One More tear
Author : JongYi Hope Angel
Title : One More Tear
Genre : Romance
Length : Freelance
Main
Cast :
·
Park Ah Rin aka Airin
·
Lim Jae Bum aka JB
·
Park Jin Young aka JR
Disclaimer : Inspiration isn’t come easily. Hak cipta
milik saya, anda copy tanpa ijin? Masalah dengan hukum!
“ Ini air mata terakhirku untuk terus menangisimu.”
-
Airin
Park Ah Rin POV
Aku menatap
namja yang sedang di bangku taman sana. Dia duduk sendiri denga headphone
terpasang di telinganya. Novel biru yang sangat tebal itu masih terus berada di
tangannya, lembar demi lembar dia baca dengan khidmat.
Seandainya
saja kalian tahu, namja yang duduk di sana itu pernah mengisi hariku. SEBAGAI
KEKASIH. Dia pernah memenuhi otakku, pernah menyimpannya di hatiku, pernah
membiarkannya membayangi hidupku, dia pernah menjadi dia.
Kini dia
dingin, dia bukan dia. Ini bodoh, kenapa aku masih terus memikirkannya? Padahal
dia mengingat wajahku saja tidak. Sepertinya. Sering kali aku berusaha
melupakannya, tapi semakin kuingin lupa semakin kuingat semakin kusakit. Ah,
ini gila.
Aku masih
terdiam menatapnya dari koridor. Perlahan matanya terlepas dari bukunya,
sepertinya dia menyadari keberadaanku. Aku langsung berlari menjauhi dia yang
masih menatapku.
Di jalan
orang-orang menatapku aneh. Apa aku terlihat aneh? Apa dandananku mengganggu
mereka? Apa pakaianku salah? ah, ternyata air mataku keluar. Dasar bodoh. Aku
masih saja menangisi lelaki yang jahat itu.
“
Uljjimma.” Tiba-tiba seseorang berteriak dari arah belakang. Suara namja lembut
yang sangat kukenali tetapi pikiranku terlalu penuh dengan lelaki itu.
“ Jae Bum?”
tanyaku dan sepertinya aku salah ucap.
“ Aniyo.
ini aku, Jin Young.” Jelasnya sambil mengangkat sebelah alisnya.
Lim Jae Bum POV
Aku
membuka-buka asal novel biru ini. Biasanya aku akan menikmati novel ini, tapi
untuk kali ini aku tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Setiap lembar yang
kubaca pasti muncul seorang yeoja dengan rambutnya yang tergerai indah.
Aku
memasang headphoneku walaupun aku tidak mendengar lagu sama sekali. Sekali lagi,
walaupun aku mendengar lagu, suara yang aku dengar hanyalah suara seorang yeoja
yang sangat lembut dan indah mengalun lembut. Aish, ini gila. Aku melepas
headphoneku dan menutup novel itu asal.
Mataku
tertuju pada seseorang yang sedang menatapku dari koridor. Yeoja itu lagi-lagi
menarik perhatianku. Kenapa aku tidak bisa tidak memikirkannya barang sekali
saja? Kenapa ini menjadi begitu susah? Dasar gila.
Aku
melangkah menuju koridor, tetapi aku tidak mengejar yeoja itu tapi namja di
belakangnya. Yeoja itu sudah berlari disusul dengan namja di belakangnya, ada
apa dengan dia? Ah, mungkin dia merasa aku mengikutinya.
“ Jin
Young-ahh!” teriakku tapi lebih terdengar seperti memanggil.
“ Wae?”
jawabnya sambil membalikan badannya.
“ Kau tahu
tugasmu.” Aku mengedipkan sebelah mataku lalu berlalu meninggalkan Jin Young.
Aku
berjalan mengelilingi gedung, rasanya setiap kali aku melewati semua ruangan di
tempat ini menjadi sangat menyedihkan. Dulu semua suratan kenangan aku lakukan
bersamanya di setiap ruangan yang aku lewati.
Ruang musik
ini, aku rasa mempunyai kumpulan kenangan yang sangat banyak. Cerita di tempat
ini begitu banyak sehingga membuat aku kembali mengulang masa lalu. Perlahan,
kakiku melangkah dan aku mengambil salah satu gitar yang berada di dekat
jendela itu. berawal dari kunci C, aku langsung memainkan lagu yang biasa kami
mainkan berdua.
Nada-nada
yang keluar dari gitarku terdengar agak sumbar. Mungkin aku tidak konsentrasi
karena sosok yeoja itu muncul kembali. Entahlah, sampai kapan aku akan
memikirkannya. Dulu, aku mengakhiri hubungan kami karena kupikir kami akan
merasa lebih senang, tetapi aku rasa aku salah, aku malah menderita karena
selalu memikirkannya seperti ini.
Mataku
mulai asyik menatap keluar jendela. Sendiri. Tidak seperti dulu. Dua orang yang
berada di taman sana mencuri perhatianku. Jin Young dan, yeojaku. Ah tidak,
maksudku Jin Young dengan Airin. Mereka tampak sedang asyik bercerita.
Sepertinya Airin sudah lebih baik sekarang.
Aku
melangkah pergi keluar dari ruang musik dan berjalan keluar gedung untuk pulang
ke asrama.
***
Aku mulai
menutup mataku setelah asyik menatap foto-foto yang kusimpan di ponselku. Tapi
sebelum aku benar-benar tertidur, Jin Young memasuki kamar lalu melempar tasnya.
“ YA! Jae Bum-ahh, kau tetap tidak ingin
memberitahu penyakitmu?” Jin Young terjatuh di kasur kecil yang sudah kusiapkan
untuknya di sampingku.
“ Waeyo?
Kenapa kau sangat ingin tahu penyakitku?” Aku tersenyum walau badanku
memunggunginya.
“ Aku ingin
tahu. Dan aku kasian dengan Airin.” Jawabnya menarik selimutku pelan.
“ Airin?
Wae?” sekarang malah aku yang balik bertanya.
“ dia terus
bertanya kenapa kau menagkhiri hubungan kalian. Apa aku harus terus menjawab ‘
nado molla’?” Jin Young membalas lagi sedikit jengkel.
“ Kau boleh
mengatakan aku sakit.” Jawabku dengan suara lebih pelan.
“ Aku tidak
tega dengan kalian berdua. Aigoo.” Jin Young membalas lalu menarik selimut
sampai menutupi kepalanya.
“ Selamat
malam. mimpi indah.” Ujarku yang sebenarnya hanya aku saja yang bisa mendengarnya.
Kami mulai
menikmati mimpi kami masing-masing. Tapi sial, aku selalu ingat hal itu setiap
malam. pesan malam ‘ mimpi indah~’ dengan suara khasnya. Itu sudah tidak
berlaku lagi.
***
“ Jae
Bum-ahh, ireona! Ya!” aku mendengar suara Jin Young memekakan telingaku.
“ Waeyo?
Hari ini tidak ada jadwal bukan?” Aku mengucek mataku pelan.
“ Igge
mwo?” Jin Young melempar kertas dan amplop ke hadapan wajahku.
Aku
mengambil lembaran itu dan membacanya di dalam hati. Sialan, kenapa anak ini
bisa menemukan surat ini? apa dia membuka-buka lemariku sampai ke bagian dalam?
Kenapa ini bisa di tangannya?
“ YA! Kau
bilang penyakitmu tidak parah! Ini apa? Eoh?” Jin Young menatapku sambil
menyilangkan tangannya lalu mengambil ponselnya.
“ Apa yang
akan kau lakukan?” Aku balik menatap Jin Young.
“ Aku akan
menghubungi Airin.” Mendengar nama Airin aku langsung merebut ponsel Jin Young.
Aku memutus
telepon ketika Airin sudah mengangkatnya. Mendadak jantungku berdegup menjadi
lebih kencang dari biasanya. Tatapanku sangat berkunang-kunang. Bahkan kakiku
tidak bisa menopang badanku lagi, rasanya aku sudah menahan badanku tapi aku
malah terjatuh tepat di rangkulan Jin Young.
“ Wae, wae,
wae?” tanya Jin Young panik.
“ Ambilkan
obatku! Ppalli!” Aku berteriak sambil memegangi dadaku yang semakin sakit.
“ Eoddie?”
Jin Young semakin panik.
“ Di meja
belajarku!” Aku terus memegangi dadaku.
Jin Young
menidurkanku di sleeping badku dulu, dia langsung mengambil obat dan juga
minumnya. Dia berusaha menolongku dengan berbagai cara. Syukurlah, aku tidak apa-apa
karena gerakan Jin Young yang sangat cepat.ku
“ Penahan
sakit?” tanya Jin Young.
“ Hmm. Ini
hanya untuk menahan sakitku yang suka datang tiba-tiba.” Aku menjelaskan
sedikit. “ Itu yang membuatku tidak terlihat sakit parah.” Aku tersenyum.
“ Apa ini
bisa menyembuhkanmu?” Jin Young membulatkan matanya sedikit.
“ Sayang
sekali tidak. Ini hanya untuk mengurangi rasa sakit ketika aku menginjak
stadium selanjutnya.” Aku masih tersenyum.
Jin Young
menatap ponselnya. “ Airin meneleponku.” Jin Young berbicara pelan sambil
menatapku. Aku mengangguk untuk memberikan kode agar dia mengangkat teleponnya.
Jin Young
cukup lama berbincang dengan Airin. Aku menatap kardus biru yang berada di
bawah meja belajarku. Sepertinya ada sesuatu yang sangat menarik di situ. Aku
ingat, aku selalu menyimpan apa-apa pemberian Airin di tempat itu. dari sejak
SMP sampai sekarang. Apa aku masih ingat semua barang pemberiannya?
Aku
mengambil kotak itu dan menatapnya sebentar. Aku membukanya dengan perasaan
yang tidak menentu. Ingin menangis tapi takut, ingin bahagia tapi bukan
saatnya.
Anting
kecil berwarna hitam sebelah kiri, seingatku pasangannya lagi berada di telinga
kanan Airin. Sarung tangan berwarna putih sepasang jahitan Airin, lalu ada syal
biru bertuliskan namaku. Apa ini? memory card dan juga mp3nya juga ada? Aku
tidak ingat Airin pernah memberikan ini. aku memasang earphone putih itu di
teligaku dan mendengar suara seorang wanita sedang menyanyi. Jelas sekali suara
yang ada di dalam sini adalah suara Airin dan gitar merah jambu kesayangannya.
Tapi lagu apa ini? ah, mungkin lagu ciptaannya. Tanpa kusuruh, air mata keluar
dari mataku menggelinciri setiap tekuk pipiku.
“ Airin
ingin bertemu denganku. Apa kau ingin menggantikanku?” Ucap Jin Young
mengejutkanku. “ Airin adalah wanita yang tegar. Kalian berdua masih saling
menyayangi bukan?” lanjutnya sambil menggerak-gerakan badanku.
“ Lalu apa
yang harus kulakukan?” aku mengangkat sebelah alisku.
“ Lakukan
apapun yang ingin kau lakukan. Airin akan menyukainya. Hwaighting!” JR
mendorongku sambil memakaikan jaket biru tuaku.
Aku
berjalan keluar asrama ragu. Antara ingin dan takut. Antara sayang dan cinta.
Aku merasakan antara ini dan itu yang saling berlawanan. Apa dia akan
menerimaku? Tapi pada akhirnya aku melangkah juga ke taman dengan perasaan yang
campur aduk.
Aku melihat
Airin sedang duduk manis di kursi taman biasa kami duduk berdua. rasanya aku
malah semakin ragu untuk melangkah. Aku kembali menjauh dari taman. Tak jauh
dari taman, aku melihat pengamen kecil sedang asyik bernyanyi dengan gitarnya.
“ joggie,
boleh aku bernyanyi menggunakan gitarmu?” Aku tersenyum kecil.
“ Lalu
bagaimana dengan uangnya?” tanya pengamen kecil itu polos.
“ Aku akan
mengamen utukmu jika kau bisa membawa yeoja yang sedang duduk di bangku taman
sana. Eotthae?” aku mengambil alih tempat si pengamen kecil itu.
Aku mulai
bernyanyi di saat anak itu sudah berlari untuk membawa Airin berada di dekatku
dan menontonku bernyanyi menggunakan lagu yang ia ciptakan untukku. Perlahan
penonton yang menontonku semakin memenuhi dan mengelilingiku.
“ Daebak.
Jika aku merekamnya dan memasukannya ke Youtube!” Teriak seorang yeoja yang
berada di sebelahku.
Aku menatap
sekeliling dan mencari Airin. Siapa tahu dia ada diantara para penonton
lainnya. Benar saja, dia sedang menatapku sambil mengeluarkan air matanya
deras. Aku berusaha menyelesaikan laguku walau rasanya aku ingin ikut menangis.
Suara aku bergetar dan aku bisa menyelesaikan lagunya.
Airin
tampak akan ikut bubar seperti penonton lainnya. Dengan gerakan cepat, aku
memberikan gitar yang tadi aku pinjam kepada pengamen kecil itu dan berlari
mengejar Airin.
Tanganku
sudah menyentuh tangan Airin, tapi dengan cepat Airin melepaskan tangannya.
Lagi-lagi aku harus mengejar Airin. Kau bodoh Jae Bum. Bagaimana kau bisa tidak
ingat kalau dokter tidak memperbolehkanku untuk kelelahan? Dadaku sakit lagi.
“ Airin,
jebal. Aku sudah tidak bisa mengejarmu lagi. Aku mohon, lihatlah aku.” Aku
menarik napas tapi aku tidak bisa merasakan udara memasuki rongga hidungku.
Airin masih
terus melangkahkan kakinya. Tapi langkahnya menjadi semakin pelan, setidaknya
aku harus mengejarnya lagi agar dia tahu kalau aku benar-benar mencintainya.
Aku tidak ingin kehilangan Airin lagi, jadi aku langsung memeluknya.
“ YA! Oppa,
wae?” Airin tampak terkejut dengan diriku yang tiba-tiba memeluknya.
Aku
merasakan badan Airin sedikit bergetar. Lalu tak lama setelah itu, Airin
terdengar menangis di pelukanku. badannya yang cukup kecil membuatnya bisa
menangis tepat di dadaku.
Aku tidak
bisa menghirup udara lagi, apa aku benar-benar akan terbaring lemah di rumah
sakit dengan alat-alat pernapasan terpasang di dadaku? Apa waktunya itu
sekarang? Tatapanku berubah menjadi putih. Aku tidak bisa menopang badanku sama
sekali.
“ Oppa, aku
sangat merindukanmu! Bagaimana kau tega meninggalkanku? Oppa! Oppa!
Gwaenchana?” itu perkataan terakhir yang bisa kudengar dari mulut Airin.
Park Ah Rin POV
Aku ingin
menumpahkan semua rasa rinduku kepada Jae Bum. Tapi kenapa bebanku menjadi
sangat berat? Apa dia pingsan? “ Oppa!” aku berteriak lagi.
Aku panik.
Jae Bum benar-benar pingsan di pelukanku. aku sudah tidak bisa menahan badannya
yang lebih besar dariku. Aku langsung terduduk di trotoar jalan. Aku
mencari-cari ponselku dan langsung menghubungi Jin Young.
Tidak
menunggu lama, ambulance sudah berada di dekat kami. Jin Young berada di
belakangnya dengan motor besarnya. Orang-orang berbaju putih sudah mengangkat
Jae Bum memasuki ambulance. Air mataku pecah begitu saja.
“ Naiklah.”
Perintah Jin Young.
Aku
menurutinya dan langsung menaiki motor dengan air mata yang masih penuh
menggenangi mataku. Di sepanjang jalan aku masih terus menangis, entahlah
sampai kapan aku akan menangisi ini. aku terlalu mencintai Jae Bum.
***
Tiga hari
sudah Jae Bum terbaring lemah di rumah sakit dengan berbagai peralatan yang
sudah terpasang di badannya.
“ Jae
Bum-ahh, mianhada.” Aku mendengar Jin Young meminta maaf dengan suara yang
bergetar.
“ Jelaskan.
Kenapa kau meminta maaf padanya?” Aku menatap Jin Young intens.
“ sebelum
dia menghampirimu, penyakitnya sedang kambuh. Seharusnya aku tidak menyuruhnya
menemuimu.” Jin Young mengutarakan dan menjelaskan semuanya dengan menahan air
mata yang hampir keluar.
“ Jadi dia
sudah lama seperti ini?” Aku mengeluarkan air mataku juga.
“ Dia tidak
ingin kau menangis. Jadi dia selalu menyuruhku menutup mulut. Mianhada.” Jin
Young duduk di sofa di dekat kasur Jae Bum.
***
Aku selalu
mendatangi rumah sakit, setidaknya untuk menyanyikan sebuah lagu untuknya.
Kalau tidak menyanyi, aku membawakan makanan-makanan kesukaannya. Kalau tidak
juga, aku akan memijat kecil tangannya. Atau kalau ada orang yang sedang
mengunjungi Jae Bum, aku menyanyi bersama pasien lainnya. Atau paling tidak aku
akan membantu suster membagikan susu setiap pagi.
“ Oppa~ apa
kau betah di sini? coba kau lihat, ruangan ini tidak ada dekorasinya sama
sekali. Bagaimana kalau aku menghiasnya? Aku akan meminta ijin kepada kepala
ruangan untukmu. Eotthae?” Aku menggenggam tangan Jae Bum erat.
Besoknya
aku membawa Jin Young untuk membantuku mendekorasi ruangan. Ya setidaknya dia
akan mendekorasi bagian atasnya, dan aku bagian bawah.
Dengan tawa
yang keluar dari mulut kami, kami menikmati saat-saat ini. Jin Young memiliki
sifat yang tidak berbeda dengan Jae Bum. Dia bisa membuatku nyaman. Walaupun
aku lebih nyaman bersama Jae Bum.
“ Kamar ini
terlihat beda ya.” Dokter memasuki ruangan dan menegur kami. Seperti biasa dia
akan memeriksa keadaan Jae Bum. Dari hari ke hari dia memang membaik. Tapi penyakit
ini bisa merenggut nyawanya kapan saja, itu yang harus kupersiapkan dari
sekarang.
“ Jaga Jae
Bum, jaga diri juga, arraseo?” Dokter mengelus rambutku pelan.
“ Arra.
Dokter juga jaga kesehatan. Jangan memikirkan kami saja, pikirkan dirimu juga.”
Aku tersenyum.
~~3 Days Later~~
“
Sunbaenim! Monitor tidak menunjukan apapun!” teriak suster yang membuatku
langsung berlari menuju kamar Jae Bum.
“ Kau
tunggu di sini saja! Aku akan mengurusnya.” Dokter Mark memasuki ruangan
disusul para suster menghalangi pandanganku.
Aku takut,
aku langsung menelepon Jin Young. Tapi teleponku tidak diangkat sama sekali.
Aku semakin takut. Aku mendengar kegaduhan dari lobby sebelah. Aku berlari
karena perasaanku berubah menjadi sangat tidak mengenakan hati.
“ Suster,
siapa dia?” Aku bertanya pada suster yang membawa berkas-berkas pasien.
“ Park Jin
Young. Bukankah dia temanmu?” suster balik bertanya.
“ MWO?” Aku
membulatkan mataku.
“ Dia
kecelakaan motor tadi. Kau harus tegar, mereka pasti akan selamat untukmu.”
Suster menyemangatiku dan memasuki ruangan.
Aku
terduduk lemah di ruang tunggu di dekat suster. Suster-suster yang sudah
kuanggap menjadi sahabatku ini, satu per satu mendekatiku. Tapi aku sudah
menangis sangat kencang, jadi tidak ada yang bisa menghentikan tangisku.
“
Airin-ahh, kau harus kuat.” Ucap salah satu suster sambil merangkulku.
“ bagaimana
kalau aku kehilangan keduanya di dalam waktu yang bersamaan? Apa aku harus
melepas keduanya? Eoh?” Aku malah semakin kencang menangisnya.
Dokter yang
menangani Jin Young keluar dengan wajah yang sangat kecewa. Dia langsung
melangkah menghampiriku. “ Kau kerabatnya? Mian, aku tidak bisa
menyelamatkannya. Dia akan tenang di sana.” Ucapnya sambil melepas pelindung di kepalanya.
Dokter Mark
juga keluar dari ruangan Jae Bum dengan tatapan yang sangat mengecewakan. “
Airin-ahh.” Baru dia memanggilku, aku sudah berteriak dan berkata yang
tidak-tidak.
“ Sunbae!
Kau tidak menyelamatkannya kan? sekarang aku harus bagaimana? Aku sendiri! Aku
tidak punya siapa-siapa! Aku harus bagaimana? Sunbae, kau tidak tahu kan? aku
sendiri sekarang!” aku berteriak sambil menangis sesenggukan.
“ YA!
Airin, kau tenang dulu.” Dokter Mark merangklu badanku setelahnya.
“ Mwoya?
Aku benar-benar sendiri! Sudah tidak ada yang mencintaiku lagi, sunbaenim!” Aku
memukul-mukul dada dokter Mark kecil.
“ Aku
mencintaimu!” dokter Mark menatapku dalam. “ Aku benar-benar menyayangimu. Kau
tidak sendiri, Airin. Aku akan menemanimu sampai akhir hayatku.” Dia
menjelaskan lagi lalu memelukku.
Rasanya berada
di pelukannya itu sama seperti apa yang kurasakan ketika bersama Jae Bum.
Entahlah, apakah aku bisa mencintainya sepenuh hati? Tapi aku akan berusaha
mencintainya sepenuh hati.
***
“ Eomma~
siapa dua namja yang berada di sampingmu itu? apa itu Appa?” tanya Cloudy
menunjukan album fotoku.
“ dia Jae
Bum dan Jin Young. Mereka berdua adalah sahabat dekat Eomma.” Aku menjelaskan
sambil menjelaskan siapa mereka. “ mereka sudah tenang di atas.” Aku tersenyum.
“ Appa
pulang.” Mark memasuki ruang keluarga sambil melepas dasinya.
“ APPA!”
Cloudy langsung berteriak dan berlari mendekati Mark. “ Appa, mereka berdua
sangat tampan ya~” Cloudy melanjutkan setelah berada di gendongan Mark.
“ Apa mereka
lebih tampan dari Appamu?” Mark mencubit pipi Cloudy greget.
“ hmmm,
mereka berdua lebih tampan daripada Appa.” Cloudy dengan polosnya ikut mencubit
Mark disambung dengan tawa kami berdua yang saling menyatu.
Inilah aku
sekarang. Jae Bum Oppa, aku tidak menangis kan? ini yang kau mau kan? sekarang
aku sudah bahagia dengan yang lain, walau tidak bersama dengan Jin Young. Oppa,
aku mencintai Mark, dan juga aku mencintaimu dan Jin Young. Tapi untuk sekarang
aku hanya bisa membagi cintaku kepada Mark dan Cloudy. Saranghae.