Monday 20 January 2014

One More Tear

One More tear
Author            : JongYi Hope Angel
Title                : One More Tear
Genre             : Romance
Length            : Freelance
Main Cast      :
·       Park Ah Rin aka Airin
·       Lim Jae Bum aka JB
·       Park Jin Young aka JR
Disclaimer      : Inspiration isn’t come easily. Hak cipta milik saya, anda copy tanpa ijin? Masalah dengan hukum!
“ Ini air mata terakhirku untuk terus menangisimu.”
-        Airin
Park Ah Rin POV
         Aku menatap namja yang sedang di bangku taman sana. Dia duduk sendiri denga headphone terpasang di telinganya. Novel biru yang sangat tebal itu masih terus berada di tangannya, lembar demi lembar dia baca dengan khidmat.
         Seandainya saja kalian tahu, namja yang duduk di sana itu pernah mengisi hariku. SEBAGAI KEKASIH. Dia pernah memenuhi otakku, pernah menyimpannya di hatiku, pernah membiarkannya membayangi hidupku, dia pernah menjadi dia.
         Kini dia dingin, dia bukan dia. Ini bodoh, kenapa aku masih terus memikirkannya? Padahal dia mengingat wajahku saja tidak. Sepertinya. Sering kali aku berusaha melupakannya, tapi semakin kuingin lupa semakin kuingat semakin kusakit. Ah, ini gila.
         Aku masih terdiam menatapnya dari koridor. Perlahan matanya terlepas dari bukunya, sepertinya dia menyadari keberadaanku. Aku langsung berlari menjauhi dia yang masih menatapku.
         Di jalan orang-orang menatapku aneh. Apa aku terlihat aneh? Apa dandananku mengganggu mereka? Apa pakaianku salah? ah, ternyata air mataku keluar. Dasar bodoh. Aku masih saja menangisi lelaki yang jahat itu.
         “ Uljjimma.” Tiba-tiba seseorang berteriak dari arah belakang. Suara namja lembut yang sangat kukenali tetapi pikiranku terlalu penuh dengan lelaki itu.
         “ Jae Bum?” tanyaku dan sepertinya aku salah ucap.
         “ Aniyo. ini aku, Jin Young.” Jelasnya sambil mengangkat sebelah alisnya.
Lim Jae Bum POV
         Aku membuka-buka asal novel biru ini. Biasanya aku akan menikmati novel ini, tapi untuk kali ini aku tidak bisa berkonsentrasi sama sekali. Setiap lembar yang kubaca pasti muncul seorang yeoja dengan rambutnya yang tergerai indah.
         Aku memasang headphoneku walaupun aku tidak mendengar lagu sama sekali. Sekali lagi, walaupun aku mendengar lagu, suara yang aku dengar hanyalah suara seorang yeoja yang sangat lembut dan indah mengalun lembut. Aish, ini gila. Aku melepas headphoneku dan menutup novel itu asal.
         Mataku tertuju pada seseorang yang sedang menatapku dari koridor. Yeoja itu lagi-lagi menarik perhatianku. Kenapa aku tidak bisa tidak memikirkannya barang sekali saja? Kenapa ini menjadi begitu susah? Dasar gila.
         Aku melangkah menuju koridor, tetapi aku tidak mengejar yeoja itu tapi namja di belakangnya. Yeoja itu sudah berlari disusul dengan namja di belakangnya, ada apa dengan dia? Ah, mungkin dia merasa aku mengikutinya.
         “ Jin Young-ahh!” teriakku tapi lebih terdengar seperti memanggil.
         “ Wae?” jawabnya sambil membalikan badannya.
         “ Kau tahu tugasmu.” Aku mengedipkan sebelah mataku lalu berlalu meninggalkan Jin Young.
         Aku berjalan mengelilingi gedung, rasanya setiap kali aku melewati semua ruangan di tempat ini menjadi sangat menyedihkan. Dulu semua suratan kenangan aku lakukan bersamanya di setiap ruangan yang aku lewati.
         Ruang musik ini, aku rasa mempunyai kumpulan kenangan yang sangat banyak. Cerita di tempat ini begitu banyak sehingga membuat aku kembali mengulang masa lalu. Perlahan, kakiku melangkah dan aku mengambil salah satu gitar yang berada di dekat jendela itu. berawal dari kunci C, aku langsung memainkan lagu yang biasa kami mainkan berdua.
         Nada-nada yang keluar dari gitarku terdengar agak sumbar. Mungkin aku tidak konsentrasi karena sosok yeoja itu muncul kembali. Entahlah, sampai kapan aku akan memikirkannya. Dulu, aku mengakhiri hubungan kami karena kupikir kami akan merasa lebih senang, tetapi aku rasa aku salah, aku malah menderita karena selalu memikirkannya seperti ini.
         Mataku mulai asyik menatap keluar jendela. Sendiri. Tidak seperti dulu. Dua orang yang berada di taman sana mencuri perhatianku. Jin Young dan, yeojaku. Ah tidak, maksudku Jin Young dengan Airin. Mereka tampak sedang asyik bercerita. Sepertinya Airin sudah lebih baik sekarang.
         Aku melangkah pergi keluar dari ruang musik dan berjalan keluar gedung untuk pulang ke asrama.
***
         Aku mulai menutup mataku setelah asyik menatap foto-foto yang kusimpan di ponselku. Tapi sebelum aku benar-benar tertidur, Jin Young memasuki kamar lalu melempar  tasnya.
         “ YA!  Jae Bum-ahh, kau tetap tidak ingin memberitahu penyakitmu?” Jin Young terjatuh di kasur kecil yang sudah kusiapkan untuknya di sampingku.
         “ Waeyo? Kenapa kau sangat ingin tahu penyakitku?” Aku tersenyum walau badanku memunggunginya.
         “ Aku ingin tahu. Dan aku kasian dengan Airin.” Jawabnya menarik selimutku pelan.
         “ Airin? Wae?” sekarang malah aku yang balik bertanya.
         “ dia terus bertanya kenapa kau menagkhiri hubungan kalian. Apa aku harus terus menjawab ‘ nado molla’?” Jin Young membalas lagi sedikit jengkel.
         “ Kau boleh mengatakan aku sakit.” Jawabku dengan suara lebih pelan.
         “ Aku tidak tega dengan kalian berdua. Aigoo.” Jin Young membalas lalu menarik selimut sampai menutupi kepalanya.
         “ Selamat malam. mimpi indah.” Ujarku yang sebenarnya hanya aku saja yang bisa mendengarnya.
         Kami mulai menikmati mimpi kami masing-masing. Tapi sial, aku selalu ingat hal itu setiap malam. pesan malam ‘ mimpi indah~’ dengan suara khasnya. Itu sudah tidak berlaku lagi.
***
         “ Jae Bum-ahh, ireona! Ya!” aku mendengar suara Jin Young memekakan telingaku.
         “ Waeyo? Hari ini tidak ada jadwal bukan?” Aku mengucek mataku pelan.
         “ Igge mwo?” Jin Young melempar kertas dan amplop ke hadapan wajahku.
         Aku mengambil lembaran itu dan membacanya di dalam hati. Sialan, kenapa anak ini bisa menemukan surat ini? apa dia membuka-buka lemariku sampai ke bagian dalam? Kenapa ini bisa di tangannya?
         “ YA! Kau bilang penyakitmu tidak parah! Ini apa? Eoh?” Jin Young menatapku sambil menyilangkan tangannya lalu mengambil ponselnya.
         “ Apa yang akan kau lakukan?” Aku balik menatap Jin Young.
         “ Aku akan menghubungi Airin.” Mendengar nama Airin aku langsung merebut ponsel Jin Young.
         Aku memutus telepon ketika Airin sudah mengangkatnya. Mendadak jantungku berdegup menjadi lebih kencang dari biasanya. Tatapanku sangat berkunang-kunang. Bahkan kakiku tidak bisa menopang badanku lagi, rasanya aku sudah menahan badanku tapi aku malah terjatuh tepat di rangkulan Jin Young.
         “ Wae, wae, wae?” tanya Jin Young panik.
         “ Ambilkan obatku! Ppalli!” Aku berteriak sambil memegangi dadaku yang semakin sakit.
         “ Eoddie?” Jin Young semakin panik.
         “ Di meja belajarku!” Aku terus memegangi dadaku.
         Jin Young menidurkanku di sleeping badku dulu, dia langsung mengambil obat dan juga minumnya. Dia berusaha menolongku dengan berbagai cara. Syukurlah, aku tidak apa-apa karena gerakan Jin Young yang sangat cepat.ku
         “ Penahan sakit?” tanya Jin Young.
         “ Hmm. Ini hanya untuk menahan sakitku yang suka datang tiba-tiba.” Aku menjelaskan sedikit. “ Itu yang membuatku tidak terlihat sakit parah.” Aku tersenyum.
         “ Apa ini bisa menyembuhkanmu?” Jin Young membulatkan matanya sedikit.
         “ Sayang sekali tidak. Ini hanya untuk mengurangi rasa sakit ketika aku menginjak stadium selanjutnya.” Aku masih tersenyum.
         Jin Young menatap ponselnya. “ Airin meneleponku.” Jin Young berbicara pelan sambil menatapku. Aku mengangguk untuk memberikan kode agar dia mengangkat teleponnya.
         Jin Young cukup lama berbincang dengan Airin. Aku menatap kardus biru yang berada di bawah meja belajarku. Sepertinya ada sesuatu yang sangat menarik di situ. Aku ingat, aku selalu menyimpan apa-apa pemberian Airin di tempat itu. dari sejak SMP sampai sekarang. Apa aku masih ingat semua barang pemberiannya?
         Aku mengambil kotak itu dan menatapnya sebentar. Aku membukanya dengan perasaan yang tidak menentu. Ingin menangis tapi takut, ingin bahagia tapi bukan saatnya.
         Anting kecil berwarna hitam sebelah kiri, seingatku pasangannya lagi berada di telinga kanan Airin. Sarung tangan berwarna putih sepasang jahitan Airin, lalu ada syal biru bertuliskan namaku. Apa ini? memory card dan juga mp3nya juga ada? Aku tidak ingat Airin pernah memberikan ini. aku memasang earphone putih itu di teligaku dan mendengar suara seorang wanita sedang menyanyi. Jelas sekali suara yang ada di dalam sini adalah suara Airin dan gitar merah jambu kesayangannya. Tapi lagu apa ini? ah, mungkin lagu ciptaannya. Tanpa kusuruh, air mata keluar dari mataku menggelinciri setiap tekuk pipiku.
         “ Airin ingin bertemu denganku. Apa kau ingin menggantikanku?” Ucap Jin Young mengejutkanku. “ Airin adalah wanita yang tegar. Kalian berdua masih saling menyayangi bukan?” lanjutnya sambil menggerak-gerakan badanku.
         “ Lalu apa yang harus kulakukan?” aku mengangkat sebelah alisku.
         “ Lakukan apapun yang ingin kau lakukan. Airin akan menyukainya. Hwaighting!” JR mendorongku sambil memakaikan jaket biru tuaku.
         Aku berjalan keluar asrama ragu. Antara ingin dan takut. Antara sayang dan cinta. Aku merasakan antara ini dan itu yang saling berlawanan. Apa dia akan menerimaku? Tapi pada akhirnya aku melangkah juga ke taman dengan perasaan yang campur aduk.
         Aku melihat Airin sedang duduk manis di kursi taman biasa kami duduk berdua. rasanya aku malah semakin ragu untuk melangkah. Aku kembali menjauh dari taman. Tak jauh dari taman, aku melihat pengamen kecil sedang asyik bernyanyi dengan gitarnya.
         “ joggie, boleh aku bernyanyi menggunakan gitarmu?” Aku tersenyum kecil.
         “ Lalu bagaimana dengan uangnya?” tanya pengamen kecil itu polos.
         “ Aku akan mengamen utukmu jika kau bisa membawa yeoja yang sedang duduk di bangku taman sana. Eotthae?” aku mengambil alih tempat si pengamen kecil itu.
         Aku mulai bernyanyi di saat anak itu sudah berlari untuk membawa Airin berada di dekatku dan menontonku bernyanyi menggunakan lagu yang ia ciptakan untukku. Perlahan penonton yang menontonku semakin memenuhi dan mengelilingiku.
         “ Daebak. Jika aku merekamnya dan memasukannya ke Youtube!” Teriak seorang yeoja yang berada di sebelahku.
         Aku menatap sekeliling dan mencari Airin. Siapa tahu dia ada diantara para penonton lainnya. Benar saja, dia sedang menatapku sambil mengeluarkan air matanya deras. Aku berusaha menyelesaikan laguku walau rasanya aku ingin ikut menangis. Suara aku bergetar dan aku bisa menyelesaikan lagunya.
         Airin tampak akan ikut bubar seperti penonton lainnya. Dengan gerakan cepat, aku memberikan gitar yang tadi aku pinjam kepada pengamen kecil itu dan berlari mengejar Airin.
         Tanganku sudah menyentuh tangan Airin, tapi dengan cepat Airin melepaskan tangannya. Lagi-lagi aku harus mengejar Airin. Kau bodoh Jae Bum. Bagaimana kau bisa tidak ingat kalau dokter tidak memperbolehkanku untuk kelelahan? Dadaku sakit lagi.
         “ Airin, jebal. Aku sudah tidak bisa mengejarmu lagi. Aku mohon, lihatlah aku.” Aku menarik napas tapi aku tidak bisa merasakan udara memasuki rongga hidungku.
         Airin masih terus melangkahkan kakinya. Tapi langkahnya menjadi semakin pelan, setidaknya aku harus mengejarnya lagi agar dia tahu kalau aku benar-benar mencintainya. Aku tidak ingin kehilangan Airin lagi, jadi aku langsung memeluknya.
         “ YA! Oppa, wae?” Airin tampak terkejut dengan diriku yang tiba-tiba memeluknya.
         Aku merasakan badan Airin sedikit bergetar. Lalu tak lama setelah itu, Airin terdengar menangis di pelukanku. badannya yang cukup kecil membuatnya bisa menangis tepat di dadaku.
         Aku tidak bisa menghirup udara lagi, apa aku benar-benar akan terbaring lemah di rumah sakit dengan alat-alat pernapasan terpasang di dadaku? Apa waktunya itu sekarang? Tatapanku berubah menjadi putih. Aku tidak bisa menopang badanku sama sekali.
         “ Oppa, aku sangat merindukanmu! Bagaimana kau tega meninggalkanku? Oppa! Oppa! Gwaenchana?” itu perkataan terakhir yang bisa kudengar dari mulut Airin.
Park Ah Rin POV
         Aku ingin menumpahkan semua rasa rinduku kepada Jae Bum. Tapi kenapa bebanku menjadi sangat berat? Apa dia pingsan? “ Oppa!” aku berteriak lagi.
         Aku panik. Jae Bum benar-benar pingsan di pelukanku. aku sudah tidak bisa menahan badannya yang lebih besar dariku. Aku langsung terduduk di trotoar jalan. Aku mencari-cari ponselku dan langsung menghubungi Jin Young.
         Tidak menunggu lama, ambulance sudah berada di dekat kami. Jin Young berada di belakangnya dengan motor besarnya. Orang-orang berbaju putih sudah mengangkat Jae Bum memasuki ambulance. Air mataku pecah begitu saja.
         “ Naiklah.” Perintah Jin Young.
         Aku menurutinya dan langsung menaiki motor dengan air mata yang masih penuh menggenangi mataku. Di sepanjang jalan aku masih terus menangis, entahlah sampai kapan aku akan menangisi ini. aku terlalu mencintai Jae Bum.
***
         Tiga hari sudah Jae Bum terbaring lemah di rumah sakit dengan berbagai peralatan yang sudah terpasang di badannya.
         “ Jae Bum-ahh, mianhada.” Aku mendengar Jin Young meminta maaf dengan suara yang bergetar.
         “ Jelaskan. Kenapa kau meminta maaf padanya?” Aku menatap Jin Young intens.
         “ sebelum dia menghampirimu, penyakitnya sedang kambuh. Seharusnya aku tidak menyuruhnya menemuimu.” Jin Young mengutarakan dan menjelaskan semuanya dengan menahan air mata yang hampir keluar.
         “ Jadi dia sudah lama seperti ini?” Aku mengeluarkan air mataku juga.
         “ Dia tidak ingin kau menangis. Jadi dia selalu menyuruhku menutup mulut. Mianhada.” Jin Young duduk di sofa di dekat kasur Jae Bum.
***
         Aku selalu mendatangi rumah sakit, setidaknya untuk menyanyikan sebuah lagu untuknya. Kalau tidak menyanyi, aku membawakan makanan-makanan kesukaannya. Kalau tidak juga, aku akan memijat kecil tangannya. Atau kalau ada orang yang sedang mengunjungi Jae Bum, aku menyanyi bersama pasien lainnya. Atau paling tidak aku akan membantu suster membagikan susu setiap pagi.
         “ Oppa~ apa kau betah di sini? coba kau lihat, ruangan ini tidak ada dekorasinya sama sekali. Bagaimana kalau aku menghiasnya? Aku akan meminta ijin kepada kepala ruangan untukmu. Eotthae?” Aku menggenggam tangan Jae Bum erat.
         Besoknya aku membawa Jin Young untuk membantuku mendekorasi ruangan. Ya setidaknya dia akan mendekorasi bagian atasnya, dan aku bagian bawah.
         Dengan tawa yang keluar dari mulut kami, kami menikmati saat-saat ini. Jin Young memiliki sifat yang tidak berbeda dengan Jae Bum. Dia bisa membuatku nyaman. Walaupun aku lebih nyaman bersama Jae Bum.
         “ Kamar ini terlihat beda ya.” Dokter memasuki ruangan dan menegur kami. Seperti biasa dia akan memeriksa keadaan Jae Bum. Dari hari ke hari dia memang membaik. Tapi penyakit ini bisa merenggut nyawanya kapan saja, itu yang harus kupersiapkan dari sekarang.
         “ Jaga Jae Bum, jaga diri juga, arraseo?” Dokter mengelus rambutku pelan.
         “ Arra. Dokter juga jaga kesehatan. Jangan memikirkan kami saja, pikirkan dirimu juga.” Aku tersenyum.
~~3 Days Later~~
         “ Sunbaenim! Monitor tidak menunjukan apapun!” teriak suster yang membuatku langsung berlari menuju kamar Jae Bum.
         “ Kau tunggu di sini saja! Aku akan mengurusnya.” Dokter Mark memasuki ruangan disusul para suster menghalangi pandanganku.
         Aku takut, aku langsung menelepon Jin Young. Tapi teleponku tidak diangkat sama sekali. Aku semakin takut. Aku mendengar kegaduhan dari lobby sebelah. Aku berlari karena perasaanku berubah menjadi sangat tidak mengenakan hati.
         “ Suster, siapa dia?” Aku bertanya pada suster yang membawa berkas-berkas pasien.
         “ Park Jin Young. Bukankah dia temanmu?” suster balik bertanya.
         “ MWO?” Aku membulatkan mataku.
         “ Dia kecelakaan motor tadi. Kau harus tegar, mereka pasti akan selamat untukmu.” Suster menyemangatiku dan memasuki ruangan.
         Aku terduduk lemah di ruang tunggu di dekat suster. Suster-suster yang sudah kuanggap menjadi sahabatku ini, satu per satu mendekatiku. Tapi aku sudah menangis sangat kencang, jadi tidak ada yang bisa menghentikan tangisku.
         “ Airin-ahh, kau harus kuat.” Ucap salah satu suster sambil merangkulku.
         “ bagaimana kalau aku kehilangan keduanya di dalam waktu yang bersamaan? Apa aku harus melepas keduanya? Eoh?” Aku malah semakin kencang menangisnya.
         Dokter yang menangani Jin Young keluar dengan wajah yang sangat kecewa. Dia langsung melangkah menghampiriku. “ Kau kerabatnya? Mian, aku tidak bisa menyelamatkannya. Dia akan tenang di sana.” Ucapnya sambil melepas  pelindung di kepalanya.
         Dokter Mark juga keluar dari ruangan Jae Bum dengan tatapan yang sangat mengecewakan. “ Airin-ahh.” Baru dia memanggilku, aku sudah berteriak dan berkata yang tidak-tidak.
         “ Sunbae! Kau tidak menyelamatkannya kan? sekarang aku harus bagaimana? Aku sendiri! Aku tidak punya siapa-siapa! Aku harus bagaimana? Sunbae, kau tidak tahu kan? aku sendiri sekarang!” aku berteriak sambil menangis sesenggukan.
         “ YA! Airin, kau tenang dulu.” Dokter Mark merangklu badanku setelahnya.
         “ Mwoya? Aku benar-benar sendiri! Sudah tidak ada yang mencintaiku lagi, sunbaenim!” Aku memukul-mukul dada dokter Mark kecil.
         “ Aku mencintaimu!” dokter Mark menatapku dalam. “ Aku benar-benar menyayangimu. Kau tidak sendiri, Airin. Aku akan menemanimu sampai akhir hayatku.” Dia menjelaskan lagi lalu memelukku.
         Rasanya berada di pelukannya itu sama seperti apa yang kurasakan ketika bersama Jae Bum. Entahlah, apakah aku bisa mencintainya sepenuh hati? Tapi aku akan berusaha mencintainya sepenuh hati.
***
         “ Eomma~ siapa dua namja yang berada di sampingmu itu? apa itu Appa?” tanya Cloudy menunjukan album fotoku.
         “ dia Jae Bum dan Jin Young. Mereka berdua adalah sahabat dekat Eomma.” Aku menjelaskan sambil menjelaskan siapa mereka. “ mereka sudah tenang di atas.” Aku tersenyum.
         “ Appa pulang.” Mark memasuki ruang keluarga sambil melepas dasinya.
         “ APPA!” Cloudy langsung berteriak dan berlari mendekati Mark. “ Appa, mereka berdua sangat tampan ya~” Cloudy melanjutkan setelah berada di gendongan Mark.
         “ Apa mereka lebih tampan dari Appamu?” Mark mencubit pipi Cloudy greget.
         “ hmmm, mereka berdua lebih tampan daripada Appa.” Cloudy dengan polosnya ikut mencubit Mark disambung dengan tawa kami berdua yang saling menyatu.

         Inilah aku sekarang. Jae Bum Oppa, aku tidak menangis kan? ini yang kau mau kan? sekarang aku sudah bahagia dengan yang lain, walau tidak bersama dengan Jin Young. Oppa, aku mencintai Mark, dan juga aku mencintaimu dan Jin Young. Tapi untuk sekarang aku hanya bisa membagi cintaku kepada Mark dan Cloudy. Saranghae.

No comments:

Post a Comment