Saturday 17 August 2013

Coffee Shop


Coffee Shop
Author                 : Oh EKRiRyeo
Title                     : Coffee Shop
Genre                   : Romance, sadness
Length                 : Oneshoot
Sudut Pandang   : orang pertama (ber-aku), 1 POV
Main Cast            :
*    Choi Jung Hong as Zelo
*    Zulfa Nabilah M as Lee Soon Ji
Other Cast           :
*    B.A.P (Yongguk, Himchan, Youngjae, Daehyun, Jongup)
*    Yoon Ka Young (Youngie)
Rating                  : T
“ Kedai kopi yang biasa kita kunjungi~ kedai kopi kita~ Aku sendirian di sini, dimana aku bisa mencium aromamu~” – Choi Jung Hong

            Cahaya mentari mulai memasuki celah-celah jendelaku yang masih tertutup rapat. Ditambah lagi, aku masih terpeluk hangat oleh selimut kesayanganku. Mataku juga masih tertempel rapat, tanpa mau diganggu sedikitpun.
            Aku masih ingin memasuki dunia mimpiku lagi. Menatap kapas-kapas putih yang terus bergumul berkejaran di langit yang biru cerah sana. Dan itu terasa tak ingin kuhentikan ketika kau datang dan menatap langit bersama. Saling bergenggaman tangan berdua, memberikan rasa cinta satu sama lainnya. Kutatap dua buah bola matanya, aku berharap tidak akan pernah keluar dari dalam mimpiku. Ingin sekali lagi, aku merasakan itu bersamamu. Kenapa cantik? Kenapa kau bisa melihatku dengan keadaan hati yang teriris dan tidak bisa diperbaiki lagi?
            Tanganku mulai bergerak-gerak mencari ponselku. Ponsel yang bisa kugunakan untuk mengalirkan seluruh rasa rindu di hatiku. Menyalurkan semua cerita yang sangat ingin kuceritakan, sudah pasti cerita-cerita itu tidak akan pernah bisa kupendam lama. Dulu, aku selalu melakukan ini bersamamu. Bercerita, menciummu, memelukmu, menatap kedua bola matamu. Waktu itu, waktu dimana aku tidak ingin waktu berputar. Sekarang aku berpikir aku perlu mesin waktu.
***
            Aku hanya menatap cangkir mochacinoku, aku tidak meminumnya sama sekali. Tanganku mulai mendekati tanganmu, tangan dengan jari-jari yang lentik bagiku. Sangat indah di mataku, tangan mungil yang tidak ingin aku lepaskan. Sedikitpun aku tidak ingin membiarkannya lepas dari genggaman tanganku. Aku mempererat genggaman tanganku, erat tapi hangat.
            “ Waeyo?” senyum simpulnya tersungging di bibir tipisnya.
            “ SoonJi-ahh, kau tahu aku sangat mencintaimu kan? aku tidak ingin kau pergi, tetap bersamaku ya? Jebal~” aku menatap kedua buah bola matanya yang sudah memberikan jawaban untukku. “ Ya, aku tahu. Aku bertanya yang aneh padamu kan? entahlah, aku merasa akan kehilanganmu~” lanjutku dengan senyuman yang terulas tiba-tiba.
            Kini, kita sama-sama terdiam. Terdiam menatap cangkir berisikan kopi ini. Bau cappucino kesukaannya menyeruak menyentuh hidungku. Aku akan mengingat benar aroma ini. Kalau aku benar-benar melupakan aroma ini, aku berjanji aku akan tetap mencintai SoonJi sepenuh hatiku. Walaupun aku benar-benar akan kehilangan SoonJi.
            “ Kau benar-benar menggunakan kemeja yang kubelikan?” SoonJi menatapku dari bawah sampai atas. “ Kau terlihat tampan, apa kau suka?” Ia menyentuh kerah bajuku.
            “ Tentu. Sangat bagus.” Aku menatap diriku sendiri.
            “ Hari sudah cukup malam, boleh kita pulang?” SoonJi menarik bibirnya untuk tersenyum hangat. Dari pertanyaannya itu, tanpa aba-aba aku langsung menganggukan kepalaku.
            Malam ini cukup dingin, padahal tadi sore cuacanya cukup hangat. Aku merangkul badannya yang sudah sangat kedinginan. Rangkulan yang kuberikan untuk menghangatkan badannya. Bagaimana kalau dia sakit? Aku tidak ingin melihatnya terbaring lemah di sana.
***
            Aku bergegas mengganti kemejaku. Sudah jelas tadi malam aku tidak mengganti kemejaku. Aku memakai kemeja baruku sekenanya, tanpa ada dandanan yang rapi. Tapi itu sudah menjadi gayaku. Berantakan tapi terlihat keren. Gaya andalanku yang bisa membuat SoonJi marah-marah menyuruhku merapikan kemejaku. Ya, walaupun ujung-jungnya pasti SoonJi akan merapikan kemejaku.
            Achim haessare nuneul tteugo~ Handeupon sigyereul bogo~ Eoji junbihan oseul ipgoseo~ Seodulleo jibeul naseojyo~~
            Sendiri aku berjalan menyusuri gedung-gedung ini. Mengenang saat-saat kita bersama. Saat-saat kita selalu berjalan, bernyanyi, dan menari bersama. Waktu itu, kau hanya menatapku menari, tanpa mengikutiku. Lalu tiba-tiba kau bergabung, dan semuanya menjadi terasa indahnya. Tanpa bisa kutahan lagi, air mataku mengalir begitu saja. Air mata rindu yang benar-benar sudah lama kutahan.
            “ Zelo-ahh!” teriak Jongup dan merangkulku.
            “ Wae?” Aku hanya berjalan tanpa membalas rangkulannya.
            “ Ingin ke kedai kopi lagi?” aku mengangguk sekilas. “ aku ikut ya! Lagipula, sekarang Youngie bekerja di kedai itu.” Jongup tersenyum tidak jelas.
            Dari dulu ia memang sangat menyukai Youngie. Entahlah, kapan perasaannya bisa terbalaskan. Tapi aku mulai menatap diriku sendiri. Jongup beruntung, ia masih berhak menyukai orang yang sangat dicintainya. Sedangkan aku? Mengingatnya sekalipun, seharusnya sudah tidak berhak lagi aku lakukan. Harusnya aku mulai menyadari itu.
            SoonJi, dia sudah bertunangan. Tiga hari yang lalu Youngie memberikan kabar itu kepadaku. Bagai bebatuan menimpaku di tengah padang pasir yang tandus, aku hanya menatap undangan tunangan itu. sebelum itu, dia tidak sedikitpun mengatakan hal ini. Tidak sepatah katapun.
            “ Ya~ Mianhae~ Kau masih merindukan SoonJi? Itu perasaan yang wajar kok.” Jongup tersenyum kecil di tengah perjalanan kami.
            Ingin sekali aku berkata, aku benar-benar merindukan SoonJi. Tapi rasanya sangat aneh, mulutku seperti terkunci sangat rapat. Jawabannya mengalir begitu saja dari air mataku yang terus bergulir.
            “ Zelo-ahh, menurutku kau harus belajar melupakannya.” Jongup mulai dengan kata-katanya yang sangat menggelikan.
            Entahlah, apapun yang dikatakan Jongup selalu saja membuatku ingin tertawa tanpa henti. Aku benar-benar tertawa ketika ia berkata seperti itu. Apa dia memikirkan dengan apa yang ia katakan? Mana mungkin aku bisa melupakan SoonJi begitu saja.
            “ Aku serius! Selalu saja, ketika aku menasihati orang aku selalu ditertawakan. Aish~” curhatnya yang membuatku sangat geli.
            “ ayo kita ke kedai~ jangan banyak bicara~” aku melangkah mendahului Jongup.
@Coffee Shop
            Aku menatap cappucino yang kupesan hambar. Sekali kutatap cappucino ini, bayanganmu hadir di dalam cangkir itu. tiba-tiba air mataku mengalir lagi dari mataku. Apa aku bodoh? Sebodoh inikah aku tidak bisa melupakan SoonJi? Kalau dipikir lebih panjang lagi, sebenarnya SoonJi sudah mengkhianatiku. Membiarkanku terluka melihatnya bahagia dengan yang lain. Bukankah itu sangat menyakitkan? Aku mencerna kata-kata yang Jongup katakan tadi. Mungkin, aku benar-benar harus melupakan SoonJi. Ya, itu cara terbaik yang harus kulakukan.
            “ Minum Cappucinomu! Atau kau ingin aku yang meminumnya?” Jongup hampir mengambil cangkirku.
            “ YA! Aku akan meminumnya!” Aku menjadi diriku yang seperti biasanya lagi. Ya walaupun sebenarnya aku masih merasa sangat sakit. Sakit luar biasa.
            SoonJi, aku akan membiarkanmu bahagia. Jadi, aku akan mulai melupakanmu dengan sebisa mungkin. Dan aku tahu, rasanya itu akan sangat menyakitkan. Kau tahu pisau? Ya pisau, hatiku rasanya seperti tertusuk pisau. Sangat tajam.
            “ Aku akan melupakan SoonJi~” ucapku lirih tapi terdengar oleh Jongup.
            “ Ne?” Jongup terkejut sendiri dengan ucapanku tadi.
            “ Aniyo~” aku tersenyum kecil.
***
>> Monday (Winter)<<
            Aku hanya menatap air yang jatuh di kaca-kaca kamar. Secara perlahan, aku mulai terbiasa hidup tanpa SoonJi. Minggu lalu, aku memutuskan untuk membuat sebuah novel. Novel yang menceritakan tentang kehidupanku, sebelum, ketika, dan setelah aku hidup bersama SoonJi.
            Waktu itu salju mulai turun membasahi bumi Korea Selatan ini. Waktu itu pula, aku mulai menyadari perasaanku mulai tumbuh kepadamu. Perasaanku yang tidak bisa kutahan sama sekali, sekarang perlahan mekar menjadi bunga cinta yang perlahan akan layu. Layu akan waktu yang terus bergulir hingga akhir nanti. Dan saat rasa itu semakin berkembang, aku mulai tidak menyadari waktu ini pasti berjalan. Sebesar apapun usahaku menghentikan waktu yang sedang berjalan ini, tetap saja aku terbawa dengan jalannya. Aku ikut berjalan bersama waktu.
            Hingga tanpa kuinginkan, cintaku itu bertumbuh semakin besar. Pohon cintaku sudah hampir mencapaimu. Dengan menyiapkan seluruh keberanian yang ada di dalam hatiku, aku merangkai kata-kata semanis gula. Kata-kata yang sampai akhir waktupun tidak akan berubah, akan tetap manis walau sudah terpisah jarak. Aku mengingat tatapan matamu, sehingga dari hatiku aku bisa menjadikan kata-kata itu menjadi buliran air yang keluar dari matamu. “ saat aku tatap matamu itu, kau tahu apa yang ingin kulakukan? Aku ingin menghentikan waktu. Kenapa? Karena aku tidak ingin tatapan itu menghilang, menghilang tanpa bisa kulupakan. Jika seandainya aku bisa menjadi payung merah yang biasanya kau pakai di saat hujan, aku akan melindungimu dari apapun itu. Entah hujan, panas, apapun itu.” saat senyumanmuu menyungging indah, aku mengumpulkan kata-kata yang aku simpan di otakku dengan cepat, “Bolehkah aku meminta sesuatu? Aku ingin kau menjadi jaketku. Jaket yang selalu memelukku hangat, melindungiku tanpa ada rasa pamrih. Bolehkah?”
            Aku sudah mendapatkan jawabanmu dari pelukan hangat yang kauberikan. Aku yakin, hingga waktu kita habis nanti, kita akan selalu rekat satu sama lainnya. Tidak ada perpisahan yang berujung luka. Tidak ada awan putih yang berujung mendung dengan hujan yang nantinya akan terjatuh.
            Tapi sayang, waktu itu aku tidak memikirkan ini. Sebagus apapun sebuah jaket, perlahan-lahan benang-benang itu akan terlepas pula. Akankah perasaanmu itu juga memudar seiring dengan terlepasnya benang-benang itu? kuharap tidak. Aku ingin kita menjadi sepasang merpati putih yang selalu bersama. Tiada akhir, tanpa perlu memedulikan waktu.
            Satu hal yang akan kuingat darimu. Tatapan matamu itu.
            Aku menatap ketikan novel baruku, ya sejauh ini novelku baru mencapai dua puluh lima halaman. Itu baru kuceritakan saat kami berkenalan, sampai kami menjadi sepasang kekasih.
            “ Apa yang kauketik? Eoh?” Yongguk dengan suara besarnya menatapku yang terus mengetikan cerita.
            “ hanya perjalanan hidupku.” Aku mulai membuka permainan yang ada di laptopku.
            “ Kudengar kau sudah mulai melupakan SoonJi, kau yakin dengan keputusanmu?” Sekarang Daehyun yang menatapku.
            “ Apa kau pikir aku lelaki yang tidak bisa melupakan seorang wanita? Aish?”
***
>> Tuesday (Winter)<<
            Mulai saat itu, tempat yang paling kami suka kunjungi adalah sebuah Kedai Kopi. Kedai kopi ini seperti saksi cintaku kepada SoonJi yang sangat besar. Saksi bisu yang bisa menceritakan seluruh perasaan kami yang saling menyatu di cappucino ini.
            Tapi pada saat itu juga, aku menyadari sebuah keganjalan. Tapi aku tidak pernah tahu keganjalan itu.
            Aku berhenti mengetik dahulu, ketika membaca tentang keganjalan itu. keganjalan yang sampai saat ini belum terjawabkan olehnya. Aku hanya menatap tulisan-tulisan itu. aku sudah tidak tahu apa yang akan kuketikan lagi.
            “ Ikut aku ke kedai. Ada yang harus diceritakan.” Tiba-tiba Jongup sudah muncul di kamarku dan langsung menarik tanganku.
>> Friday (Winter)<<
            Aku mencerna kata-kata Yougie. Semalaman aku tidak bisa tidur karena kata-kata itu terus terngiang di kupingku. Kenyataan yang sebenarnya dari SoonJi. Kenyataan pahit yang harus kudengar darinya. Apa aku terlalu jahat? Menganggapnya jahat kepadaku?
            Padahal, perlahan aku sudah melupakan SoonJi. Menghapus beberapa memori dari ingatanku. Tapi kini? Semua itu muncul kembali dalam ingatanku yang sempit ini. Perasaanku yang hampir pudar, tiba-tiba berkembang kembali. Ah, aku terjerat dalam cintanya iyu.
            “ Bagaimana keadaanmu?” Himchan memasuki kamarku dengan secangkir susu di tangannya.
            “ Maksudmu?” Aku menatap cangkir susu itu.
            “ Kau sakit~ Babo~” Himchan menatapku sinis.
            “ Hyung, haruskah aku menemui SoonJi? Haruskah aku meminta maaf padanya? Aku merasa sangat bersalah dengannya. Dan, aku masih sangat menyayanginya. Aku memang orang terbodoh di dunia ini kan? iya kan?” aku tidak bisa menghentikan kata-kata yang keluar dari mulutku. Buliran air mata juga sudah keluar dengan jelas dari mataku ini.
            “ Arrasseo. Jangan salahkan dirimu sendiri.” Himchan langsung  merangkul badanku yang akan ambruk ini.
            “ Apa kami harus mengantarkanmu menemui SoonJi?” Tiba-tiba Daehyun, Jongup, Yongguk, dan Youngjae memasuki kamarku.
            Aku hanya menatap satu per satu mata mereka. Kepala mereka mengangguk agar aku menyetujui permintaan mereka. Kepalaku langsung menunduk. Dari tatapan mereka, mereka tampak kecewa kepadaku. Namun, kepalaku langsung kuangkat dan mengangguk mantap. Tatapa itu berubah menjadi lebih baik lagi.
            “ Kapan kau akan pergi?” Daehyun yang sekarang menatapku.
            “ Besok, paling lambat lusa.” Aku meneguk susu yang dibawakan Himchan tadi.
            “ Gurrae, besok kita berkumpul di sini. Aku akan membawa mobilku.” Yongguk menatap kami satu per satu. Dengan anggukanpun, sudah cukup menjawabnya.
***
>> Saturday (Winter)<<
            Aku tidak percaya, hari ini juga aku akan menemui SoonJi. Sudah cukup lama aku memimpikan hal ini. Bertemu dengan SoonJi, dan memeluk badannya. Kusalurkan seluruh rasa rinduku yang sudah sangat menggebu ini. Ah, jeongmal.
            “ YA! Kau mengajak Youngie?” Tiba-tiba Youngjae berteriak menatap Jongup datang berdua dengan Youngie.
            “ Apa tidak boleh?” Jongup mendengus kesal. Dengusannya membuat kami langsung tertawa terbahak-bahak tanpa henti.


            Aku menatap rumah kecil yang berada di antara dedaunan sana. Kata Youngie, itu tempat tinggal SoonJi sekarang. Kupikir, dia tidak akan betah berada di rumah itu. bagaimanapun juga, rumah itu terlalu kecil untuk ditinggali.
            “ Cepat temui dia.” Himchan menepuk-nepuk pundakku.
            “ Ne. Gomawo, Hyung.” Aku menunduk 90o dan langsung berlari.
            “ Ah, kita akan menunggumu di penginapan.” Himchan mengingatkanku.
            Tidak terlalu susah memang untuk sampai ke rumah itu. hanya dengan berjalan, rumah itu kini sudah di depan mata.
            Aku ketuk pintu sekali dua kali. Tapi tidak ada yang membalas ketukan pintu itu. sekali lagi kuketuk pintu itu, tetap sama. Jadi, dengan sangat terpaksa, aku memasuki rumah itu tanpa permisi. Lagipula, pintunya tidak terkunci.
            “ SoonJi~ Kaukah di situ?” aku menatap sebuah ruangan kecil yang terkenai sinar matahari itu.
            “ Choi Jung Hong?” Suaranya terdengar lirih di balik tirai sana.
            “ Lee Soon Ji?” Air mata itu mengallir begitu saja. Aku berlari memasuki ruangan itu, dan dengan gerakan cepat aku sudah mendekap badannya yang lemas.
            Badannya terlihat lebih kurus, pipinya juga tirus, wajahnya pucat, tatapannya berubah menjadi tatapan nanar. “ Apa kau sakit?” aku menggenggam tangannya erat.
            “ Mian. Aku tidak memberitahumu.” Ucapnya lirih.
            “ Wae? Kukira, aku benar-benar akan kehilanganmu.” Aku meneteskan air mata lagi.
            “ Aku hanya tidak ingin kau menangis karenaku. Jadi, kupikir lebih baik merahasiakannya.” Lagi-lagi air mataku ini mengalir.
            “ Kau tidak tahu betapa ambruknya aku? Betapa ambruknya aku ketika kudengar kau bertunangan.” Aku terisak. “ seharusnya kau memberi tahuku yang sebenarnya~ Aku pasti akan menjagamu!” aku masih menangis.
            “ Mianhada~” Dia mengelus pipiku yang penuh dengan air mata ini. “ Bisa kau ambilkan sebuah buku di laciku?” Dia menunjukan lacinya.
            “ Ne.” Aku berjalan mendekati laci itu.
            Kuambil buku yang dikatakannya itu. terlihat sudah lusuh tapi kuyakin penuh makna. Kuusap-usapkan buku itu di tanganku.
            “ Tolong bacakan itu~” SoonJi menatapku.
            “ Ini? Baiklah~” aku membuka lembaran pertama.
***
          Ku teringat ketika rangkaian kata indah itu keluar dari mulutmu. Waktu itu kau membuatku sangat tersanjung. Sebenarnya aku ingin mengatakan tidak kepadamu. Tapi tatapan matamu itu membuatku tidak sanggup untuk mengatakan tidak. Akhirnya aku mulai tersadar, bahwa aku juga sangat menyukaimu. Tidak, aku mencintaimu.
          Kau ingin tahu mengapa aku ingin mengatakan tidak? Itu karena penyakitku. Sebenarnya sejak lama aku sudah mengidap penyakit ini. Tapi, aku berusaha agar kau tidak menyadarinya. Menyadari bahwa, dari waktu ke waktu penyakitku semakin parah. Aku selalu meminum obat terlebih dahulu sebelum menemuimu.
          Kau ingat? Aku selalu melarangmu untuk mendatangiku di rumah? Inilah beberapa alasannya :
1.      Aku tidak ingin kau tahu, kalau di rumah aku dan keluargaku tidak pernah akur. Apalagi Eomma dan Appaku yang selalu bertengkar. Tapi karena itu juga, Oppa dan aku menjadi bertengkar. Kami menyalahkan satu sama lain ketika Eomms harus dipukuli oleh Appa.
2.      Keluargaku tidak mengijinkanku untuk berpacaran denganmu. Jangankan berpacaran, mengenalimu saja aku tidak boleh. Sebenarnya mereka sudah menjodohkanku dengan seseorang. Kata mereka orang ini sangat dekat denganku dari kami masih sangat kecil.
3.      Apa kau suka bau alkohol? Aku takut kau tidak menyukai bau itu. di rumah, Appa dan Oppa selalu minum bersama. Aku sangat tidak menyukai bau itu. jadi, aku melarangmu menemuiku di rumah.
4.      Aku takut kau tahu bahwa aku sakit parah. Point inilah yang paling aku takuti. Jika kau tahu penyakitku, apa kau masih ingin mengenaliku? Atau kau malah pergi meninggalkanku? Jadi aku menutupi itu semua.

          Tapi, setelah kau selalu hadir di dalam hidupku, aku tahu... kau tulus menyayangiku. Tapi, tetap saja aku takut memberitahunya padamu.
          Aku ingin mengulang saat itu. saat kau menggendongku di pundakmu. Malam hari, dan itu sedang bersalju. Aku sangat kedinginan, bahkan mantelku tidak cukup menghangatkanku. Kau melepas mantelmu, dan membiarkanku memakainya. Tapi udara masih menusuk ke tulang rusukku. Tanpa bertanya, kau langsung menggendongku di belakangmu itu. padahal, kuyakin kau sangat kedinginan tanpa mantelmu, jadi aku membiarkan kita  memakai mantel bersama. Itu menjadi sangat hangat.
          Atau aku ingat, ketika kita bermain ke pantai bersama. Bukankah kau tahu aku tidak bisa berenang? Kenapa kau membiarkanku terjatuh dari kapal itu? aku tahu, kau hanya ingin menjahiliku. Dan kau kira di bawah sana sudah ada perahu karet, tetapi ternyata Jongup belum menyiapkan perahu karet itu. dan aku benar-benar terjatuh ke dalam air. Apa waktu itu kau panik? Aku yakin kau sangat panik. Kau langsung melompat ke dalam air dan meraih tanganku. Kukira aku tidak akan pernah selamat.
          Atau kau ingat, waktu kita bermain roller coaster? Itu sangat membuatku geli, bagaimana bisa kau sampai muntah karena permainan itu saja? Kau bukan lelaki jantan. Jadi aku mengajakmu bermain yang lebih memicu adrenalin lainnya. Apa sekarang kau sudah cukup berani untuk bermain itu? ayo kita bermain itu lagi! Itu sangat mengasyikan.
          Kau ingat telepon umum? Ah, itu hal yang sangat romantis. Aku ingin ke telepon itu lagi. Menelepon teman-temanmu, dan mengatakan kalau waktu mereka takkan lama. Kejahilanmu itu tidak akan pernah kulupakan. Bagaimana keadaan mereka? Apa mereka masih takut akibat kejadian itu?
          Tapi, karena kejahilan kita, mereka membalasnya dengan menjadi hantu jadi-jadian. Seharusnya kau tahu, aku sangat tidak menyukai hantu di dalam hidupku. Walaupun aku mengenalnya, aku tidak akan pernah mau melihat mereka.
          Sebenarnya penyakit ini bisa menyebabkan kematian kalau tidak diantisipasi. Tapi, demi kau, aku bisa melupakan penyakitku sejenak. Aku ingin membuatmu selalu bahagia jika berada di sisiku. Dan aku tidak tahu bagaimana perasaanmu ketika bersamaku.
          ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
***
            Aku terjatuh ke dalam lautan kenangan yang sangat indah ini. Air mataku mengalir begitu saja.
            “ SoonJi~ Kau sangat mengingat semua kenangan ini~ Aku senang jika selalu bersamamu~” lagi-lagi air mataku mengalir deras.
            Kutatap SoonJi yang sudah menutup matanya sangat rapat. “ SoonJi! Ireona!!” Aku berteriak sangat kencang. “ SoonJi, saranghaeyo. Jeongmal~”

            Siapa yang mengira akhir kisah dari cinta kita akan seperti ini? Alam surga sana akan lebih indah daripada tempat ini. Di tempat ini, aku berjanji akan menunggu malaikat cantik sepertimu untuk turun ke bumi menemuiku. Dan kau mengatakan kata cinta dengan jelas di telingaku.
            Bagaimanapun juga, kupu-kupu tidak akan bisa terbang apabila kehilangan sebelah sayapnya. Begitu juga kita. Engkau selalu melengkapi kupu-kupu itu agar bisa terbang. Terbang bersama. Tapi kini, kupu-kupu itu tidak mungkin bisa terbang karena kehilangan salah satu sayapnya.
~~THE END~~

No comments:

Post a Comment