannya.
         “ Airin-ahh?” Panggil keduanya bersamaan.
         “ Kemarilah~ genggam tanganku.” Aku tersenyum sambil mengangkat kedua tanganku lemas.
         “ Wae? Kau merasakan sakit?” Tanya Chen menggenggam tanganku erat.
         “ Kau merindukanku? Eoh?” Tanya Kris menggenggam tanganku yang lain sama eratnya.
         “ Aku tidak apa-apa.” Aku menjawab pertanyaan Chen. “ Aku merindukanmu. Tapi sepertinya ada yang lebih merindukanmu.” Jawabku kepada Kris sambil menatap Chen yang menangis lagi.
         “ Untuk membalas kesalahanku kepadamu, adakah yang bisa aku lakukan untukmu?” Kris bertanya sambil memasang senyum. Diapun menangis seperti Chen.
         “ Kalian berdua, kembalilah seperti dulu. Bersama. Kalau kalian berjalan sendiri sendiri, kalian tampak begitu berbeda.” Aku berusaha bangun. Ya, aku masih dibantu bangun oleh Kris dan Chen.
         “ Baiklah.” Jawab Chen sangat cepat sambil tersenyum.
         “ Maafkan aku, aku tidak bisa~” Kris menatapku sambil tersenyum kecil.
         “ Kalian terlihat lemah ketika tidak bersama. Bagaimana kalian akan melindungi aku jika kalian lemah? Aku mohon~” Pintaku sekali lagi.
         “ Airin-ahh~” Kris memanggilku sedikit kesal.
         “ Aku tidak memaksa. Tapi aku meminta.” Jawabku sambil tersenyum lalu tertidur karena aku merasa mataku sangat berat. Mungkin pengaruh obatku.
         “ Aku keluar dulu.” Kris mengatakannya.
Wu Yi Fan POV
         “ Apa kau masih mempertahankan egomu?” tanya Chen yang ternyata mengikutiku.
         “ Ani. Aku hanya tidak bisa.” Jawabku menatap Chen.
         “ Kalau begitu, kita bisa memiliki Airin berdua. aku kasian kepadanya.” Lanjut Chen ketika dia sudah berdiri di sampingku. “ Dia tidak bisa memilih siapapun diantara kita. Dia hanya bisa mencintai kita.” Chen tersenyum getir.
         Aku terus melangkah, bahkan sampai kami keluar dari gedung rumah sakit.“ Maafkan aku. Walaupun kita bersama lagi, rasanya aku agak canggung.” Jawabku setelah sekitar lima belas menit setelah itu.
         “ Ne? Hanya karena itu saja?” Chen bertanya sambil mengencangkan suaranya. “ YA! Babo! Aku membencimu! Eoh?” lanjutku sambil memukuli kepalanya.
         “ YA! Kau menghancurkan rambutku!” Aku membalas sambil tertawa. “ Gomawoyo.” Lanjutku ingat akan sesuatu.
         “ Untuk?” tanyanya singkat.
         “ Hadiah yang kau berikan. Aku menyimpannya.” Aku tersenyum.
         Dia mengembangkan senyum bangga sebentar, tanpa hitungan dia memukuli badanku sambil berteriak “ SAENGIL CHUKKAE! SAENGIL CHUKKAE!” aku hanya bisa tertawa atas tingkahnya.
***
         Aku berdiri di belakang Airin sambil mengendap-endap. Chen yang berada di depan memberi aba-aba. “ Aman. Kajja!” dia langsung berlari. Disusul dengan Airin, dan aku di belakangnya.
         Kami bertiga berlari untuk kabur dari rumah sakit lalu bermain ke taman bermain tempat kita biasa bermain bersama.
         “ Yayayaya! Kris, ingin melawanku?” ajak Chen sambil menunjukan permainan untuk dance.
         “ Kau menantangku?” Aku menatap Chen sambil sedikit mendengus.
         Kamipun asyik dengan permainan kami. Ditambah dengan suara tawa Airin yang sangat lepas ketika menatap kami. Sudah lama kami tidak seperti ini.
         “ YA! Lihat ini, aku akan mengambilkan boneka itu untukmu, Airin.” Tunjuk Chen pada permainan yang kadang membuatku setres karena tidak mendapatkannya.
         “ Kau yakin?” Aku meremehkan kemampuan Chen.
         Chen tidak bergeming. Dia sudah fokus pada tongkatnya. Airin menunjuk-nunjuk ke arah boneka yang ia inginkan. Aku masuk ke dalam suasana karena tawa Chen dan Airin yang begitu lepas.
         Di sini, aku menjadi berpikir kembali. Bodoh sekali jika aku benar-benar mengambil tindakan meninggalkan persahabatan ini. Kupikir persahabatan kami tidak tergantikan. Tidak akan bisa.
         “ Chen-ahh, Chen-ahh~ Kau hampir mendapatkannya! YA!” Airin berteriak senang menatap tongkat yang semakin dekat dengan bonekanya. “ Yeah!” dia semakin berteriak ketika bonekanya sudah didapatkan.
         “ Kau masih akan meragukanku?” Chen menatapku dengan sombongnya.
         “ Aigoo~ Kau hanya sedang beruntung saja.” Aku mengelak.
         “ Kris-ahh, Chen-ahh, photo box!” Teriak Airin dengan senangnya.
         Airin berlari kecil menuju photo box. Disusul denganku dan Chen di belakangnya. Ini kali pertama kami berfoto bertiga. Biasanya kami hanya berfoto berdua, aku dengan Chen, aku dengan Airin, atau Chen dengan Airin.
         “ Pendekan badanmu, babo!” Chen memukul kepalaku lagi.
         “ Aish, aku lebih tua darimu!” Aku memegang kepalaku.
         “ Siap, siap, siap~” Ucap Airin ketika sudah menekan tombol di depannya.
         Kami cair dalam canda lagi. Hari ini, kami melewati hari yang sangat panjang. bahkan, aku yakin hari ini tidak akan bisa dilupakan sama sekali.
         Kami berjalan pulang, terlihat jelas wajah Airin sangat pucat. Ini salah kami, membiarkannya terlalu lelah. Melihat Airin yang sudah sangat lelah berjalan, aku langsung menggendongnya di pundakku. Chen berjalan di sampingku sambil mengobrol santai.
         “ Airin-ahh, beberapa hari ke depan aku tidak akan menemanimu~ Aku harus belajar serius, demi ujianku~ Mian.” Chen mengulas senyum kecilnya.
         “ Gwaenchana.” Airin membalas dengan suara yang sangat pelan.
         “ Airin-ahh, aku juga harus belajar. Mian~ tapi kami janji, kami akan menemanimu dalam ujian susulan. Eoh?” Aku tersenyum.
         “ Tidak usah. Aku tidak yakin bisa mengikuti ujian susulan.” Airin tersenyum miris. “ Kalau aku pergi, apa yang akan kalian lakukan?” Airin menambah sambil menatap kami berdua.
         “ Kau tidak akan pergi.” Jawab kami bersamaan.
         “ Jika aku pergi, tolong jaga diri kalian~ jangan bertengkar lagi, lulus ujianlah untukku.” Airin tersenyum lalu perlahan menutup kedua buah matanya.
         Aku dan Chen saling menatap. Harus diakui, aku mempunyai perasaan yang tidak enak. Chen menatapku bingung.
         “ Dia hanya kelelahan.” Ujarnya sambil mengusap rambut Airin.
***
         Ujian terakhir malah menjadi neraka untukku. Ini sangat susah, ini gila. Bagaimana bisa Chen menyelesaikan ini lebih awal? Chen sudah pergi meninggalkan kelas, dan aku yakin dia sudah di rumah sakit sekarang.
Kim Jong Dae POV
         Aku memasuki ruangan Airin dengan membawa salad kesukaan Airin. Tapi aku bingung ketika menatap Jung Soo Hyung yang duduk di sofa dengan air mata yang terus mengalir dari matanya. Semua peralatan di badan Airinpun sudah dilepas oleh suster.
         Dokter terlihat sudah menyerah dengan keringat yang sudah mengalir deras dari dahinya. Ada apa ini?
         “ Hyung?” Tanyaku membuyarkan lamunan Jung Soo hyung yang masih menangis.
         “ Kau datang.” Jung Soo memaksakan senyumnya. “ Dia pergi.” Lanjutnya sambil berjalan mendekati Airin.
         Dia pergi. Aku langsung terdiam sejenak. Aku mencerna kata-kata itu. itu tidak mungkin. Dia masih di sini, dia bersama kami, dia tidak pergi. Tidak.
         “ Aku harus pergi.” Ucapku pelan.
         “ Eoddiega?” Jung Soo hyung menatapku sebentar.
         “ Menemui Kris.” Lanjutku lalu berlalu.
***
         “ Kau berbohong!” Kris menghantam tembok yang ada di sampingnya.
         “ Dia pergi.” Aku menundukan kepalaku takut.
         “ YA! Dia tidak pergi!” Kris menarik kerah bajuku.
         “ Dia pergi.” Aku masih terus mengulang kalimat itu.
         Kris mengeluarkan air matanya lagi. Dia langsung berlari sangat kencang ke rumah sakit. Aku melihat teman-teman di kelas yang menatap kami bingung. Aku menyusul Kris berlari ke rumah sakit.
         Di rumah sakit, Jung Soo hyung sedang menenangkan kedua orang tuanya. Yang aku tahu, kedua orang tua Airin tidak tinggal bersamanya karena bisnis. Pantas saja kalau mereka sesedih ini.
         “ Airin, ini aku.” Ucap Kris menggenggam tangan Airin.
         “ Dia sudah pergi.” Aku berdiri di samping Kris.
         “ Airin, tunggu aku di surga. Aku pasti datang menemuimu. Janji.” Kris tersenyum dengan tangis yang masih mengalir.
         Tanpa kusadari, air mataku ikut mengalir bersama tangis Kris. Dari balik bantal Airin, aku melihat sebuah kertas berwarna merah muda lengkap dengan sesuatu di situ.
         “ Kris-ahh.” Ujarku menunjukan kertas itu.
         Kris mengambil itu. lalu menatapku sebentar, dan membuka lembaran kertas itu.
         Dear my lovely boys,
         Kris and Chen
         Bagaimana ujian kalian? Jangan khawatirkan aku, aku hanya pergi. Tetapi percayalah padaku, ada aku di hati kalian. Jalanilah hari-hari kalian seperti biasa bersama. Tanpaku, kalian tetap kalian. YA! Kalian ini namja! Bagaimana bisa kalian menangis di depan wanita? Aku tidak untuk ditangisi, aku harus dicintai. Jangan membuat masalah lagi, jangan membolos lagi, jangan cengeng lagi, jangan bertengkar lagi, pokonya jauhi hal negatif! Oya, jangan merokok. Atau kalian akan kuhantui. Jaga diri kalian. Annyeong, Oppa~
NB : Ini kali pertamaku memanggil kalian Oppa^^
         Aku tidak sanggup menahan tangisku. Begitu juga Kris, bahkan dia lebih parah.
         “ Airin, kami akan selalu bersama. Janji.” Kris merangkulku yang membuat air mataku pecah begitu saja.
         “Jaga dirimu di sana. Aku cinta padamu.” Itu hanya sepatah kalimat terakhir yang bisa kukatakan.

~~ FINISH~~